Chapter 24

422 64 50
                                    

Henry Jefferson, menteri luar negeri Amerika kini datang secara sadar dan terhormat pada pertemuan pribadi bersama Justin Allard Rousseau yang diadakan secara mendadak. Pria berambut pirang itu rela menggilir jadwal padatnya demi memenuhi keinginan Justin yang tiba-tiba menghubunginya secara langsung, mengatakan jika pertemuan penting kali ini berhubungan dengan proyek besar yang tengah ditunda tanpa alasan.

Mereka bertemu di restoran mewah yang disewa oleh Justin. Butuh waktu beberapa menit bagi dua orang penting itu untuk berbasa-basi secara formal sebelum masuk ke pembicaraan utama. Henry menyesap segelas wine untuk ke sekian kalinya, lantas menatap Justin yang kini tengah sibuk menggulir sesuatu di laptopnya. Pria bermata hazel dengan pahatan wajah yang sempurna itu terlihat fokus sebelum memutar layar laptopnya ke arah Henry. Hingga menteri itu dapat melihat sesuatu yang tertampil di sana.

"Anda sudah melihat desain ini berkali-kali. Tapi kali ini, timku membuat desain yang lebih detail. Anda bisa melihatnya di sini." Justin menunjuk layar laptopnya di satu titik, memperlihatkan desain monumen yang akan menjadi sejarah baru untuk Washington. "Material yang kugunakan akan menjadi sesuatu yang baru dan bersejarah."

"Lalu kapan Anda akan merealisasikannya?" Henry bertanya seraya menaikkan satu alis. Pria itu tidak bisa menyembunyikan raut skeptisnya. "Ini sudah terlalu lama. Kesepakatan kita bukan seperti ini. Pikirkan kolega lain yang turut bekerja sama dalam proyek ini."

"Tuan,"

Henry terdiam, lantas kembali menyesap segelas wine di satu tangannya.

"Aku ingat sekali, saat Anda... maksudku, kalian, menghubungi perwakilanku berkali-kali untuk kerja sama ini."

Henry tidak menjawab, ia membiarkan Justin menguak tujuan sebenarnya dari pertemuan ini.

"Kalian tahu pasti soal keuntungan dan sorotan yang besar jika kerja sama ini terjalin. Dan aku merasa sangat terhormat karenanya. Tapi..." Justin menghela napas, seringai culas mulai muncul di bibirnya. "... aku berhak membatalkan kerja sama ini kapan saja."

"Apa maksud Anda?"

Diam-diam Justin menyeringai puas saat memandangi raut wajah Henry yang berubah panik.

"Sepertinya Anda sangat paham akan risiko yang terjadi jika proyek ini kacau. Washington hanya bergantung padaku soal yang satu ini." Justin terkekeh. "Aku punya satu permintaan."

"Tuan Rousseau, aku sangat membenci kemungkinan terburuk."

"William."

Henry mengernyit.

"Serahkan William padaku. Buang dia dari kerja sama ini. Jika ada sesuatu yang buruk terjadi, Anda hanya perlu menyediakan satu kambing hitam."

Tanpa sadar, Henry terperangah. Pria itu kehilangan kata-kata saat mendengar kalimat Justin baru saja. Dari sekian banyak orang di negara ini, mengapa Justin menargetkan seorang pengusaha yang lumayan berpengaruh di Washington? Mengapa Justin menginginkan William yang notabene adalah koleganya sendiri? Di saat mereka baru saja bekerja sama untuk mengerjakan proyek besar yang menjadi perhatian dunia? Apa yang akan ia lakukan? Justin sudah gila. Lagi-lagi pria itu menawarkan pilihan yang sulit pada orang lain.

"Bagaimana? Tidak masalah, bukan?" Justin bersandar di atas kursi seraya menaikkan satu tungkai kakinya ke atas lutut. "Tenang saja. Anda hanya akan kehilangan satu sahabat. Secara materi, Anda tidak akan dirugikan."

Henry memejamkan matanya kuat-kuat. Justin benar-benar membuka pilihan yang sulit. Di sisi lain, Henry tidak bisa mengorbankan sahabatnya sendiri untuk ini. William dan Henry sudah berteman sejak kecil, mereka telah menelan banyak pengalaman hidup bersama. Namun di sisi lain, ini kesempatan besar baginya. Henry sangat menantikan kerja sama ini sebagai perwakilan negara.

SLUT 2 [COMPLETED]Where stories live. Discover now