Part 10

92 18 0
                                    

Rasmi berdiri di teras depan rumah karena menunggu Danur yang sedang mengambil kunci mobil di dalam. Malam ini adalah malam yang sangat berkesan bagi dirinya. Ia merasa orangtua Danjur sangat baik dan menerima dirinya yang dari kalangan keluarga kelas menengah kebawah. Mengingat kehangatan yang terjadi selama beberapa jam yang lalu di keluarga ini membuatnya selalu tersenyum.

"Apa kamu benar-benar mencintai Danur?"

Rasmi mengangkat kepalanya saat ia mendengar suara berat dari pria yang menjadi ayah dari kekasihnya. "Pak Osman?" sapa Rasmi. Dirinya kembali gugup saat menghadapi Osman secara pribadi. Berbeda dengan Mahika yang sudah meminta dirinya memanggil Mahika dengan sebutan mama, Osman masih tetap ingin dirinya memanggil Osman dengan sebutan bapak.

"Saya hanya ingin apapun yang terbaik untuk anak saya. Apalagi Danur adalah satu-satunya anak yang saya miliki. Kamu mengerti apa yang saya katakan bukan?!"

Rasmi dengan susah payah meneguk air liurnya, seolah tenggorokannya sedang tersumbat. "Sa-saya nggak mengerti dengan apa yang Bapak maksud." Rasmi mengumpulkan keberaniannya untuk menjawab kalimat Osman dengan pertanyaan yang terlintas dalam pikirannya.

Osman menghela nafasnya. "Apa kamu rela membiarkan Danur hidup menderita dengan kamu? Jika kamu benar-benar mencintai Danur, saya rasa kamu akan dengan senang hati melepaskan Danur agar Danur bisa mendapatkan pasangan yang sepadan."

Deg

Jantung Rasmi rasanya sudah tak mampu lagi berdetak. Ia merasa terperosok dalam tanah yang saat ini ia pijak, seolah tanah yang saat ini ia pijak sudah tak lagi bisa menahan berat badannya. Ia tak tahu, apakah ini adalah kalimat penolakan untuknya atau kalimat apa. Pikiranya tak mampu mengolah kata demi kata dengan baik. Tiba-tiba saja ia menjadi linglung.

"Bukan maksud saya menolak kamu dan tak merestui hubungan kalian berdua. Tapi sebagai perempuan yang baik dan mencintai Danur, pasti kamu tahu apa yang saat ini saya pikirkan. Kamu akan memahami saya ketika kamu sudah memiliki anak suatu saat nanti," sambung Osman.

Kedua mata Rasmi mulai berkaca-kaca. Hatinya terasa pedih hingga tanpa sadar buliran bening air keluar dari matanya.

Rasmi langsung menghapus air matanya saat ia mendengar suara Danur dan Mahika yang mendekat ke arahnya. Ia hanya tak ingin ada yang curiga dengan air matanya. Ia yakin jika Danur mengetahui apa yang sudah papanya katakan kepada dirinya, Danur pasti akan sangat marah.

"Ini Mama bawakan kue buatan Mama karena kamu nggak mau bawa lauk yang masih ada." Mahika menyerahkan sebuah kotak makanan kepada Rasmi. Mulanya Mahika menawari agar Rasmi membawa beberapa lauk yang masih untuk Rasmi bawa pulang. Namun Rasmi menolaknya.

"Kenapa malah repot-repot begini sih, Ma?" Rasmi mengulas senyumannya kepada Mahika yang sangat baik kepadanya.

"Nggak repot kok, cuma kue ini ...."

"Ya sudah kalau gitu aku antar Rasmi pulang dulu ya, Ma, Pa," pamit Danur.

"Iya. Setelah itu langsung pulang. Mama nggak mengizinkan kamu nginep di rumahnya Rasmi sebelum adanya pernikahan. Oke?!"

"Iya, Mama ...." Danur menghembuskan nafas beratnya saat ia menjawab ucapan Mahika.

"Saya pamit dulu, Ma, Pak Osman ...." Rasmi menyalami kedua orangtua Danur secara bergantian sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan rumah mewah itu.

"Aku perhatikan dari tadi kamu melamun. Ada apa? Sedang ada masalah sama Danur?" Sebuah suara telah berhasil membuyarkan Rasmi dari ingatannya tentang percakapannya dengan Osman semalam.

"Kopi." Abi menyodorkan sebuah kopi dingin kemasan botol kepada Rasmi. Secara tak sengaja, saat perjalanan menuju ruangannya setelah ia selesai makan siang di kantin, Abi melihat Rasmi yang duduk termenung di taman kecil yang ada di samping kantor tempat mereka bekerja. Dengan inisiatifnya sendiri ia berputar arah kembali ke kantin untuk membeli dua minuman kemasan dan segera menghampiri Rasmi.

"Terima kasih." Rasmi menerima kopi dari Abi dan langsung meminumnya.

"Hhhh ...." Rasmi menghela nafas beratnya. "Apa orang seperti aku ini nggak pantas memiliki pria seperti Danur?" Rasmi mengulas senyumannya seraya melempar pertanyaan kepada Abi.

Abi menyerngitkan keningnya seolah ia sedang mengolah kalimat yang Rasmi ucapkan. "Ada masalah?"

Rasmi menggelengkan kepalanya dan mencoba untuk tersenyum.

"Orangtua Danur mengatakan sesuatu kepadamu?" tebak Abi.

Antara ingin bercerita dan tidak, Rasmi terdiam dan masih menimbangnya.

"Kalau kamu butuh teman cerita, kamu bisa cerita sama aku. Tenang saja, rahasia terjamin aman. Aku nggak akan bocorkan sama Danur meskipun aku sama dia sahabatan." Abi memasang senyumannya agar bisa sedikit menghibur Rasmi. Ia tahu saat ini gadis yang ada di sampingnya ini sedang mengalami kesulitan.

"Sepertinya Pak Osman nggak menyetujui hubunganku dengan Danur. Kami berdua memiliki latar belakang yang jauh berbeda. Bagaikan langit dan bumi." Rasmi memandang sendu ke arah langit yang mulai mendung, seolah langit mengerti apa yang saat ini sedang ia rasakan.

Abiyana menghembuskan nafas beratnya. Ia sangat mengerti dengan apa yang Rasmi rasakan saat ini. Pasalnya yang sedang dirasakan oleh perempuan di sebelahnya ini sama seperti yang sedang ia rasakan saat ini. "Danur tahu jika Om Osman nggak menyetujui hubungan kalian?"

Rasmi menggeleng lemah. "Pak Osman terlihat baik-baik saja jika ada Danur. Itu sebabnya Danur nggak merasa cemas sedikitpun tentang hubungan kami."

"Aku nggak bisa kasih kamu nasehat. Aku sendiri pun juga sedang dalam masa sulit menjalani hubunganku dengan Deepa, sama halnya seperti kamu. Papanya Deepa merasa keberatan dengan latar belakang yang kumiliki."

Rasmi mengerutkan keningnya. "Tapi bukannya kamu harusnya sudah memenuhi syarat sebagai calon suaminya Deepa?! Kamu memiliki pekerjaan yang bagus, orangtua dan saudara yang sukses. Kamu juga punya klinik keluarga kan?!"

Abi menggelengkan kepalanya. "Nyatanya semua itu nggak cukup untuk menjadi kriteria menantu untuk papanya Deepa. Yang papanya Deepa inginkan adalah menantu konglomerat seperti dirinya," sahut Abi.

"Yang terpenting Deepa mencintai kamu. Bukankah itu sudah cukup untuk tetap memperjuangka cinta kalian?"

"Jika ini hanya mengenai cinta, kamu dan Danur pun malah memiliki cinta yang lebih dalam dibanding cinta yang kami miliki. Harusnya kamu juga nggak perlu khawatir," sahut Abi.

Mendengar ucapan Abi membuat Rasmi murung. "Iya kamu benar."

Di sisi lain, tanpa mereka sadari banyak karyawan yang memandang penuh penasaran ke arah mereka. Bisik-bisik tentang hubungan mereka berdua pun mulai dipertanyakan, sebab karyawati baru seperti Rasmi tiba-tiba saja bisa sedekat itu dengan manager yang terkenal tertutup dan pendiam.

"Sepertinya mereka pacaran," ucap seseorang.

"Bukannya perempuan itu karyawan baru?" tanya orang yang lainnya.

"Menurutku perempuan itu yang keganjenan. Nggak mungkin laki-laki mapan dan tampan seperti Pak Abi bisa dengan begitu mudah suka sama perempuan biasa seperti perempuan itu," ucap seorang lain lagi.

Begitulah beberapa karyawan lain membicarakan Rasmi dan Abi di belakang mereka. Mereka begitu penasaran sebab selama ini Abi memang jarang bergaul dengan teman kantornya. Abi juga lebih dikenal sebagai pribadi yang pendiam dan tertutup.

Abi melirik jam di pergelangan tangannya. "Sudah saatnya kita kembali kerja. Jam istirahat sudah habis." Abi pun berdiri dari duduknya.

Rasmi berdiri dari tempat duduknya. Ia mengibaskan tangannya di roknya bagian belakang untuk membersihkan dari debu yang mungkin saja menempel pada roknya.

"Aku masuk dulu ...."

Rasmi mengangguk. "Makasi minumannya."

Abi menyunggingkan senyumannya sebelum ia berjalan meninggalkan Rasmi.

***

Semarang, 18 Februari 2023

Repost 31 Agustus 2023

Silvia Dhaka

DanuRasmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang