12 - Jemputan Tak Diharapkan

51 5 0
                                    

AURORA sudah nggak ada kegiatan nyanyi di jalan atau PR yang menumpuk lagi sore ini. Ia sudah istirahat beberapa jam sebelum pergi ke kafe. Matanya terlihat lebih segar sekarang. Pipinya yang tirus juga sudah merona merah bukan hanya karena sapuan blush on warna pink di kulit wajahnya yang halus, tapi karena ia masih merasakan euforia bahagianya saat ia bisa menyanyi di depan Grey dan melihat ekspresinya yang begitu antusias.

Sembari mengalungkan tali gitar kesayangannya ke pundak kirinya, Aurora benar-benar berharap malam ini akan menjadi malam yang menyenangkan seperti malam-malam sebelumnya. Tepat jam tujuh, ia telah selesai bersiap-siap untuk berangkat ke kafe sambil membawa sedikit keberanian.

Saat menuruni tangga, Aurora menerima pesan dari Grey kalau kontraknya sudah jadi dan ia bisa menandatanganinya malam ini. Tubuhnya melonjak kegirangan. "Grey, kamu baik banget!" serunya terharu. Pandangannya pun teralih ke foto-foto keluarganya di dinding tangga.

Ya Tuhan, aku ingin hidup seratus tahun lagi. Jika permintaanku berlebihan... berilah aku hidup sepuluh tahun lagi tanpa masalah seperti ini. Jika itu pun berat, aku hanya berharap bisa membahagiakan orang-orang yang kusayang sebelum aku pergi. Aku sangat menyayangi Om Garra dan Tante Shakila. Hanya merekalah yang bisa menguatkan aku setelah kepergian ayah, gumam Aurora dalam hati.

"Lho? Bawa gitar lagi?" tanya Tante Shakila.

Aurora mengukir senyum dan mengangguk. "Iya, Tante. Aku kan, jadi penyanyi tetap di kafe One."

"Kafe One?"

Aurora mengangguk dan sedikit heran. Karena Tante Shakila terlihat tersentak mendengarnya. Mungkin bagi mereka, ini hanyalah keajaiban yang nggak mungkin ada dalam hidupku.

"Sudah tanda tangan kontrak?" tanya Om Garra ikut penasaran.

Aurora menggeleng. "Belum Om. Tapi malam ini aku bisa tanda tanganin kontraknya, karena tadi aku dikasih tahu kalau suratnya baru jadi," serunya sambil melompat kecil, menyampingkan gitarnya, dan tersenyum bahagia menatap Tante Shakila.

"Oh," ujar Om Garra singkat.

Tante Shakila hanya ikut tersenyum dan mendekap Aurora sejenak. "Hati-hati di jalan ya, sayang. Jangan lupa jaga diri kamu baik-baik ya. Kalau capek, libur dulu satu hari. Kamu nggak perlu manggung setiap hari, kan?"

Aurora manggut. "Iya, Tante. Aku paling jam sembilansudah pulang. Aku pergi ya."

Usaha kafe Om Garra dan Tante Shakila memanglagi sepi pelanggan beberapa bulan terakhir ini. Jadi Om Garra masih berusaha mencaripekerjaan tetap lagi setelah lahannya berhasil terjual. Usianya masih empat puluhan tahun. Tubuhnya masih terlihat gagah dan kuat untuk pekerjaan apa pun di kantor. Karena itu Aurora berharap bisa mendapat pekerjaan baru untuk memenuhi kebutuhan di rumah ini juga sewaktu hari nanti.

"Oke, sayang," ucap Tante Shakila sambil membelai rambut Aurora penuh kasih sayang.

Setelah Aurora berpamitan dengan mengecup punggung tangan Om Garra dan Tante Shakila, baru juga selangkah ia sudah menghentikan langkahnya karena dari balik rongga pagar besi rumah ini terlihat mobil Jonas sudah nangkring manis.

"Mau ngapain lagi lo ke sini? Gue nggak butuh taksi!" sembur Aurora ketus.

Jonas seakan nggak peduli dengan ucapan Aurora dan malah melenggang masuk ke halaman rumah itu. SontakOm Garra dan Tante Shakila menoleh setelah mendengar suara pagar rumah mereka terbuka kembali dan melihat laki-laki itu menghampiri mereka.

"Malam Om, Tante," Jonas menyapa dengan ramahnya, tapi tanpa senyum seperti biasa.

Aurora hanya bisa melongo di tempat ketika Jonas melaluinya begitu saja.

AurorabiliaWhere stories live. Discover now