41

146 10 0
                                    

Minal aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin ya.

Ada yang kangen Ghaisan-Shana?

Udah berabad-abad rasanya nggak up. Enjoy ya!

***********************************************************************************************

Afshana masih dalam keadaan diam. Saat ini Ibu dan dia tengah duduk bersisian di pinggir ranjang. Shana sedang menunggu apa yang akan Ibu ucapkan padanya.

"Tadi Ibu dengar Kakak sudah mau menikah. Sama siapa? Ghaisan?" Ibu memulai percakapan.

Shana hanya menanggapi dengan gumaman. Tadinya ia berpikir akan memberikan sebuah kejutan jika Shana memberitahu kabar ini. Hatinya jadi deg-degan tak karuan dan tak sabar melihat raut bahagia Ibu juga Ayah. Namun, semua perasaan itu lenyap karena kekesalannya bertemu dengan Ari. Ditambah sikap Ibu yang ramah, membuat hati Shana panas.

"Alhamdulillah, ya Allah. Akhirnya Shana mau menikah. Ibu senang sekali." Ibu tersenyum tulus seraya menggenggam tangan Shana. Biasanya Ibu akan menghambur memeluk Shana. Namun sepertinya saat ini Ibu sedang menahan diri, kentara sekali jika beliau merasa bersalah pada Shana.

"Kak, soal Mas Ari–"

"Apa sikap Ibu selalu seperti itu saat dia datang kemari?" Shana memotong ucapan Ibu dengan kepala menunduk.

"Apa sikap Ayah juga sama seperti Ibu?" Shana kembali bertanya.

Ibu menghela napas pelan. "Ibu kalau lihat Mas Ari itu kayak lihat Kakak."

Shana mengangkat kepala dengan rahang mengeras. "Bahkan aku nggak akan pernah lupa sama perbuatannya dulu." Shana bergerak naik ke atas ranjang. "Aku mau istirahat, Bu." Ucap Shana seraya menarik selimutnya.

Terdengar helaan napas dari Ibu. Lalu suara langkah menjauh dan pintu tertutup.

Apa sikapnya terlalu berlebihan? Sudah 8 tahun berlalu tapi rasa sakitnya masih sama seperti kemarin. Semua itu tidak hilang justru luka itu masih basah. Yang pasti Shana tak melupakan itu semua.

Harusnya kepulangannya kali ini bisa memberikan kelegaan bagi hati Shana dan keluarganya. Namun, semua itu pupus karena kemunculan masa lalunya.

***

"Kakak mau menikah Yah dengan Ghaisan."

Gerakan tangan Shana terhenti seketika. Pandangannya bertemu dengan Ayah yang duduk di seberangnya. Ia menjadi pusat perhatian keluarganya.

Shana berdeham pelan, "ya, aku dan Ghaisan akan menikah."

Ayah, Ibu dan Afrizal masih menutup rapat mulut. Mereka seolah tau masih ada ucapan yang ingin Shana ucapkan.

Shana menarik napas panjang. "Ini semua nggak mendadak. Aku yang mau menikah. Dan ini semua karena hatiku yang sudah memilih Kai. Aku sudah lupa yang dulu tapi bukan berarti aku masih lupa sama rasa sakitnya. Gimana pun aku nggak bisa melupakan itu semua. Jadi, aku minta tolong nggak usah terima dia lagi ke sini. Aku nggak mau buat Kai salah paham. Aku minta tolong Ayah, Ibu."

Suasan masih hening. Hal itu buat kepala Shana kian menunduk.

"Bukan cuma kamu. Ayah, Ibu juga Afrizal belum melupakan itu semua. Tapi bukan berarti kami nggak memaafkan dia. Bukan cuma kamu yang kesulitan, Kak. Ari juga mengalami hal yang sama."

Shana mengeratkan genggamannya pada sendok. Ucapan Ayah barusan terdengar menyudutkannya.

"Ayah lupa kalau itu semua ulah dia sendiri? Aku nggak ada tanggung jawab atas itu semua." Shana menggelengkan kepalanya dengan keras. "Satu lagi, aku udah maafkan dia. Dia bisa jalanin hidupnya lagi."

The Things I Never Do [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang