Chapter 1

20.4K 842 173
                                    


WARNING: MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN DAN KONTEN DEWASA, MUNGKIN SEJENIS BDSM YANG SANGAT TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU. JIKA KALIAN MERASA TAKUT PADA KEKERASAN DAN BELUM MEMILIKI USIA YANG CUKUP UNTUK MEMBACA CERITA DEWASA, DIHARAPKAN UNTUK BIJAK DALAM MEMILAH BACAAN. TERIMA KASIH.

¤¤¤

8 ans plus tard (8 tahun kemudian)...

"Tidak!"

Tambang mengikat beberapa bagian tubuhnya, pergelangan tangan dan kakinya, diikuti lilitan di perut hingga dadanya yang terbuka. Ia terpampang, bagaikan bayi, bagaikan sebuah manekin hidup yang tak terpakai. Dia diikat, dicekal, dicancang. Tambang itu seakan mendekapnya kuat, keringat dingin menjalar hingga membasahi tambang yang melilitnya. Bibirnya tersumpal, dijejal kain dengan bau pesing yang menjijikkan.

"Jangan berteriak! Diam!"

Lalu pria itu kembali menggerayangi tubuhnya yang terlilit, ia dikuasi oleh pria itu. Seringai menyeramkan terbit di wajahnya saat pria itu memandangi tubuhnya. Di kegelapan, wanita itu menjerit meski kain berbau pesing menjejal di mulutnya. Air mata yang mengering kembali keluar dengan deras, ia menangis. Namun apalah arti dari air mata untuk dunia yang kejam?

"Diam, Sayang! Diam!" hardik pria itu lagi, kepalanya bergerak mendekat. Lantas berbisik tepat di telinga sang wanita yang terasa lembab oleh keringat. "Jangan sampai Jericho bangun dan mendengar teriakanmu."

Pria itu lantas tertawa. Tawanya bergema di tengah keheningan mencekam. Sementara objek di depannya terus menggeliat bagaikan cacing. Dengan tubuh terikat penuh keringat, payudara membusung yang terkukung oleh tambang dan mulut yang tersumpal oleh kain berbau pesing. Air mata kian menderas turun membasahi wajah seorang Hawa itu, menyatu dengan keringat yang melekat di tubuhnya.

"Kemari, Sayang, lihat aku. Lihat wajahku."

Pria itu meraih dagunya, mencengkramnya kuat. Memaksanya untuk mendongak ketika wanita itu menunduk karena lemas. Dengan pasrah ia mendongak, memandangi seringai culas yang terkembang di bibir tebal pria itu. Dia bajingan, dia bajingan, batinnya tanpa henti. Sementara pria itu terus memamerkan seringai culasnya, tanpa peduli dengan sirat ketakutan yang terlihat di wajah wanita itu.

"Jangan menangis," gumam pria itu. "Jangan menangis. Wajahmu lembab seperti ular. Jangan membuatku jijik!"

Di balik mulutnya yang tersumpal, wanita itu menggeram. Perasaan mual menderanya ketika bau pesing itu terkecap di mulutnya. Ia tersiksa. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menangis. Dan ketika ia berusaha untuk patuh dan meredam tangisannya, tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang menggelitik bagian intinya. Wanita itu praktis mengejang. Merasakan gelitikan yang perlahan berubah menjadi sengatan ngilu.

Sengatan itu menggetarkan vaginanya yang merekah, menguarkan perasaan ngilu yang tak terbendung. Pria itu menekan-nekan kuas cat tepat di klitoris kelaminnya, hingga bulu-bulu yang terdapat dari kuas tersebut membuat wanita itu semakin tersiksa. Ada perasaan aneh, ngilu yang menyakitkan. Menjalari tubuhnya hingga mengejang-ngejang. Seketika kantung kemihnya terasa penuh. Ia merasa ingin kencing.

Ia berteriak di balik mulutnya yang tersumpal.

"Jalang cabul! Lihat ini! Vaginamu banjir!" kekeh pria itu seraya menyeringai puas. Tangan besarnya merekahkan kelamin wanita itu semakin lebar, lantas mengesekkan bulu-bulu kuas itu semakin kasar.

SLUT 2 [COMPLETED]Where stories live. Discover now