26. Rasa Frustasi

397 23 2
                                    


Sehabis mengajar, Davit mengitari jalanan Jakarta untuk mencari sang istri. Mata pria itu menatap awas jalan yang ia lalui, besar harapannya untuk menemukan Lintang. Pesannya yang ia kirimkan ke Lintang juga tidak dibalas oleh perempuan itu. Pilihan Davit jatuh pada kedai kopi, pria itu segera menjalankan mobilnya untuk ke kedai di mana ia bertengkar dengan Lintang. Besar harapannya untuk menemukan sang istri.

Setelah beberapa menit, Davit sampai di kedai kopi tempat Lintang bekerja. Pria itu segera keluar dari mobil untuk mendatangi bar. Rasa kesal Davit perlahan memuncak saat di bar ia melihat pria yang sering istrinya sebut dengan nama Fajar.

"Permisi, saya mau tanya sesuatu," kata Davit tanpa berbasa-basi.

"Iya, ada yang bisa saya bantu?" tanya pria yang Davit ingat bernam Saka.

"Apa Lintang ada di sini?" tanya Davit.

"Lintang sudah mengundurkan diri. Katanya dia sekarang bekerja di tempat lain," jawab Saka.

"Hah, kapan Lintang bilang mengundurkan diri?" tanya Fajar yang ikut kaget. Davit menatap Fajar, tangan Davit sudah ingin menjotos pria itu.

"Tadi siang ada surat yang datang, surat pengunduran diri Lintang," jawab Saka.

"Lalu di mana Lintang sekarang?" tanya Fajar.

Brakkk!

Davit memukul meja bartender dengan kencang sampai membuat dua orang itu berjingkat. Juga beberapa pelanggan yang ikut kaget karena ulah Davit.

"Lintang istri saya, buat apa kamu mengkhawatirkan dia?" tanya Davit dengan tajam.

"Istri?" tanya Saka dan Fajar dengan membeo. Davit mengangkat tangannya dan memperlihatkan pada Saka dan Fajar.

"Lihat cincin di jari manis saya. Ini adalah cincin pernikahan saya dan Lintang," kata Davit tersenyum penuh kemenangan.

"Ta ... tapi Lintang tidak bilang apa-apa. Lintang juga bilang kalau ia masih kuliah," kata Fajar.

"Karena Lintang tidak mau pernikahan ini diketahui banyak orang. Dan sekarang saya kasih tahu kamu kalau saya dan Lintang sudah menikah. Jangan khawatirkan dia lagi, apalagi ngajak dia main game. Kalau itu terjadi lagi, saya akan hajar kamu," ancam Davit. Fajar mengepalkan tangannya dengan erat, pria itu keluar dari ruangan bar. Fajar berdiri menghadap Davit, Davit pun hanya menaikkan alisnya menanggapi Fajar.

"Dasar suami pelit. Penampilan kamu saja yang seperti orang kaya, aslinya kamu miskinn hati. Kalau kamu suami Lintang, kenapa kamu gak urus Lintang dengan baik? Kenapa setiap hari Lintang harus kelaparan? Di mana peran kamu sebagai suami?" tanya Fajar bertubi-tubi. Davit yang semula menampilkan raut songongnya, kini pun menatap Fajar dengan intens.

"Apa dia sering bilang lapar?" tanya Davit.

"Iya, bahkan setiap gajian dia selalu ditabung buat menyewa rumah. Apa gunanya dia menikah kalau dia masih luntang lantung di jalanan? tanggung jawab seorang suami adalah menafkahi istrinya, baik itu nafkah materi, tempat tinggal, pakaian, makan, kamu harus mencukupinya. Tapi apa yang kamu lakukan? Andai Lintang cerita sama aku kalau dia akan nikah muda, aku pasti obrak-abrik pernikahannya. Kalau punya suami modelan kamu, lebih baik jadi jomblo bahagia," oceh Fajar menggebu-gebu.

Davit melenggang pergi meninggalkan Fajar. Fajar berteriak meminta Davit berhenti, tapi Davit tidak peduli. Pria itu terus melenggang pergi menuju mobilnya.

Davit memasuki mobilnya dan membanting pintunya dengan kencang. Mendengar ucapan Fajar benar-benar membuat Davit merasa gagal menjadi suami. Terlebih ia yang juga mengatai Lintang. Ia tidak merasakan penderitaan Lintang, tapi ia juga yang membuat Lintang semakin menderita.

Belah Duren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang