21

733 211 31
                                    

Aneta tak menyangka bahwa Elon lah yang muncul dan bahkan memukul wajah Ian hingga cowok itu kembali terjatuh ke lantai sembari memegang hidungnya karena saking kerasnya pukulan Elon.

Benang-benang raket semakin tak beraturan. Elon memegang gagang raket dengan waspada karena Ian kini berdiri dengan emosi.

"Entah ini hari sial gue...." Ian melangkah ke samping dengan linglung. "Atau kalian yang sial!"

Cowok itu benar-benar sedang kehilangan rasionalitasnya. Diambilnya sebuah vas bunga kaca yang ada di meja kecil sudut rungan milik wali kelas, lalu dilemparinya Elon dengan benda itu. Elon menangkisnya dengan refleks menggunakan raket yang dipegangnya hingga lebih dari setengah benang raket tersebut putus dan pegangan raket itu kini patah.

Vas bunga itu jatuh ke lantai. Pecah dan menyebar ke lantai. Aneta menggeser pecahan kaca besar menggunakan kakinya untuk dia arahkan ke tangannya di belakang punggung agar dia bisa membuka kaitan tali di tangannya itu sendirian. Namun, Elon menoleh padanya dengan khawatir.

"Jangan! Nanti tangan lo luka. Gue beresin dia dulu."

Aneta langsung mengurungkan niatnya itu.

"Memangnya lo mau apain gue?" Ian tertawa, meremehkan Elon yang hanya berlindung di balik raket yang sudah hancur. Dia mengambil pecahan kaca. Kaca itu berukuran setengah tangan miliknya, lalu dia gunakan untuk menunjuk Elon. "Ambil kaca juga dan lawan gue. Gue bersumpah bakalan buat lo luka-luka!"

Elon melirik pecahan kaca di dekat Aneta. Dia kemudian mengambil kaca itu. Bukannya menghampiri Ian seperti yang Ian inginkan, Elon justru mengambil kesempatan tersebut untuk memotong tali yang mengikat Aneta.

"Gue nggak harus ngeladenin dia, kan?" tanya Elon kepada Aneta yang menatapnya dengan pandangan khawatir.

Elon mempercepat aktivitasnya memotong tali tersebut ketika melihat Ian melangkah menghampiri mereka. Mereka beruntung karena langkah Ian terganggu oleh rasa sakit di beberapa anggota tubuhnya.

"Siapa yang nyuruh kalian lolos?!" tanya Ian, sedikit berteriak. Dia melempar kaca di tangannya itu dan tepat mengenai kepala Elon.

Pintu diketuk dua kali bersamaan dengan masuknya seseorang di kelas itu. "Akhirnya ketemu."

Elon terkejut dengan suara yang baru saja dia dengar. Dilihatnya Malvin yang mendekat kepada Ian, tetapi kemudian Elon kembali fokus pada tali yang sudah hampir putus. Ketika tali itu putus, dia melepaskan ikatan tersebut dari tangan Aneta.

Aneta langsung berdiri. Diambilnya tas dan juga ponselnya sesegra mungkin. Pandangannya tertuju kepada Ian yang berusaha menghampiri Elon.

Malvin langsung menghadang Ian. "Urusan lo sama gue."

Ian menghela napas panjang dan memandangi Malvin dari atas sampai bawah. "Lo siapa, hah?" Dia yakin tak pernah melihat Malvin di D'Graham.

Elon mendekat, tetapi Malvin langsung mengarahkan tangannya.

"Kalian bisa pergi. Dia jadi urusan gue sekarang."

Elon menatap Malvin. Dia ragu meninggalkan Malvin sendirian, tetapi melihat bagaimana Malvin dengan tegas menyuruhnya pergi dan melihat kakaknya itu tak memiliki luka setelah sebelumnya berurusan dengan banyaknya siswa D'Graham, Elon akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Malvin sendirian.

Digenggamnya tangan Aneta agar mereka tak berpisah, lalu dia keluar dari kelas itu membawa Aneta bersamanya.

"Kita harus cari Geisha dulu!" seru Aneta, menahan Elon yang mengarah ke gerbang sekolah yang kosong.

Elon menoleh heran. "Geisha?"

"Iya, dia yang duluan dibawa sama anak D'Graham."

"Hah? Kok sampai Geisha juga? Mereka mau apa, sih?" tanya Elon, tak habis pikir dengan siswa-siswa D'Graham yang membuat para perempuan terlibat dalam urusan pribadi mereka. "Ayo cari. Kita cari di kelas yang belum gue cek."

Blooming FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang