21 - Apa Ini Cinta Pertama?

50 4 0
                                    

DERU knalpot racing mobil Jonas kencang terdengar di sepanjang jalan Sudirman. Sementara Aurora hanya bisa diam-diam menatap Jonas yang ada di balik stir mobilnya. Dahinya mengernyit, karena Jonas selalu diam. "Kita mau ke mana? Kenapa lo selalu bilang waktu lo nggak banyak, Jonas? Apa lo lagi dikejar-kejar kerjaan? Kalau lo sibuk, nggak usah ngajak gue jalan dan bikin gue ngerasa bersalah."

"Sebentar lagi sampai," sahut Jonas acuh tak acuh.

"Tapi lo sudah bilang itu dari dua jam yang lalu. Gue lapar," Aurora kembali protes. Terus terang, ia sudah berencana akan makan malam lebih dulu bareng Grey. Mungkin ada makanan ringan yang bisa ia pesan di kafe One. Namun, lagi-lagi Jonas mengacau rencana indahnya ini.

"Cerewet! Kalau aja jalanan kita tadi nggak macet, kita pasti sudah sampai dari tadi. Di sini bukan cuma lo yang bisa lapar! Jadi nggak usah banyak protes! OK!"

"I-i-iya. Terserah lo, deh! Energi marah-marah lo dapat dari mana sih, Nas?" Aurora mengerucutkan bibirnya.

Jonas yang mendengar ucapan Aurora hanya melengos sekilas, dan kembali serius menyetir.

Setelah melihat kotak musik itu, entah kenapa pikiran Aurora jadi lebih berbeda memandang Jonas. Ia benar-benar penasaran sekali kenapa laki-laki itu melarangnya untuk menyentuh kotak musik itu.

Tak lama kemudian, mobil Jonas sudah terparkir manis di halaman rumah bergaya arsitektur bangunan di Maroko. Sekilas pandang, rumah itu sungguh terlihat megah dan mewah sekali. Bentuk dan desain ruangannya didominasi oleh gaya Timur Tengah.

Mata Aurora langsung menyusuri rumah itu. Desainnya yang klasik dan indah membuat ia terpukau. Dari halaman hingga interior di dalamnya juga ditata dengan sangat estetik. Hanya saja, nggak ada satu pun orang selain para pegawai yang berseragam putih dan berdasi kupu-kupu. Mereka menyambut kedatangan Jonas dengan senyuman yang lebih dari sekadar ramah. Mereka benar-benar bersikap seolah mereka tengah menyambut pemilik rumah. Apa ini rumah Jonas? pikirannya mulai mengira-ngira.

Ketika mereka tiba di dalam rumah itu, ada sebidang halaman dan kolam renang besar yang tersedia di tengah-tengah rumah itu. Aurora terkesima melihat apa yang disiapkan oleh Jonas tepat di sisi kolam itu. Emosinya yang sempat ingin meledak lagi seketika luruh diterjang hujan deras dan berganti dengan bunga-bunga yang harum. Matanya berbinar-binar.

"Ayo dimakan! Katanya lapar!" seru Jonas ketika mereka sudah duduk di kursi.

"Iya, tapi kayaknya percuma ya makan di suasana begini sama orang nggak romantis kayak lo!? Kenapa kita nggak makan di pinggir jalan aja sih? Daripada lo kurung kita berdua di sini, di sana lebih banyak pemandangan orangnya. Nggak ada romantis-romantisnya juga."

"Dari tadi lo marah-marah terus, lo pikir gue bisa bersikap romantis lagi di sini?"

Mendengar ucapan Jonas, Aurora hanya bisa duduk manis dan membisu. Rasa herannya nggak bisa terbendung lagi. Ia kembali melihat meja makan malam mereka. Meskipun taplak putih susu berbahan satin telah terbentang mulus di sebuah meja bundar, lengkap dengan vas dan sekuntum bunga mawar merah yang terlihat manis, ia nggak melihat makanan yang sekelas dengan kecantikan desain rumah ini.

"Ingat ya. Ini bukan kencan," celetuk Jonas seketika membuyarkan lamunan Aurora.

"Memang masih ada perempuan lain yang mau lo kenalin ke gue?" tanya Aurora menahan keki. Namun, ia mendadak merasa pertanyaannya itu seharusnya ia pendam saja. Karena ia nggak melihat kursi lain di halaman ini.

Jonas meluruskan tatapannya ke arah Aurora. "Menurut lo!"

"Terus ngapain lo ngajak gue ke sini?" Aurora jadi tambah heran. Apa dia ingin main tebak-tebakan? Atau, dia gengsi mau bilang 'aku sayang kamu'. Atau, dia memang nggak mau aku dekat sama Grey. Atau, aku hanya boneka yang bisa dia gunakan sesuka hati untuk menghabiskan waktu luangnya. Siapapun aku di matanya, apa dia harus jadi cowok menyebalkan seperti ini? Pikirannya semakin berkecamuk.

AurorabiliaWhere stories live. Discover now