09

790 225 21
                                    

Aneta menjauhkan bibirnya dari telunjuk cowok itu. Dia tak tahu harus mengatakan apa. Jadi, satu-satunya hal yang sebaiknya dia lakukan adalah tak membahas kejadian barusan.

"A... eum." Elon gergagap. Diturunkannya telunjuknya yang masih terangkat, lalu dia mencoba mengalihkan perhatiannya kembali pada apa yang sempat tertunda. "Coba denger. Mirip suara anak-anak yang tadi nggak?"

Elon mengintip lewat lubang kecil yang membuatnya melihat suasana di luar. Aneta melakukan hal yang sama di celah berlubang lainnya. Keduanya merapatkan bibir ketika mendengar suara percakapan beberapa cowok yang semakin dekat.

Cowok-cowok berseragam SMA D'Graham pun muncul. Jumlahnya enam orang dan Elon dapat memastikan bahwa di antara mereka tak ada yang mengejarnya tadi.

"Anak STARA?" Salah satu di antara mereka bicara lewat ponsel yang sudah sejak tadi menempel di telinganya. "Cewek dan cowok? Nggak ketemu. Emangnya kenapa?"

Rencana Elon untuk segera keluar dari tempat persembunyian hancur dalam sekejap. Salah satu cowok yang mengejarnya tadi ternyata sedang berbicara dengan seseorang yang Elon perhatikan saat ini.

"Apaan?" tanya salah satu dari mereka.

"Katanya kalau lihat dua anak STARA, cewek dan cowok, langsung tangkap," balas cowok yang belum memutuskan panggilan teleponnya.

"Emang kenapa?"

"Nggak tahu, tuh."

"Ian, ada rokok nggak?"

"Minta ke yang lain sana." Cowok bernama Ian itu menyandarkan punggungnya ke tembok dan baru menjauhkan ponselnya setelah temannya yang lebih dulu mengakhiri panggilan tersebut. Dia mengusap lehernya, lalu menggerakkannya ke kiri dan kanan hingga terdengar bunyi. "Ck, belakangan ini nggak ada hal-hal yang seru, ya?"

"Nih, seru. Mau lihat cewek yang baru gue pacarin minggu lalu?" Salah satu teman Ian menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Foto seorang cewek yang tak mengenakan sehelai benang di tubuh bagian atasnya.

Ian tak menggubris temannya karena memandang ke papan yang menyembunyikan Aneta dan Elon setelah merasakan keanehan di sana.

Aneta menyadari pandangan Ian dan dia menahan napas untuk beberapa saat karena terlalu khawatir cowok itu menyadari keberadaannya di balik papan.

"Gue minta foto t*t*nya padahal gue bercanda doang langsung dikasih, dong!" seru cowok yang menunjukkan foto telanjang tersebut, lalu menunjukkannya ke cowok-cowok lain.

"Bangs*t." Salah satu dari mereka ikut menatap dan terbahak-bahak. "T*t* yang teposnya kebangetan gitu malah dipamerin. Salah target lo."

"Aelah, lo dikasih juga bakalan mau."

Waduh? Mata Aneta melotot. Apa yang sedang mereka bicarakan? Aneta merasa terkejut karena kaumnya sedang digunjingi seperti ini terlebih lagi pembahasan mereka yang keterlaluan.

"Udah lo ... rin ... ha ... sa...." Tak ada lagi suara percakapan dari cowok-cowok itu. Aneta tak mendengar percakapan yang jelas karena hanya ada suara samar-samar.

Bukan karena mereka berhenti bicara apalagi karena pendengaran Aneta yang bermasalah, tetapi karena kedua telinganya tertutup oleh masing-masing tangan Elon. Gerakan Elon yang halus barusan itu ternyata untuk menutup kedua telinganya agar tak mendengar percakapan tak mengenakkan dari cowok-cowok D'Graham. Aneta melihat bibir mereka masih bergerak. Mereka bahkan bercerita dengan heboh. Namun, tak ada yang bisa Aneta dengan dengan jelas.

Perlakuan kecil itu membuat hati Aneta menghangat. Tubuhnya jadi kaku karena kejutan mendebarkan yang dilakukan Elon barusan.

Asap rokok mulai menyebar di udara. Pembicaraan cowok-cowok D'Graham yang sedang nongkrong masih berlanjut. Cowok berambut cepak yang bernama Ian itu sudah tak lagi melihat ke arah papan di mana ada Aneta dan Elon di baliknya.

Blooming FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang