🌶️🍭SCR-43🍭🌶️

166 36 9
                                    

"Lo baru ada masalah sama Carol?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lo baru ada masalah sama Carol?"

Belva berdecak keras. Pertanyaan pertama yang Cristal lempar begitu sambungan telepon mereka terhubung menghadirkan kesal. Susah payah Belva mengalihkan pikiran dari gadis itu. Dua hari uring-uringan tanpa akhir membuat Belva capek sendiri.

Bukan hanya pikiran. Tubuhnya juga lelah luar biasa. Karena demi mengenyahkan Carol dari dalam otak, Belva harus memaksa tubuh bergerak 2x lebih hebat dari biasa. Seluruh pekerjaan dia lahap habis. Olah raga yang biasa hanya lari kecil, sekarang naik menjadi angkat beban. Belum lagi renang yang dia lakukan di malam hari karena tidak bisa tidur.

"Va, lo tahu kan gue baru di Temanggung. Gue belum bisa balik ke Jakarta. Bella juga ada kerjaan di Malaysia. Kami khawatir sama kalian. Lo baik-baik aja kan?"

"Cewek brengsek itu hubungi lo?" tebak Belva. Dari mana lagi Cristal tahu kalau bukan dari Carol.

"Va, mulut lo dijaga. Jangan sampai ntar lo nyesel!" Dengan keras Cristal menghardik sahabatnya itu. "Carol sama sekali nggak ngomong apa-apa. Gue sama Bella yang curiga. Dari kemarin lusa gue telepon nggak dijawab. Gue chat juga nggak dibaca. Aneh. Gue pikir lo tahu. Eh, respon lo malah kayak gini. Pasti lo baru ada masalah sama dia kan?"

Belva mengembuskan napas keras. Antara lega dan marah. Lega karena ternyata Carol tidak lari ke bawah ketiak Cristal dan Bella. Namun, di satu sisi Belva merasa tidak dianggap. Apakah masalah mereka sama sekali tidak berarti bagi Carol, sampai gadis itu tidak berusaha memperbaiki hubungan mereka.

"Ekspektasi gue saja yang terlalu tinggi."

"Ada apa sih, Va?"

Merasa otaknya tak lagi mampu menampung perselisihan yang ada, Belva menceritakan tiap detail kejadian kepada Cristal. Tak bisa dipungkiri, masih ada pikiran tak rela jika Carol benar-benar melakukan hal tersebut. Satu sisi diri Belva tidak meyakininya. Namun, dia tidak punya alasan yang tepat. Jika rasa sayangnya yang dijadikan penguat, jelas Belva tidak sudi. Dia bukan budak cinta yang tidak bisa membedakan benar salah.

"Astaga, Va! Lo tolol banget. Gimana bisa lo mikir kalau Carol yang jual itu kamar? Bukti yang lo punya nggak valid. Lagian, lo kenal Carol dari tahun kapan? Lo pasti tahu sendiri gimana dia."

"Justru karena gue kenal dia, gue tahu gimana sifat dia yang sebenarnya," gumam Belva.

"Maksud lo apa sih, Va? Ini ada hubungannya sama masalah sepuluh tahun lalu?"

"Kurang lebih."

"Gue nggak ngerti ada masalah apa antara lo sama Carol dulu. Entah salah paham atau gimana, karena Carol nggak tahu lho masalah kalian apa. Lo sendiri yang tahu-tahu benci sama dia. Tolong lo pikir ulang. Cari kejelasannya. Lo udah tua, Va, bukan waktunya mikir pakai emosi. Jangan sampai masalah yang dulu yang belum kelar, ngaruh ke sekarang."

Sweet Carolina ReaperWhere stories live. Discover now