35

810 220 27
                                    

Seolah ada benang kusut di kepala Aneta saat ini.

Darian, cowok berkumis tipis itu rupanya benar-benar tak hanya asal bicara ketika semalam berkata pada Aneta lewat chat bahwa dia akan menemui Aneta saat istirahat di kantin untuk mendengar jawaban Aneta langsung. Padahal Aneta sudah menolak mentah-mentah.

"Hei, lo ganggu banget, sih? Anet kan udah bilang nggak mau pacaran!" seru Sheila. Meski dia tak tahu pasti bagaimana awalnya Darian tiba-tiba muncul, tetapi dia sudah menebak bahwa cowok tak tahu diri itu sedang memaksakan kehendaknya pada Aneta.

"Anet," panggil Darian. Dia telah duduk beberapa saat lalu di hadapan Aneta dan membawa makanannya sendiri. "Lo belum pernah nyoba pacaran, kan? Gimana kalau coba pacaran sama gue? Atau gimana kalau kita pendekatan dulu?"

Darian masih tak mau menyerah. Dia tak mungkin melakukan cara romantis karena itu tak akan berhasil. Belajar dari pengalaman seorang cowok beberapa bulan lalu yang menembak Aneta di tengah lapangan sambil memegang sebuket bunga dan sudah banyak orang yang merekam bersiap-siap mengabadikan momen, tetapi Aneta tak pernah muncul hanya untuk sekadar menghargai kerja keras cowok itu. Tersebar rumor bahwa cowok itu sudah ditolak sebelumnya, tetapi tetap saja menembak Aneta dengan cara berdiri di lapangan sambil memegang bunga. Berharap dengan begitu Aneta akan luluh. Nyatanya, usahanya tak berhasil sedikit pun. Hanya meninggalkan malu yang membekas sampai sekarang.

"Gue beneran nggak bisa," kata Aneta, frustrasi.

"Heiii, lo bikin Aneta nggak nyaman. Kalau lo pengin dihargai, hargai orang dulu, dong!" seru Sheila.

"Ck." Cowok itu malah berdecak sebal. Dipegangnya tangan Aneta yang ada di atas meja, membuat Aneta terkejut dan langsung menurunkan tangannya. Darian menyeringai saat Aneta akhirnya menatap matanya. "Mata lo juga cantik."

BRAK. Glara menggebrak meja, membuat semua perhatian tertuju padanya. "Pergi nggak lo!" serunya dengan sinis.

"Lo dan temen lo aja yang pergi, gimana?" tanya Darian, menatap Glara yang emosi. "Biar gue berduaan sama Aneta di sini."

Aneta kesal. Ke mana pun dia akan pergi, dia pasti akan tetap diikuti. Darian akan mengambil kesempatan itu jika Aneta berpisah dengan tiga temannya. Dia ingin segera pergi, tetapi perutnya belum cukup asupan makanan. Meskipun suasana hatinya buruk karena Darian, tetapi dia tak bisa menahan perutnya yang kelaparan.

"Wah, lihat tuh cecenguk satu," kata Aiken, yang mau tak mau melihat tontonan yang mengasyikkan itu. "Nggak sabaran banget dalam ngambil hati cewek. Ck. Ck. Ck."

"Nanti gue samperin terus suruh belajar ke suhu satu ini," kata Kara sambil menepuk-nepuk pundak Aiken.

Darian masih duduk di sana, melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian Aneta. Bukan hanya perhatian Aneta yang dia dapatkan, tetapi juga perhatian siswa-siswi di sekelilingnya.

Sejak tadi, Elon berusaha menahan diri karena sadar bahwa dia tak punya hubungan apa pun dengan Aneta. Sekalipun itu teman. Tingkah Darian membuatnya ingin ke sana dan menyumpal mulut Darian dengan bakso jumbo di mangkuk Aiken yang belum disentuh temannya itu karena asyik menonton.

"Anjir? Dia mau nyium rambut Elsa?" seru Aiken tiba-tiba sesaat setelah melihat Darian berdiri di samping Aneta sambil menunduk. "Itu—"

BRAK

Aiken yang asyik menonton langsung membelalakkan mata karena mendengar gebrakan meja dari depannya.

Elon berdiri dari bangkunya dan segera mendekati meja Aneta. Dia mengambil sebuah sendok di keranjang sendok meja orang lain. Perasaannya campur aduk. Baru kali ini ada kejadian yang membuatnya jadi memutuskan untuk ikut campur di hidup Aneta lagi.

Blooming FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang