19. Bimbingan Malam

786 28 3
                                    

Davit menghentikan mobilnya tepat di depan rumahnya, pria itu menarik kaca depan mobilnya untuk melihat penampilannya sendiri. Davit juga mengambil sisir yang biasa dia simpan di dasbor mobilnya, pria itu menyisir rambutnya dengan pelan. 

Tidak lupa Davit juga mengambil parfum yang turut ia simpan di dasbor. Pria itu menyemprot parfum di leher, di ketiak, dan di bawah perutnya tepat di benda pusakanya bersemayam. 

Davit mengendus-endus tubuhnya sendiri, dirasa sudah wangi, ia pun segera keluar dari mobilnya. Ia akan menemui istrinya yang tadi ia suruh istirahat di rumah saja. Dengan kepercayaan diri yang penuh, Davit segera meraih kunci di saku celananya dan membuka pintu rumahnya. Dengan gayanya yang sok keren, Davit melepas sepatu dan meletakkan di rak samping pintu. Kepala pria itu celingak-celinguk mencari keberadaan istrinya. Davit sudah siap tebar pesona kepada Adinda Lintang. 

"Lintang, kamu di mana?" tanya Davit yang berjalan lebih memasuki rumahnya. Namun tidak ada tanda-tanda Lintang ada di rumah. 

"Lintang!" panggil Davit lagi. Namun tetap saja tidak ada sahutan. Davit mengecek dapur, kamar mandi dan kamar Lintang, tapi ia tidak menemukan tanda-tanda Lintang. Davit mendengus kesal, bahkan pria itu menendang angin.
Kecewa sudah hati Davit, ia pikir saat pulang ke rumah ia disambut istrinya, tapi ternyata istrinya tidak menunjukkan batang hidungnya.

Davit menuju ke dapur, pria itu mengambil air mineral dan meneguknya cepat. Setelah air di gelasnya habis, Davit meletakkan gelasnya dengan kasar di meja yang membuat suaranya sangat kencang. Davit sudah siap tebar pesona, tapi istrinya tidak ada di rumah. Suami mana yang tidak kesal. 

Davit mengambil beras dan mencucinya dengan kasar, sepanjang melakukan kegiatan pun ia terus menggerutu. 

"Nasib punya istri begini, pergi gak pamit, suami pulang ke rumah gak ada orang," ucap Davit ingin melempar berasnya, tapi bisa-bisa ia dimarahi Lintang kalau membuang beras atau makanan begitu saja. 

Setelah mencuci beras, Davit meletakkan di rice cooker dan menutup rice cookernya dengan tak kalah keras. 

Brakk!

Davit memencet tombol on dengan sekuat tenaga. Tidak ada Lintang di rumah membuat Davit kesal setengah pingsan. Jangan setengah mati karena takut kebablasan, padahal dia belum belah duren bersama Lintang. 

Davit tidak tahan, pria itu mengambil hpnya di saku celananya dan menghubungi nomor Lintang. 

"Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif," ucap operator di seberang sana. 

"Kenapa tidak aktif? Diaktifin kan bisa?" sentak Davit dengan kesal. 

"Tunggu beberapa saat lagi," kata operator lagi. 

"Saya tidak bisa menunggu. Saya butuh istri saya!" umpat Davit. Davit definisi bucin setengah gila. Sudah tahu kalau yang bersuara di seberang sana adalah operator, tapi masih saja diajak ngomong. 

Davit makin kesal, pria itu melempar hpnya di meja makan. Sudah ganteng-ganteng siap tebar pesona, Lintang malah tidak ada. Davit menarik kursi di meja makan dan duduk di sana. Pria itu menyangga dagunya sembari mengetuk-ketukkan tangannya di meja. Pria itu juga menatap jam di dinding, setiap menit itu tampak terasa lama saat Davit menunggu kehadiran seseorang. 

Davit masih mengingat jelas ucapan Bayu yang mengajaknya bersaing sehat. Sebenarnya tanpa bersiang pun, Davit merasa ia lah pemenangnya karena ia sudah menikahi Lintang. Namun status kawin kontrak ini sangatlah mengganggu. Davit juga merasa kalau Bayu menilainya menyukai Lintang, bagi Davit ia tidak menyukai perempuan itu. Lintang bukanlah tipenya, tapi melihat Bayu yang mengejar Lintang membuatnya tidak terima. Bagi Davit ia hanya tidak ingin apa yang dimilikinya direbut orang lain, bukan karena ia suka dengan Lintang. 

Belah Duren Where stories live. Discover now