13. Dugaan Buruk

814 47 0
                                    

Tinggalkan jejak sebelum baca !
____

"APA YANG KAU LAKUKAN?!" pekik Cempaka saat Erlangga masuk ke kamarnya sambil membawa selimut dan bantal.

"Aku tak bisa tidur," kata Erlangga lalu merebahkan tubuhnya di sofa dekat tempat tidur Cempaka.

"Lalu kenapa ke sini?" kesal Cempaka.

"Aku ingin tidur di sini. Aku janji tak akan mengganggu tidurmu, aku akan tidur di sofa," balas santai Erlangga menenggelamkan tubuhnya di selimut yang ia bawa, hal itu membuat Cempaka mendecak lalu kembali merebahkan tubuhnya karena ia sudah sangat mengantuk.

"Ka--"

"Kau sudah tidur?" tanya Erlangga membuat Cempaka kembali membuka mata setelah menghela napas kesal.

"Apa kau datang ke sini untuk mengganggu tidurku?" kesal Cempaka membalas Erlangga yang menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal.

"Maaf, lanjutkan tidurmu," balas Erlangga tak ingin membuat Cempaka semakin kesal dengannya.

"Lagipula kenapa kau ke sini? Bukankah biasanya kau tidur di kamarmu"

Erlangga terdiam sesaat karena merasa bingung untuk menjawab pertanyaan Cempaka. Benar, kenapa tiba-tiba dirinya ingin tidur di ruangan yang sama dengan wanita itu? Tak biasanya ia seperti ini.

Padahal Erlangga biasanya adalah orang yang tak bisa tidur dengan nyenyak jika bukan di kamarnya sendiri. Tapi entah kenapa malam ini ia ingin tidur di ruangan yang sama dengan Cempaka, bahkan dirinya tak bisa tidur di kamarnya sendiri.

"Entahlah, aku hanya tak bisa tidur di kamarku," balas Erlangga didecaki kesal oleh Cempaka yang kemudian kembali memejamkan matanya.
......

Pagi ini Erlangga langsung ke apartemennya begitu selesai sarapan untuk menemui Larissa guna memastikan apakah ada yang kurang untuk acara pernikahan mereka besok.

"Aku membuatkan pie durian untukmu," kata Larissa meletakkan pie buatannya di atas meja. Tapi bukannya senang, Erlangga justru menutup hidungnya saat mencium aroma pie durian tersebut.

"Kenapa Er?" bingung Larissa berlari mengikuti Erlangga saat pria itu tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya dan berlari ke arah kamar mandi karena merasa mual.

"Hah_Larissa, bisa tolong singkirkan pie itu?" pinta Erlangga setelah keluar dari kamar mandi membuat Larissa mengeryit bingung. Bukankah itu makanan kesukaan Erlangga? Lantas kenapa pria itu terlihat tak menyukainya, bahkan memintanya untuk menyingkirkannya.

"Kenapa? Ah- maksudku bukankah kau menyukai sesuatu dari durian?" tanya Larissa digelengi pelan oleh Erlangga yang juga bingung dengan dirinya sendiri.

"Aku tak tahu, tapi rasanya aku ingin muntah saat mencium aromanya," jujur Erlangga membuat Larissa sedikit kecewa, karena dirinya sudah berusaha keras untuk membuatnya tapi ternyata Erlangga tak menyukainya. Padahal Larissa pikir Erlangga akan sangat menyukainya dan menghabiskan semua pie buatannya.

"Baiklah," lesu Larissa kembali berjalan ke arah meja lalu menyingkirkan pie itu dari sana.

"Maaf, aku bukannya ingin mengecewakanmu atau tak ingin memakan pie buatanmu. Tapi sungguh, aku tak bisa," kata Erlangga dengan wajah bersalahnya mendapakan senyuman tipis dari Larissa yang mengangguk paham.

"Tak apa, aku mengerti"

"Lain kali aku akan bertanya apa yang kau inginkan sebelum membuat sesuatu," balas Larissa diangguki Erlangga dengan senyuman manisnya.
......

"Mbak tolong bikinin teh anget kayak biasa ya," pinta Cempaka yang langsung berjalan ke dapur setelah menyibukkan dirinya dengan mual dan rasa pusing yang ia alami setiap pagi selama beberapa hari ini.

Cempaka menghela napas lelah lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja. Cempaka tak tahu dirinya sakit apa, yang jelas sakitnya ini tak sembuh-sembuh dan selalu menyiksanya diwaktu tertentu.

"Eh?" kaget Cempaka saat mendapatkan pijatan pelan dikepalanya.

"Kepalanya pusing?" tanya Bik Nora sambil memijat kepala Cempaka.

Cempaka mengangguk pelan sebagai jawaban. Sebenarnya Cempaka merasa tak nyaman saat Bik Nora yang merupakan orang yang seumuran dengan Almarhumah Ibunya sekaligus orang kepercayaan keluarga ini memijat kepalanya yang merupakan seorang yang lebih muda dan baru hampir dua tahun tinggal di sini.

"Ndok Cempaka beberapa hari ini minta dibikinin teh anget karena mual?" tanya Bik Nora lagi-lagi diangguki oleh Cempaka.

"Udah datang bulan belum bulan ini?" tanyanya kali ini membuat Cempaka terdiam tak langsung menjawab, karena datang bulannya tak pasti jadi dirinya tak pernah mengingat kapan terakhir ia datang bulan.

"Coba ditest, siapa tau memang lagi ngisi"

DEG...
Cempaka meneguk ludahnya susah payah dengan jantung yang berdetak tak karuan hingga membuatnya sesak. Cempaka berdiri dari tempat duduknya secara tiba-tiba hingga Bik Nora berhenti memijatnya.

"Aku lagi pusing Bik, mau istirahat di kamar aja," izin sopan Cempaka diangguki oleh Bik Nora yang tersenyum tipis.

"Iya, nanti kalau perlu apa-apa nelpon Bibik atau siapa biar dianterin ke kamar," balas Bik Nora diangguki oleh Cempaka yang lalu berjalan menjauh sambil membawa tehnya menuju ke kamarnya.

Bohong jika Cempaka tak memikirkan ucapan Bibik, nyatanya perkataan Bibik barusan membuat pikirannya tak tenang. Tapi sebisa mungkin ia membuang dugaan tersebut. Cempaka tak boleh hamil! Apalagi itu anak Erlangga yang sebentar lagi akan menikah dengan Larissa, wanita yang benar-benar pria itu cintai. Cempaka juga tak bisa terus tertahan bersama pria itu, ia ingin bebas dan menjalani kehidupan dengan Liam, sama seperti Erlangga yang akan menjalani kehidupannya dengan Larissa mulai besok.

Tak ada larangan untuk pria menikah lagi, itulah yang membuat Erlangga bisa seperti sekarang dan akan tetap bersama Larissa. Tapi tentu Cempaka tak bisa melakukan hal yang sama seperti Erlangga karena dirinya seorang perempuan.

"Kita harus bercerai apapun yang terjadi," gumam Cempaka meyakinkan dirinya untuk menjalani kehidupan yang bahagia. Ia juga berhak bukan berbahagia bersama orang yang dicintainya? Bukankah tak adil jika hanya Erlangga yang bahagia.
......

(Maaf sayang, tapi hari ini aku berangkat keluar kota untuk membantu pekerjaan Lian. Besok saat aku kembali kita bertemu ok?)

"Baiklah," lesu Cempaka menerima alasan Liam yang tak bisa bertemu dengannya hari ini, padahal saat ini ia membutuhkan pria itu. Tapi Cempaka tak boleh egois, bagaimanapun Liam memiliki urusan sendiri yang lebih penting daripada dirinya yang hanya dilanda kegelisahan.

(Tidak apa-apakan?) tanya Liam memastikan karena ia mendengar helaan napas pelan dari wanita itu.

"Iya tidak apa-apa, ini tidak terlalu penting. Kau bisa membantu Lian, dan pulanglah dengan selamat besok," kata Cempaka membuat Liam jadi tak segelisah tadi untuk meninggalkannya.

(Baiklah, nanti aku kabari lagi)

"Iya, jaga diri baik-baik," pesan Cempaka sebelum panggilan mereka terputus.

CEKLEK...
Cempaka yang baru saja meletakkan ponselnya menoleh saat mendengar pintu kamarnya terbuka dan menampilkan Erlangga yang tengah berjalan ke arahnya sambil membawa nampan berisi piring dan gelas yang sudah terisi.

"Kata Bibik kamu sakit, terus belum makan dari siang," kata Erlangga yang baru saja meletakkan nampannya dinakas samping tempat tidur Cempaka.

"Kau baru pulang?" tanya Cempaka membuat Erlangga menoleh lalu mengangguk pelan.

"Kenapa?" tanya balik Erlangga digelengi pelan oleh Cempaka.

"Er--"

"Ya?"

"Apa kau akan menikahi Larissa besok?" lirih Cempaka membuat Erlangga menautkan alisnya bingung. Bukankah Cempaka sudah tau bahwa ia dan Larissa akan menikah besok?

"Tentu saja, kenapa memangnya?"

"Ah tidak, aku hanya bertanya saja," ucap Cempaka tersenyum tipis dipercayai begitu saja oleh Erlangga yang menganggukkan kepalanya.

........
Cerita yang saya buat semata-mata hanya untuk menghibur dan tidak untuk menyinggung pihak manapun. Maaf jika ada salah yang tidak saya sengaja ataupun tidak saya ketahui.
......

Dua Tahun Tersulit [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें