Part 10 Sore Kelabu

215 30 2
                                    

cw : mention of harassment ; sexual harassment ; violence
masih flashback ya:)

Sudah hampir satu tahun keluarga Brataditya kehilangan putri sulungnya. Namun selama itu juga luka yang tertorehkan belum juga sepenuhnya hilang. Di rumah yang dulu penuh kehangatan kini hanya tersisa kenangan yang tak bisa dilupa. Terlebih bagi seorang Nadi, saat ini hanya rasa penyesalan yang masih menghantuinya dan menenggelamkan segala kenangan akan keluarganya.

Apalagi dengan sebuah fakta terkuak jika Kakaknya ingin mengakhiri hidup karena pelecehan seksual yang dialami Kakaknya selama ini. Membuat Nadi semakin bersalah tidak ada disamping Kakaknya di saat Kakaknya memang sedang terpuruk.

Tapi bagi Nadi saat ini, ada satu alasan yang bisa membuat dirinya tetap bertahan. Alasan yang membuat Nadi harus lebih tegar dan mungkin bisa membayar segala rasa bersalahnya yaitu menjaga Mama nya. Sejak kepergian Kakak nya ternyata Tuhan juga membuat kondisi kesehatan Mama nya memburuk. Mama Sinta divonis oleh dokter mengalami depresi berat. Akibatnya tubuh Mama Sinta terlihat lemah dan emosi yang tak terkontrol.

Apalagi kini Mama Sinta harus menjalani perawatan yang diawasi oleh seorang perawat di rumah. Kontrol emosi yabg tak stabil membuat Mama Sinta juga terkadang berusaha menyakiti dirinya sendiri. Hal itu membuat Nadi khawatir dengan kondisi Mama nya. Karena kondisi Mama nya itu Nadi berjanji untuk selalu ada untuk Mama nya.

Disamping itu Nadi juga harus bisa sembuh dari luka hatinya sendiri. Dia butuh dorongan batin supaya dirinya bisa terus menjaga Mama nya.

Nadi berusaha untuk membagi waktu untuk menjaga Mamanya dan menyembuhkan lukanya sendiri. Sudah selama setahun ini Nadi mencoba mencari cara agar dirinya melupakan segala hal yang membuat dirinya terpuruk. Seperti saat ini dengan kamera yang ada di genggamannya Nadi menyelusuri jalanan di sore hari. Nadi memang sengaja meluangkan waktu untuk sekedar memotret objek yang menurutnya pantas untuk diabadikan dalam kameranya.

Sekitar satu jam lebih Nadi sudah mendapatkan beberapa objek foto yang menurutnya menarik. Tak terasa langit sore digantikan oleh awan mendung yang mencurahkan rintik rintik air hujan. Nadi yang merasa air hujan sudah mulai membasahi tubuh dan kameranya memilih untuk berteduh di balkon sebuah gedung.

"Sial, tau gini mobil gue parkir di depan situ tadi" gerutu Nadi

Karena merasa jenuh, akhirnya Nadi memutuskan untuk melihat lihat sekitar gedung itu. Samar-samar Nadi mulai mendengar seperti ada suara yang mengusik telinga nya. Suara itu menarik keingintahuan Nadi untuk mendekat ke arah suara itu.

Ternyata suara yang Nadi dengar yaitu suara alunan piano. Di dalam ruangan terlihat seorang perempuan yang sedang bermain piano. Karena penasaran Nadi mencoba mengintip untuk melihat sosok perempuan itu.

Dilihatnya seorang perempuan yang tengah asik memainkan jari jemarinya di atas tuts piano. Terbuai akan alunan piano Nadi memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di depan ruangan itu.

Sembari menikmati suara rintik hujan sore itu Nadi mengingat semua hal yang dulu pernah membuatnya bahagia. Salah satunya memori tentang Kakaknya yang sudah tiada. Tak terasa air matanya jatuh mengingat kenangan dulu. Nadi mencoba memejamkan matanya menikmati suara piano yang menenangkan hatinya.

Tak terasa alunan piano berhenti. Nadi belum sadar akan itu. Nadi masih dengan menutup matanya sambil bersandar pada kursinya.

"M-maaf, anda menunggu siapa ya?" ujar perempuan pemain piano dengan sopan itu saat ia melihat lelaki tengah duduk di kursi depan studio.

Nadi terperanjat tatkala mendengar suara perempuan membangunkannya.
"Sorry, tadi gue denger suara piano terus ketiduran disini" jawab Nadi

"Oh gitu, kayaknya di dalam sudah gak ada orang juga. Kalo gitu saya pergi dulu" pamit perempuan itu.

Melody untuk Nadi [Jaeminju Fanfic]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora