21. Tidak Berkhianat

552 32 4
                                    

Hari ini universitas umum kota Jakarta terasa mendapatkan hujan salju. Pasalnya Pak Davit sepanjang koridor kampus tetap mengusung senyumnya yang membuat para mahasiswi terpesona. Bahkan ada yang menjerit kencang saking terpesonanya dengan senyum Pak Davit. Orang kalau biasa cemberut dan berekspresi datar, sudah pasti saat senyum akan menjadi tanda tanya besar. Seperti saat ini, para mahasiswa pun memiliki pertanyaan besar, ada apa gerangan dengan Pak Davit sampai terus tersenyum seperti ini.

Biasanya saat mengajar dan ada tugas, Davit tidak bisa ampun. Siapapun yang tidak mengerjakannya atau lambat dalam mengerjakan tugas, siap-siap mendapatkan hukuman. Namun kali ini, Davit malah memaafkan dengan suka cita. Tentu saja hal itu sangat mengejutkan. Bahkan banyak yang curiga kalau Pak Davit terkena Jiin Iprit. Mereka malah takut saat Pak Davit terus tersenyum.

Beda dengan Pak Davit yang terus tersenyum, Pak Bayu malah terus cemberut. Aura Pak Bayu yang terkenal ramah dan sopan santun, kini sangat ketus dan suram. Bahkan para dosen lainnya pun sampai bingung. Mereka mengira kalau jiwa Pak Bayu dan Pak Davit tengah tertukar. Yang ramah menjadi ketus, yang datar menjadi murah senyum.

Saat ini Bu Cika tengah istirahat di kantin bersama Pak Davit dan Pak Bayu. Bu Cika duduk di hadapan dua dosen yang masih muda itu. Bu Cika benar-benar heran dengan dua dosen di hadapannya.

"Ekhemm." Bu Cika berdehem kecil, Pak Bayu dan Pak Davit menatap Bu Cika. Tentu saja yang satu senyum yang satu cemberut.

"Apa dunia ini terbalik dan saya tidak mengetahuinya?" tanya Bu Cika.

"Saya hanya lagi senang saja, Bu. Ini bibir saya gak bisa berhenti tersenyum," jawab Davit menusuk-nusuk bibirnya dengan tangannya.

"Pak Bayu, sebenarnya ada apa?" tanya Bu Cika dengan berbisik.

"Pak Davit baru dapat servis dari istri," jawab Pak Bayu dengan pelan.

Bu Cika membulatkan matanya, dosen satu suami dan tiga anak itu menatap wajah Pak Davit dengan pandangan menyelidik.

"Pak, Pak Davit baru dapat servis istri sudah nyaris gila begini?" tanya Bu Cika pada Bayy. Bayu menganggukkan kepalanya.

Bayu tengah dirundung kegalauan. Ia tahu kalau ia tidak seharusnya cemburu dengan hubungan Davit dan Lintang, hanya saja perasaannya tidak terima saat Lintang memberikan servis pada Davit, padahal hubungan mereka hanya sebatas kontrak. Bayu tidak ingin jika nantinya Lintang yang menjadi korban dari keegoisan Davit.

"Memangnya servicenya apa sih Pak yang diberikan Lintang, sampai Pak Davit begini?" tanya Bu Cika pada Davit. Bu Cika bukan perawaan yang harus sungkan bertanya, karena dia sudah punya tiga anak dan bukan hal tabu membahas kehidupan rumah tangga.

"Semalaman ...." Davit berbicara dengan pelan sembari menatap Bayu dan Bu Cika. Sedangkan Pak Bayu dan Bu Cika mendekatkan telinga mereka pada Pak Davit.

"Semalam kenapa, Pak?" tanya Pak Bayu.

"Semalaman penuh saya dan Lintang ...." kata Davit yang sengaja mengulur-ulur waktu. Pak Bayu dan Bu Cika sudah serius mendengarkan. Kalau mereka tidak kepo, sudah pasti mereka akan menonjok wajah Pak Davit yang berbelit-belit, tapi mereka menahannya.

"Semalaman penuh saya dipijat Lintang. Saat bangun pagi badan saya langsung fresh, pijatan Lintang memang mantab," ucap Davit. Bu Cika dan Pak Bayu melongo, mereka menatap Pak Davit penuh tanda tanya.

"Terus ada kejadian lain apa?" tanya Bu Cika.

"Terus saya ketiduran, Lintang juga tidur," jawab Pak Davit mengusung senyumnya. Mengingat semalam membuat Davit ingin mengulangnya.

Bu Cika menepuk keningnya dengan kencang, sedangkan Bayu menghela napasnya dengan lega.

"Ini yang Pak Davit bilang servis istri? Hanya gini saja Pak Davit sudah senang?" tanya Bayu setengah memekik.

Belah Duren Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu