12. Meminta Izin Menikah

890 40 0
                                    

BUGH...

Tanpa banyak bicara Paman Cempaka langsung memberikan pukulannya saat Suami dari Ponakannya itu mengatakan akan menikahi wanita lain.

Tiga bulan dirinya pergi keluar kota untuk mengurus pekerjaan, saat pulang ia justru mendapatkan sambutan tak mengenakkan dari pria yang sudah diberi kepercayaan untuk menjaga keponakannya.

"Kamu pikir Paman akan setuju saat kamu membawa wanita lain di rumah tangga kalian?!" marah Paman Cempaka pada Erlangga yang mengusap pelan bibirnya yang berdarah. Sedangkan dua wanita yang ada di sana hanya bisa diam menunggu jawaban Erlangga.

"Kami tak saling mencintai. Sesuai wasiat, kami dibolehkan bercerai jika tidak bisa mencintai dalam waktu minimal dua tahun," jelas Erlangga membuat Cempaka tersenyum kecut.

Bukan wasiatlah alasan pria itu tak menceraikannya, tapi harta warisan yang ingin ia dapatkan seutuhnya.

"Sungguh? Apa tak ada sedikitpun perasaan tertarik diantara kalian satu sama lain?" tanya Tante Erlangga yang akhirnya mengeluarkan suara.

Erlangga menggeleng pelan membuat kedua orang yang lebih tua di sana menghela napas berat.

"Apa tak bisa menunggu empat bulan lagi? Siapa tahu diwaktu-waktu terakhir kalian bisa saling mencintai satu sama lain," bujuk Tantenya lagi-lagi diberi gelengan oleh Erlangga. Sedangkan Cempaka nampak tak peduli, ia memilih menyeruput teh hangat di hadapannya.

"Sudahlah, aku lelah ingin istirahat. Ini masalahmu, urus sendiri," kata Cempaka bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menuju kamarnya dan membiarkan Erlangga menyelesaikan masalahnya dengan meyakinkan kedua keluarga mereka.

"Dalam wasiat tertulis jika harus menjalani pernikahan minimal dua tahun. Tapi di sana tak tertulis jika aku tak diperbolehkan menikah lagi," enteng Erlangga membuat Paman Cempaka mengepalkan tangan berniat memberikan pukulannya kembali pada pria itu, tapi tertahan karena Tante Erlangga melarangnya.

"Entah kalian memberi izin atau tidak, aku akan tetap menikah dengan Larissa. Mungkin kurang lebih tiga atau dua hari lagi," lanjutnya diberi gelengan tak percaya dengan tatapan kekecewaan dari kedua orang di hadapannya.

Tanpa berpamitan, Paman Cempaka langsung keluar dari rumah tersebut diikuti oleh Tante Erlangga yang juga tak ingin berlama-lama di sana.

Erlangga menghela napas kasar lalu meraup wajahnya lelah. Sungguh, dirinya tak ada niatan untuk berbicara tak sopan pada kedua orang tadi, tapi situasi membuatnya harus tegas mengambil keputusan agar tidak semakin mengecewakan orang yang dia sayang.
......

Di dalam kamar Cempaka menghirup minyak angin saat kepalanya terasa pusing, belum lagi perutnya yang selalu mual setiap bangun tidur beberapa hari ini.

Alasan dirinya tak mau berlama-lama diluar tadi selain karena malas dengan pembicaraan mereka juga karena kepalanya yang berdenyut nyeri saat mendengar perdebatan mereka tadi.

"Mphh_"

Cempaka menutup mulutnya dan langsung berlari ke kamar mandi saat kembali merasakan mual. Padahal sepertinya ia tak salah makan, tapi kenapa tubuhnya jadi lemah seperti sekarang.

"Ck, masuk angin apa ya?" gumam Cempaka lalu mengusap mulutnya dengan air setelah berusaha memuntahkan sesuatu tapi hanya ada cairan bening yang keluar.

Cempaka memutuskan keluar dari kamar dan berjalan ke arah dapur untuk meminta kembali dibuatkan teh hangat. Tapi di sana ia justru mendapati Erlangga tengah duduk ditemani kopi dan beberapa jenis kue kering.

"Kau sakit?" tanya Erlangga saat Cempaka sudah duduk di hadapannya setelah meminta tolong dibuatkan teh hangat oleh Mbak yang ada didapur.

"Entahlah, masuk angin kayaknya," jawab malas Cempaka diangguki paham oleh Erlangga yang kembali diam karena tak memiliki topik obrolan.

Cempaka mengambil salah satu kue kering di hadapan Erlangga lalu memakannya setelah meminum teh yang baru saja diantar.

"Larissa sangat tidak sabaran," kata Cempaka membuat Erlangga mendongak menatapnya lalu menggeleng pelan.

"Bukan Larissa, tapi Kak Yoga'lah yang meminta kita untuk cepat-cepat menikah," balas Erlangga membuat Cempaka tersenyum kecut.

"Mungkin dia malu pernikahan Adiknya batal karena Adiknya tak mau menerima calonnya. Dia juga pasti takut jika Larissa tak akan pernah menikah seumur hidupnya," kata Cempaka membuat Erlangga menautkan alisnya bingung. Darimana Cempaka mengetahui hal itu?

"Kau tau darimana?"

"Liam, kau tak tahu? Sekolah tempat Larissa bekerja adalah miliknya," balas Cempaka dengan santai diangguki paham oleh Erlangga.

"Liam sepertinya sudah tak menganggapku sebagai teman. Dia tak pernah menghubungiku dan selalu menolak saat ku hubungi," kata Erlangga menghela pelan sambil menundukkan kepalanya.

"Aku juga sudah tak menganggapmu teman," balas Cempaka membuat Erlangga tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

"Tak bisakah kita kembali seperti dulu? Saling menghibur satu sama lain sebagai seorang sahabat," lirihnya menatap dalam mata Cempaka yang menatapnya dengan tatapan dingin.

"Kau yang menghancurkan persahabatan kita jika kau lupa," ingat Cempaka lalu berdiri dari tempat duduknya sambil membawa kue kering dan juga teh hangat di meja itu.

Erlangga tertawa pelan melihatnya. Sepertinya pekerja rumah tadi memberikan kue itu untuk dirinya, tapi justru Cempaka yang memakannya. Bahkan membawanya ke kamar. Apakah seenak itu sampai Cempaka membawanya?

"Mbak kuenya masih? Tolong bawain lagi ya, yang tadi diambil Cempaka," pinta Erlangga pada salah satu pekerja.
......

Tengah malam Cempaka terbangun karena merasa lapar, entah kenapa rasanya ia ingin makan telur dan sosis goreng dengan nasi panas dan juga kecap.

Astaga_ membayangkannya saja membuat perut Cempaka semakin lapar, padahal itu merupakan menu yang sederhana.

Dengan malas Cempaka beranjak dari tempat tidurnya dan berniat membuat apa yang ia mau sendiri. Cempaka yakin jika saat ini para pekerja sudah tidur, tak mungkin dirinya membangunkan mereka karena keinginan yang bisa ia buat sendiri.

"Astaga!" pekik Cempaka yang terkejut saat mendapati seorang pria tanpa mengenakan pakaian atas dan hanya menggunakan celana penjang tengah berdiri di depan kompor yang menyala.

Sama seperti Cempaka, Erlangga yang tengah menggoreng telur juga terlonjak kaget saat mendengar pekikan seorang wanita. Pria itu berbalik badan dan membuat Cempaka menghela napas lega saat mengetahui siapa pria itu.

"Apa yang kau lakukan tengah malam seperti ini?" tanya Cempaka sambil mengelus dadanya yang masih berdetak tak karuan karena terkejut.

"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan?" tanya balik Erlangga lalu mengangkat telur gorengnya di atas piring.

"Makan, aku lapar ingin goreng telur dan sosis," jawab Cempaka diangguki Erlangga meski dirinya sedikit heran karena keinginan mereka berdua sama.

"Kau mau makan tempatku dulu? Aku akan menggoreng lagi," tawar Erlangga memberikan piring yang berisi telur dan sosis pada Cempaka yang menerimanya dengan senang hati.

"Tentu, terima kasih," balas Cempaka membuat Erlangga tersenyum lalu mengangguk pelan.

Cempaka segera mengambil nasi dan kecap lalu duduk dikursi dekat dapur dan memakannya, sedangkan Erlangga masih menggoreng telur dan sosisnya.

"Apa kau tak kedinginan?" tanya Cempaka disela makannya saat melihat punggung Erlangga yang tanpa baju.

"Gerah," singkat Erlangga lalu mengambil nasi, kemudian ikut bergabung bersama Cempaka.

"Ck, masuk angin baru tau rasa," decak Cempaka tak dibalas oleh Erlangga, pria itu sibuk memasukkan nasi ke dalam mulutnya karena sudah lapar.

......
Cerita yang saya buat semata-mata hanya untuk menghibur dan tidak untuk menyinggung pihak manapun. Maaf jika ada salah yang tidak saya sengaja ataupun tidak saya ketahui.
......

Votenya jangan dilupain!

Dua Tahun Tersulit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang