36. Aset Berharga

706 22 1
                                    

 Davit memeluk tubuh Lintang dengan erat, Lintang sudah melepaskan pagutan bibirnya dari bibir suaminya. Kini mereka yang semula duduk berhadapan menjadi duduk di kursi yang sama sembari memeluk tubuh satu sama lain dengan erat. Davit tidak bisa menghentikan kedutan bibirnya yang terus bergerak agresif. Mendapatkan serangan mendadak dari Lintang membuat Davit kalang kabut, pengen lagi tapi mau minta juga sungkan.

Sedangkan Lintang sembunyi di tubuh depan Davit seraya masih memeluk suaminya itu, perempuan itu sangat malu melihat wajah suaminya. Ia hanya mencium Davit agar Davit tidak mengoceh lagi, tapi Davit malah memperdalam ciumannya. Pipi Lintang terasa memanas, jantungnya juga berdebar-debar tidak karuan. Lintang memegang punggung Davit dengan erat sampai baju suaminya kusut.

Lintang benar-benar malu, ingin rasanya menghilang dari hadapan Davit. Lintang merasakan bibir Davit mencium puncak kepalanya. Lembutnya sikap Davit membuat hati Lintang luluh. Lintang terbuai dan terlena karena suaminya.

Andai tidak ingat tempat, Lintang pasti sudah menjerit dengan kencang. Mengatakan pada dunia bahwa ia sedang terbawa perasaan karena Davit. Davit pun demikian, kalau urat malunya sudah putus, pasti dia akan berteriak dan memberitahukan pada dunia bahwa ia mencintai Lintang.

Cinta benar-benar membuat Davit buta segalanya. Pria itu menciumi bertubi-tubi puncak kepala Lintang. Gadis yang dulu ia katai tidak cantik dan bukan seleranya, kini malah dia cintai.

Bianglala semakin lama bergerak turun, mau tidak mau pun mereka harus keluar dari sana, Namun Lintang tidak kunjung melepas pelukan suaminya karena ia malu.

"Lintang, sudah yuk kita keluar!" ajak Davit. Lintang menggelengkan kepalanya.

"Nanti kita dimarahi penjaganya, antrian masih panjang," ucap Davit.

"Gak mau, Pak," kata Lintang tetap keukeuh. Lintang yang mencium, Lintang sendiri yang merasa malu dengan dirinya sendiri.

"Lintang, sudah yuk gak apa-apa. Kita jalan-jalan."

"Saya malu, Pak," jawab Lintang.

"Malu kenapa?"

"Saya malu mencium bapak."

"Gak apa-apa, Lintang. Kan kita pacaran," jawab Davit.

"Tapi kan ini terlalu intim dan di bianglala. Kalau ada yang mengintip dari bawah gimana?" tanya Lintang.

"Gak akan ada yang mengintip. Ayo turun sendiri atau aku gendong?"

Buru-buru Lintang melepaskan pelukannya pada Davit, perempuan itu memalingkan wajahnya dari sang suami karena masih merasa malu karena ia yang mulai terlebih dahulu. Davit menggenggam tangan istrinya dan mengajak keluar dari keranjang, setelahnya pria itu membawa Lintang jalan-jalan menyusuri pasar malam.

Davit melirik-lirik ke arah Lintang, senyum tidak kunjung hilang dari wajah Davit karena masih kesenangan. Sedangkan yang dilirik pun terus memalingkan wajahnya.

Davit dan Lintang bagai abege labil yang baru mengenal cinta. Saling malu-malu kucing padahal bawaannya pengen nemplok mulu. Davit mencecap bibirnya sendiri, rasa manis itu masih ada di bibirnya. Davit seolah enggan menghapus jejak ciuman Lintang. Lintang pun demikian, rasa ciuman itu masih sangat ia rasakan dan enggan ia hapus.

"Lintang, kamu mau makan apa?" tanya Davit.

"Sate bekicot," jawab Lintang.

"Tidak. Aku gak akan beliin kamu makanan aneh itu," jawab Davit dengan spontan.

"Pak Davit gimana sih. Tadi Pak Davit nawarin aku, sekarang malah gak bolehin," ujar Lintang memanyunkan bibirnya.

"Gak boleh makan sate bekicot, mie pedas, da lainnya yang berbau pedas. Kamu lupa kalau aku gak suka pedas?" aceh Davit.

Belah Duren Where stories live. Discover now