30. Nilailah Aku Sesuka Hati

386 24 1
                                    


Hukma tengah berjalan-jalan di taman kampus sembari menatap bunga-bunga yang sangat indah di sana. Bunga yang di sana didominasi bunga Peony yang sangat indah. Hukma menghembuskan napasnya, umurnya sudah dua puluh tiga tahun tapi ia tidak kunjung punya pacar. Hukma membalikkan badannya, ia menatap gedung-gedung kampus. Dulu saat SMP ia berkhayal akan punya pacar saat SMA dan menjalani kisah kasih masa putih abu-abu yang sangat indah. Pacaran di kelas, bolos bersama dan kencan saat malam minggu. Namun itu hanya khayalan, ekspektasinya yang indah kalah dengan realita. Saat SMA ia pun berkhayal ingin punya pacar di kampus dan menjalani kisah cinta masa kuliah, berjalan-jalan di koridor kampus, kencan di perpustakaan dan mengikuti organisasi kampus bersama. Namun lagi-lagi khayalan Hukma dibanting dengan kenyataan yang pahit.


Hukma mengibaskan rambutnya, meski ia selalu tampak baik-baik saja, aslinya dalam lubuk hatinya ia sangat galau. Galau tidak kunjung punya pacar.


Dari kejauhan, Hukma melihat sahabat kakaknya tengah berjalan ke arahnya seraya membawa kertas berwarna putih. Hukma mendengus, melihat Bayu malah mengingatkan Hukma pada tingkah gila pria itu.


Hukma membalikkan tubuhnya, perempuan itu bersiap untuk kabur. Namun suara Bayu menghentikannya.


"Tunggu!" ucap Bayu. Hukma melirikkan matanya, ia ingin melangkah lagi, tapi tangan Bayu menahan pundak belakangnya.


"Hukma, saya mau bicara serius!" ucap Bayu. Hukma tergelak, versi serius dari Bayu berbeda dengan dirinya.


"Kenapa kamu tertawa?" tanya Bayu membalikkan tubuh Hukma dengan paksa agar menghadapnya.


"Pak Bayu ada apa mencegah saya pergi? Saya yakin pasti ada udang di balik bakwan," ucap Hukma.


"Iya, sama halnya udang di balik bakwan, pasti juga ada burung di balik sangkar," jawab Bayu. Hukma memelototkan matanya mendengar ucapan Bayu.


"Pak Bayu mesuum banget sih," ucap Hukma sedikit memundurkan tubuhnya. Masih Hukma ingat jelas kemarin malam saat Bayu ingin modus, padahal sedang berada di rumah kakaknya, Davit.


"Saya mau minta pertanggung jawaban sama kamu. Ini berkasnya dan baca dengan seksama," ucap Bayu menarik tangan Hukma dan memberikan kertas yang ia bawa.


"Apaan ini? Saya gak menghamili Pak Bayu, kenapa saya disuruh tanggung jawab?" tanya Hukma tidak mau menerima kertas itu.


"Kamu pikir saya cowok jadi-jadian yang saat pagi jadi Yanto, malam jadi Yanti? Jelas saya gak hamil, ini pertanggungjawaban yang lain," oceh Bayu.


"Lalu tanggung jawab apa?"


"Kamu sudah menendang benda pusaka saya, turunan kakek moyang dari zaman Pithecanthropus mierebuspakaisaus. Sampai saat ini di jaman modern, benda pusaka harus saya jaga," ucap Bayu membuat Hukma menatap aneh ke arah Bayu. Hukma makin memundurkan tubuhnya dari Bayu. Namun tangan Bayu menarik tangan Hukma hingga Hukma kembali mendekatinya.


"Pak Bayu, bisa gak sih kalimatnya disederhanakan? Ini otak saya yang gak nyambung atau Pak bayu yang error?" tanya Hukma.

Belah Duren Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon