8

240 22 0
                                    

Afshana tidak pernah berpikir bisa melihat Ghaisan begitu kacau. Ia memandang sekeliling, semua orang asyik berdansa tanpa peduli sekitar.

Terlihat di depan bar, sosok pria duduk sendirian dengan tatapan meratapi nasib. Mendatangi klub bukan jadi hobi Shana, namun ia tidak terlalu asing dengan suasana di sana. Berbeda dengan Ewa dan Nana yang mempunyai jadwal rutin berkunjung. Shana akan ikut jika memang kepalanya sudah out of control dengan segala kerumitan pekerjaannya.

"Sebentar lagi kebebasan gue berakhir. Ah tapi gue udah tiga puluh tahun. Pantas aja nyokap buru-buru jodohin gue. Jodohin? Kuno banget nggak sih. Memangnya gue Siti Nurbaya." Kai meracau tak jelas sembari tersenyum sendirian. Sedangkan bartender hanya tersenyum memaklumi.

Shana sudah berdiri di samping Kai. Ia membiarkan Kai. Biarkan untuk kali ini saja, batin Shana. Shana kembali memperhatikan sekelilingnya. Meski cahaya lampu temaram tapi ia masih bisa melihat jelas sosok Ewa dan Uta di floor dance. Lebih tepatnya Uta menjaga Ewa yang sudah tak terkendali. Sedang di pojokan meja terdapat Nana dengan new face yang saling menggoda. Shana hanya mampu menggelengkan kepala.

"Lagi!" Seru Kai dengan wajah yang sudah memerah.

Bartender yang kegirangan mendapat pesanan tambahan, menyodorkan gelas kecil berisi tequila. Dengan gerak cepat Shana menyingkirkan gelas tersebut.

"Hei, lo…" ucapan Kai berhenti dengan mengerjapkan mata. "Shana." Panggilnya pelan. Matanya sudah tidak bisa fokus.

"Lo udah kebanyakan minum." Shana duduk di samping Kai sambil berpangku tangan.

Kai tersenyum lemah. "Lo datang buat lihat gue yang menyedihkan ini? But it's still glad to see you."

Shana hanya memandangi Kai. "Bukannya lo terlalu dingin sama gue ya Shan? Memangnya delapan tahun ini kurang perhatian apa sih gue? Gue harus gimana lagi sih biar lo tau?" Kai sudah berseru dengan nafsu.

Tak lama Uta datang dengan Ewa. Shana tersenyum kecil pada Kai lalu menoleh pada keduanya. Uta yang di sampingnya sudah menatap iba. Perjodohan Kai sudah ia dengar. Memang itu tindakan ekstrim dan tak menyangka Tante Latifa dan Om Rama setuju untuk lakukan itu pada Kai. Bukan Ghaali sang kakak. Memang sesusah apa Kavana Group sampai harus menjodohkan Kai? Sampai kapan pun Uta tidak akan pernah setuju.

"Bawa orang galau emang ribet." Ewa mengibaskan rambut seraya menarik bangku di sisi Kai. Posisi Kai berada di tengah kedua wanita tersebut dan Uta berdiri di samping Ewa.

"Jelas aja galau, dijodohin. Gue juga nggak mau." Jawab Uta sewot.

"Kok lo sewot sih. Percuma aja Kai begini, harusnya dia ngomong sama Tante Latifa." Ewa mendelik.

"Menurut lo Kai bakal diam aja? Lo kayak nggak tau tipikal Tante Latifa aja."

Ewa berdecak, "harusnya kalau Shana peka semua urusan kelar." Ewa menyindir seraya menatap Shana langsung.

Satu alis Shana terangkat. Mulutnya sudah terbuka setengah tatkala sebuah seruan mengagetkan semua orang. "Shut up!" Kai sudah berdiri dengan berkacak pinggang. Diambilnya gelas tequila lalu diteguknya cepat. "Kebanyakan bacot lo semua." Kai melangkah tertatih meninggalkan ketiga temannya.

Belum sampai tiga langkah ia sudah menubruk orang. Dengan serampangan Kai mendorong orang tersebut. "Lo kalau jalan pake mata dong." Tubuhnya hampir limbung.

Pria di depannya mulai tersulut tanpa basa-basi tinjuan melayang ke wajah Kai. "Bangsat! Lo yang nabrak duluan bego." Seolah tak puas, ia ingin melayangkan tinjunya lagi.

"Stop." Shana sudah mendorong tubuh itu. Pria tersebut menatap marah. "Sorry, dia lagi mabuk aja. Sekali lagi maaf ya." Shana mendekat seraya menepuk pelan bahu pria tersebut. "Sebagai gantinya gue traktir." Shana tersenyum lalu menoleh ke arah Ewa.

The Things I Never Do [TAMAT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora