29. Satu Cinta Untuk Lintang

450 27 3
                                    

Davit menjelaskan sembari menatap Lintang yang tampak serius mendengar penjelasannya. Davit sungguh mengagumi Lintang, perempuan yang dulu tidak ia anggap cantik, kini terlihat seperti bidadari. Lintang benar-benar cantik, apalagi saat perempuan itu terlihat serius. Bukan hanya cantik, aura Lintang benar-benar positive.

Kini Davit tidak akan menyangkal lagi kalau ia sangat mencintai Lintang. Davit sudah terjebak pada permainannya sendiri, Davit benar-benar jatuh hati pada Lintang. Tanpa Lintang berbuat apa-apa pun Davit sudah menyukai perempuan itu. Kalau sudah cinta, tidak perlu alasan yang berarti. Terkadang begitulah hubungan yang bermula benci lalu menjadi cinta. Davit merasa hubungannya dengan Lintang sangat klise. Bagai FTV di televisi yang bermula tidak saling suka pada akhirnya malah jatuh cinta. Namun bedanya, kalau FTV di televisi satu untuk semua, sedangkan ia hanya ingin satu cinta untuk Lintang seorang.

"Pak Davit," panggil Lintang saat merasa Davit menghentikan penjelasannya. Davit malah melamun seraya tersenyum sendirian membuat Lintang setengah ngeri. Perasaan ini belum malam jumat, tapi Davit sudah separuh edan.

"Pak Davit," panggil Lintang lagi yang membuat Davit tersentak.

"Eh sampai mana tadi?" tanya Davit tergagap.

"Pak Davit ga fokus, atau kita sudahi saja bimbingannya?" tanya Lintang.

"Saya fokus kok," jawab Davit.

"Kalau fokus kenapa tadi melamun?"

"Karena fokus saya memikirkan masa depan kita," jawab Davit mengusung senyum lebar. Lintang tercekat, perempuan itu memundurkan kursinya karena terkaget dengan senyuman yang menghiasi wajah Davit. Lintang terbiasa melihat wajah garang Davit, dan kini melihat Davit tersenyum membuatnya sedikit takut.

"Pak, Pak Davit apa-apaan sih keluar dari konteks?" tanya Lintang.

"Lintang, beri aku waktu untuk membuat kamu jatuh cinta sama aku!" pinta Davit menatap Lintang dengan serius. Lintang semakin tercekat, bahkan tangannya seolah kaku karena terkena syok terapi.

"Ma ... maksudnya a ... apa?" tanya Lintang dengan kikuk.

"Jangan cepat memberikan surat gugatan cerai itu, Lintang. Kasih aku waktu untuk membuat kamu jatuh cinta sama aku, lalu kita mulai kisah baru kita sebagai suami istri yang sesungguhnya," jelas Davit lagi.

"Saya gak mau memberi harapan apa-apa sama Pak Davit. Saya sudah pernah berharap, tapi saat harapan itu tidak kesampaian, saya sendiri yang sakit. Jangan sampai pak Davit merasakan apa yang saya rasakan," ujar Lintang memasukkan kembali buku-bukunya.

"Lintang, aku mohon jangan membuat semuanya rumit. Aku tahu aku sudah menyakiti kamu, sekarang biarlah aku yang menjadi penawar lukamu," jawab Davit menghentikan gerakan tangan Lintang yang ingin memasukkan bukunya.

Lintang tercenung di tempatnya. Ucapan-ucapan manis Davit berpotensi besar membuat hatinya luluh kembali. Lintang ingin seperti dulu yang tidak pernah tertarik dengan rayuan pria manapun, tapi Davit berbeda. Saat Davit yang mengucapkan kalimat itu, hatinya sedikit berbunga-bunga. Buru-buru Lintang menggelengkan kepalanya, perempuan itu melepas tangan Davit dengan paksa, buru-buru Lintang memasukkan bukunya dan lari tunggang langgang dari hadapan Davit. Davit berdiri, pria itu menatap punggung Lintang yang menjauh darinya.

"Sebegitu bencinya kah kamu sama aku. Sampai kamu pergi tidak mengucapkan sampai jumpa," batin Davit yang matanya masih menatap istrinya.

Lintang berlari tergesa-gesa keluar area kantin. Sepanjang jalannya, jantung Lintang berdetak bertalu-talu. Ia mengaku meski ia selalu berusaha menghentikan perasaannya, ia tetap lemah dengan pesona Davit. Lintang sudah berusaha semampu mungkin untuk tidak lagi mengembangkan perasaannya, tapi nyatanya ia tetap kalah.

Belah Duren Where stories live. Discover now