11. Done?

88 28 141
                                    

Nana terus terdiam sambil mata nya menatap kosong ke arah depan, dia sangat membenci kondisi saat ini. Karena mengingatkan nya dengan masa lalu Nana yang hampir tiap hari di bully.

Trust issue, trauma, Nana takut akan itu. Dia baru saja sembuh dari semua rasa takut nya itu dan ternyata malah rasa akan ketakutan itu datang kembali.

Kepribadian Nana bisa sangat berubah 360° jika sudah begini, biasa nya dia akan menjadi keras kepala, dan emosi yang tidak stabil juga.

Dokter yang berada di ruangan tersebut sudah selesai mengobati beberapa luka memar yang berada di tubuh Nana. Sean langsung melarikan diri ke rumah sakit saat pintu kamar mandi terbuka dan terlihat Nana yang sudah pingsan.

"Terima kasih dok, apa saya boleh pulang?" Nana sangat merindukan rumah nya, bagaimana tidak? Dia selalu saja tidur di rumah Sean karena di paksa.

"Boleh, nanti ambil obat nya dulu ya." Dokter menjawab pertanyaan Nana sambil tersenyum.

"Baiklah, sekali lagi terima kasih." Dokter dan suster yang ikut membantu dokter pun memberikan Nana senyuman dan tak lama pergi keluar ruangan.

Lalu, selang beberapa menit Sean pun memasuki ruangan dan melihat Nana yang sedang rapih rapih ingin pulang.

"Na, mau kemana?" Sean bertanya sambil mengerutkan dahi nya.

"Pulang." Nana menjawab dengan sangat singkat, padat, dan jelas.

"Ke rumah aku ayo." Tawar Sean.

"Maaf Al aku punya rumah sendiri, aku kangen rumah ku." Ucap Nana sambil menatap mata Sean.

"Oh iya, jangan pernah temuin aku lagi. Hubungan kita sampe disini aja." Lanjut Nana lalu pergi meninggalkan Sean yang diam mematung di tempat.

Nana berjalan dengan sempoyongan ke arah taksi yang sudah dia pesan melalui handphone nya. Kepala Nana sangat berat sekali rasanya.

Sesampainya di rumah, Nana pun langsung merebahkan diri.

Disisi lain, Sean pun langsung kembali ke rumah nya tanpa mengejar Nana, Sean memukulkan tangan nya sendiri ke arah dinding.

"AGH SIALAN, KENAPA TIBA TIBA." Sean teriak teriak sendiri layak nya orang gila. Iya gila karena putus cinta.

Tidak lama kemudian, Sean berjalan ke arah meja untuk mengambil handphone nya. Dan segera menelfon seseorang.

"Ini ulah lo, kan?" Tanya Sean menyelidik.

"Tanya aja sama cewek lo, eh ralat mantan." Jawab orang di seberang telfon sana dengan menekankan kata mantan.

Tanpa menjawab apapun Sean segera mematikan telfon nya dan mengambil kunci mobil, lalu bergegas dengan kecepatan yang tinggi untuk sampai di rumah Nana.

Sesampainya di rumah Nana, Sean melihat pintu rumah Nana tidak terkunci dan saat Sean memanggil nya tidak ada jawaban.

Sean pun segara memasuki rumah Nana dan dia sangat kaget, pasal nya rumah Nana yang tidak pernah berantakan dan selalu bersih kini barang berserakan di lantai.

Layak nya seseorang habis melempar lempar kan barang tersebut, Sean khawatir dan berfikir apakah mungkin ada pencuri masuk rumah nya?

Pikiran Sean tertuju pada kamar Nana yang tertutup, yang sudah pasti Nana ada di dalam nya. Dan ya benar saja, Sean melihat Nana yang terduduk di pojok kamar dengan kacau, rambut yang berantakan, dan muka seperti habis menangis.

"Na, kamu kenapa? Cerita sini jangan malah kayak begini." Ujar Sean sambil mengangkat dagu Nana.

"Jangan pegang aku, apa yang perlu di ceritain? Pembunuhan di sekolah emang kamu kan pelaku nya, jujur aja. Aku gak mau punya pacar pembunuh. Dan gara gara aku sama kamu, mereka benci, mereka bully aku, memori ku dulu kembali lagi." Nana berucap sambil mengacak acak rambut nya sendiri.

Nana dulu pernah mengidap penyakit bipolar, dan sudah lama tidak kambuh.

"Punya bukti apa kamu nuduh aku? Dibilang bukan ya bukan! Lagian kamu juga kenapa mutusin hubungan sepihak? Nggak ada persetujuan dari aku, kita masih pacaran." Tidak terima di tuduh begitu, Sean pun menaikan intonasi bicara nya.

"Ya tapi aku gak mau, lepasin Sean!" Sean memangku Nana dengan erat layak nya memangku anak kecil.

"Sstt diem, aku tau kamu punya penyakit bipolar, gak akan aku biarin orang orang itu lepas dan hidup senang senang begitu aja di luar sana secara disini kamu tersiksa." Ujar Sean pelan tepat di sebelah telinga Nana. Membuat Nana merinding seketika.

"Sekarang kamu harus tinggal sama aku, gak terima penolakan! Rumah mu biar saja bibi yang urus sampe orang tua mu kembali dari dinas nya." Sean segera menarik tangan Nana keluar.

Nana tetap lah pada pendiriannya, dia hanya ingin sendirian saat sedang kondisi seperti ini, sungguh.

Setelah berhasil lepas dari tarikan kencang Sean Nana pun berlari ke luar rumah untuk bersembunyi.

"NANA KEMBALI! OH MAU MAIN PETAK UMPET YA?" teriak Sean yang membuat Nana menutup telinga nya takut.

Dan tidak lama kemudian Sean menemukan Nana yang bersembunyi di balik tempat sampah besar di ujung jalan.

"Bwa! Ketemu, ngapain sih?! Ikut atau aku bakal berani bertindak kasar sama kamu." Ucap Sean.

"Lepasin aku tolong, aku pengen hidup bebas kayak dulu tanpa di kekang." Nana menundukkan kepalanya.

"Kamu gak akan bisa lepas dari aku, sejauh jauh nya kamu bersembunyi aku akan tetap menemukan mu."

Oke, untuk saat ini Nana akan menurut ikut karena dia sudah sangat lemas sekali tubuh nya.

Sesampainya di rumah Sean, Sean pun mengunci pintu kamar nya dan meninggalkan Nana sendirian di kamar Sean.

Yang ada di pikiran Nana saat ini hanya lah kabur, Nana memiliki paspor dan kartu atm yang jumlah uang nya lumayan banyak karena uang dari orang tua nya jarang sekali ia pakai.

Masalah nya satu, Nana harus pulang dan mengambil itu semua.

Nana melihat dari balkon kamar Sean, dia melihat tidak ada penjaga sama sekali di rumah nya. Dan Nana berfikir untuk lompat saja dari balkon karena di bawah sana ada rumput rumput yang lumayan tebal.

Pikiran Nana kacau, ia sangat ingin kabur.

| | |

Haloo, jangan lupa vote nya ya! Thank you.

ALSEANODove le storie prendono vita. Scoprilo ora