41. Terlalu Lambat

332 10 0
                                    


Bayu menatap langit-langit di kamar tamu. Pria itu merogoh hp di saku celananya, mengatur alarm jam setengah lima pagi. Sebagai calon menantu yang baik, ia harus bangun lebih dulu dari calon mertuanya. Bisa-bisa Bayu tidak punya muka kalau ia tidak bangun dengan tepat waktu. Melirik ke jam dinding, jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga, ia hanya dapat kesempatan tidur tidak lebih dari dua jam.

Bayu meletakkan hpnya di bawah bantalnya, jangan sampai alarm nanti berbunyi nyaring yang bisa membangunkan calon mertuanya.

Bayu benar-benar seperti tengah diklat, mau bergerak saja ia sangat hati-hati karena takut menimbulkan suara. Calon mertuanya sudah tidur beberapa menit yang lalu, tapi ia masih saja takut di dekat Pak Seno. Dalam hati Bayu menyumpah serapahi Davit dengan segala umpatan. Davit lah yang sudah mengajaknya hingga kini berada di lubang buaya.

Sedangkan di kamar lainnya, Davit masih saja belum memejamkan matanya. Pria itu sempat memejamkan matanya sebentar tapi kembali terbuka. Ia sangat suka menjahili Lintang, mumpung punya kesempatan berduaan ia pun terus menciumi wajah istrinya.

"Eghh ...." Lintang mengerang dengan pelan karena merasa terganggu.

"Lintang, sudah bangun?" tanya Davit memancing.

"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Lintang tergagap kaget. Perempuan itu dengan spontan langsung terbangun.

"Aku nyusul kamu ke sini," jawab Davit.

"Buat apa?"

"Kok kamu tanya buat apa sih? Jelas buat nemenin kamu tidur. Kamu gak kangen sama aku?"

"Pak, tadi kita sudah bertemu, masak sudah kangen lagi sih. Jangan-jangan ini bukan Pak Davit?" tuduh Lintang mengacungkan jari telunjuknya. Davit menatap jari telunjuk Lintang seraya mendekatkan bibirnya. Pria itu menggigit kencang jari Lintang yang membuat Lintang berteriak.

"Akhh," teriak Lintang.

"Jangan menuduhku sembarangan. Terakhir kali kamu menuduh aku genderuwo. Mana ada genderuwo seganteng aku," kata Davit melepaskan jari istrinya.

"Ya gak usah gigit-gigit, sakit tahu, Pak," keluh Lintang.

"Ya sudah sini aku emut," kata Davit memasukkan jari telunjuk Lintang ke bibirnya. Baru saja Davit mengemutnya tapi Lintang menariknya kembali. Lintang mengusapkan jarinya ke baju Davit untuk membersihkannya.

"Pak Davit ke sini aku gak enak sama mama," ucap Lintang.

"Papa yang ijinin aku ke sini."

"Pak Davit halu kali. Mana ada Papa ijinin Pak Davit ke sini malam-malam. Pasti Pak Davit lewat pintu belakang," ujar Lintang menatap suaminya dengan serius.

"Kamu pikir wajahku wajah kriminal apa sampai gak percaya sama suami sendiri," ucap Davit dengan kesal.

"Ya tapi gak mungkin kalau papa nyuruh Pak Davit masuk."

"Anggap saja papa lagi khilaf. Sekarang balik tidur, nanti kerja jam berapa?"

"Aku kerja jam setengah delapan."

"Aku gak bisa nganter karena nanti ngajar dari jam tujuh," kata Davit membaringkan lagi tubuh istrinya. Davit juga menarik tangan Lintang untuk melingkar di pinggangnya.

"Iya gak apa-apa, kok. Nanti aku bisa berangkat sendiri," jawab Lintang. Lintang ingin melepas tangannya dari tubuh Davit, tapi Davit menahannya.

"Aku sudah susah payah membangunkan kamu agar kamu tahu kehadiranku, saat sudah bangun kamu malah mau melepas pelukanku," omel Davit mengeratkan pelukan Lintang.

Belah Duren Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum