17. Tidak Tenang

892 42 1
                                    

"Ayah, Ibu, kalian mau kemana?" lirih Erlangga saat kedua orang tuanya semakin menjauh darinya. Tapi kedua orang itu justru diam tak menjawab pertanyaan putranya dan hanya tersenyum sebelum melangkah pergi.

Erlangga berniat menyusul mereka sebelum suara tangis seorang bayi menghentikan langkahnya. Erlangga menatap tangannya yang ternyata sedari tadi menggendong seorang bayi tanpa ia sadari.

"HAH_" desah Erlangga terbangun dari tidurnya dan langsung mendudukkan dirinya.

Erlangga mengusap kasar wajahnya sendiri. Entah kenapa selama lebih dari empat bulan ini dirinya lumayan sering memimpikan mimpi yang sama setiap malamnya.

Apa arti dari mimpinya? Bertemu kedua orang tuanya yang sudah meninggal dan seorang bayi? Bayi siapa yang berada digendongannya saat berada di alam mimpi?

Erlangga menoleh ke samping, menatap Larissa yang masih tertidur pulas, lalu beralih pada handphonenya yang ada di atas nakas.

Erlangga melihat jam yang menunjukkan pukul lima pagi, kemudian berganti melihat tanggal. Kurang dari seminggu lagi, dan Erlangga bisa resmi bercerai dengan Cempaka. Tapi selama kurang dari empat bulan ini, setelah wanita itu memutuskan untuk pergi dari rumah, Erlangga tak pernah bertemu dengannya. Bahkan wanita itu tak ada di rumahnya sendiri, rumah Pamannya, ataupun rumah Liam yang berada di Jakarta. Entah kemana wanita itu pergi sebenarnya.

Erlangga bangkit dari tempat tidurnya kemudian berjalan keluar untuk melaksanakan solat subuh di ruang solat setelah mengambil air wudhu. Mungkin hatinya bisa merasa sedikit lebih tenang jika melaksanakan solat subuh dan memohon petunjuk pada Yang Maha Kuasa.

"Er_" panggil Larissa yang baru saja mengambil air wudhu, menatap Erlangga yang baru menyelesaikan solatnya.

"Larissa?"

"Kenapa gak bangunin aku?" tanya Larissa yang sudah berada di dekat Erlangga.

Erlangga diam tak langsung menjawab. Pikirannya tadi sedang kacau dan ingin menenangkan diri, itulah kenapa ia tak kepikiran untuk membangunkan Istrinya.

"Maaf," hanya itu yang bisa Erlangga ucapkan, hal itu membuat Larissa menghela napas pelan lalu mengangguk paham.

"Baiklah, aku akan melaksanakan solat subuh terlebih dahulu dan kau bisa tenangkan pikiranmu. Ku lihat beberapa hari ini kau terlihat kacau," kata Larissa sebelum mengambil mukena dan menata sajadahnya. Sedangkan Erlangga hanya diam menatap Larissa yang sedang menunaikan solat di sampingnya.
.......

"Kau tak pulang ke Jakarta? Jika mau pulang, pulanglah. Aku di sini bersama Mbak Abil," kata Cempaka pada Liam yang tengah berkutik dengan komputer di hadapannya.

"Tidak, aku ingin menemani kalian," tolak Liam lalu berbalik dan mengelus perut Cempaka yang sudah membesar diusia enam bulan.

DUG... DUG... DUG...

Cempaka dan Liam tersenyum saat merasakan pergerakan di perut Cempaka.

"Dia sangat aktif," kata Liam diangguki setuju oleh Cempaka.

"Iya, dia selalu merespon dengan semangat saat kau sentuh," jawab Cempaka lalu menatap Liam yang mendekat dan mengecup singkat perutnya.

"Dia tahu jika aku adalah calon Ayahnya," kata Liam membuat Cempaka tersenyum lalu mengangguk pelan.

"Bukankah seharusnya beberapa hari lagi kau dan Erlangga bisa bercerai?" tanya Liam membuat Cempaka menunduk lalu mengangguk pelan.

"Iya, tapi aku tak ingin dia mengetahui keadaanku. Tunggu kurang lebih tiga bulan lagi, setelah anak ini lahir dan aku akan menghadapinya langsung. Memintanya untuk menceraikanku," kata Cempaka diangguki paham oleh Liam.

Dua Tahun Tersulit [END]Where stories live. Discover now