4.Sick.

125 16 0
                                    

SERENDIPITY 🦋
.
.
.

4.Sick
....


Shankara merasakan pusing dikepalanya, ia tidak masuk sekolah hari ini. Dirinya tadi sudah bangun, namun karena rasa sakit yang menguasai dirinya ia memilih tidak masuk.

Kini dirinya tidak berada di kamar miliknya, namun dirinya ada di kamar kakak ketiga nya. Kamarnya berserakan dengan kertas, kertas itu berisi tulisan, cerita maupun puisi yang dibuat oleh kakaknya.

Jayden.

Shankara tidak ada niat untuk membersihkan atau sekedar membuang kertas kertas itu. Karena baginya nuansa itulah yang membuat dirinya merasa bahwa ia tidak sendirian.

Tes!

Tes!

Tes!

Darah segar mengalir dari hidung Shankara, laki - laki itu menyeka darah nya dengan santai. Seperti sudah biasa akan hal itu. Ia membuka botol kecil yang ia letakkan dimeja dekat kasur kakaknya. Shankara mengambil 6 butir obat lalu menelannya dengan air.

"Seenggaknya rasa sakitnya akan berkurang"

....

"Setiap hari gak ada perubahan, lo minum obatnya secara rutin gak sih?"

Shankara menggeleng. "Gak gue minum" dokter itu menatap Shankara heran, lelah menghadapi pasien satu ini.

"Minum Shankara! Lo mau hidup apa mati?" tanya dokter itu dengan sedikit terbesit nada marah. cowok itu malah menampilkan ekspresi datar.

"Dengerin. Gue bicara kayak gini karena gue  nganggep lo kayak adik gue. Lo ini masih anak kecil!" Raegis, dokter yang menangani sekaligus teman bagi Shankara.

"Ha? Lo sama gua cuma beda 11 tahun! Gue bukan anak kecil" ucap Shankara tidak terima, disaat inilah sifat kekanakan miliknya akan keluar. Ya, hanya saat bersama dokter ini. Atau dapat berubah  kedepannya nanti.

"Masih bocil juga, jangan ngelak" Raegis menggusar rambutnya kebelakang,ia memejamkan matanya sebentar lalu menatap wajah Shankara tajam.

"Terus, ini obat yang harus lo minum" Raegis memberikan sebuah botol pil, entah pil apa itu Shankara tidak tau.

"Obat apa lagi? Gue capek minumnya"

"Minum agar lo tuh sembuh, supaya gue bisa lihat keluarga kecil lo nanti" ucap Raegis, tangannya menaruh botol pil itu ditangan Shankara paksa.

"Idih pikirannya, gue masih kecil bang"

"Hahaha, ngaku juga lo masih kecil?" ejekan yang dilontarkan Raegis membuat wajah Shankara memerah.

"Pokoknya kalau butuh bantuan, telfon gue. Anggep gue Abang lo. Terus, jangan lupa makan. Masih muda sudah pelupa" Shankara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tadi pagi ia hanya makan roti dan susu.

"Kalau gak makan, Abang sentil ginjal mu"

"Terserah lo, gue gak peduli"

"Gue pulang dulu ya" ucap Shankara lalu beranjak dari tempat duduk.

"Jangan lupa minum obat nya, gue penyet lo nanti kalau gak minum" Shankara mengangguk, lalu keluar dari ruangan Raegis. Ruangan itu menjadi hening kembali, hanya ada Raegis di dalamnya. "Juan, Adik lo kuat banget" ucap Raegis dengan menatap ponsel yang menampilkan foto dirinya dan juan.

....

Alia sibuk dengan kertas dan alat tulis nya, ia tidak berada di rumah setelah perdebatan yang terulang kembali. Dirinya kini berada di nisan mamanya serta kakaknya.

"Mama... Alia capek" ucap Alia dengan air mata yang menetes membasahi gambar gambarnya.

Tangan Alia gemetar, ia menaruh tiga bunga mawar putih diatasi makam sang mama. Lalu ia menaburkan bunga dimakamin sang kakak.

"Kalau kalian ada disini, pasti keadaannya gak kayak gini kan?" ucap Alia, tangisannya belum juga reda.

Deihan dan Daren hanya menatap gadis itu. Mereka berdua memutuskan untuk mengantar Alia bertemu kedua orang tersayang gadis itu.

"Kak Alia gapapa?" Daren memegang pundak Alia, gadis itu menoleh lalu mengangguk.

"Mama, Alia pergi dulu. Kak, Alia pergi dulu yaa" Deihan merangkul pundak Alia menepuknya pelan memberi gadis itu kekuatan.

Langkah Daren terhenti ketika mendengar tangisan seorang laki laki, ia berbalik. Dapat dilihat cowok itu menangis dengan pilu,  bahkan ia tidak segan segan melukai dirinya. Terutama...

Jari - jarinya.

"Lo kenapa?" ucap Deihan , ia mengikuti alur pandang Daren. Deihan tersenyum sendu. "Antar kakak lo pulang, gue mau bicara empat mata sama dia. Dan.. Rahasiain dari Alia" Daren mengangguk patuh, lantas kini dia yang menemani kakaknya pulang tentu dengan Zein sebagai supir.

Deihan menatap Cowok itu, ia bersedekap dada dengan kepala yang ia tundukkan. "Ck.. Kalo bukan temen gue, udah gue bunuh sumpah!"

Zrasss!

Hujan turun dengan deras, Deihan segera  mengambil payung hitam dari mobil melindungi cowok itu dari hujan. "Ayo pulang, gak ada gunanya nangis" ucap Deihan.

Cowok itu menggeleng, "lo mau nangisin siapa di kuburan? Nisan keluarga lo gak di sini bego!" Deihan menarik paksa cowok itu. "Lo keras kepala, dan gue gak suka. Gue bisa aja mukul lo kalo gak nurut"

Ya, itu Shankara.

Dirinya bersama Deihan--- yang tidak lain adalah teman masa kecilnya. Deihan menatap tajam Shankara yang ada disampingnya. Ia menyeret paksa Shankara untuk masuk ke dalam mobil miliknya.

"Lo mau mati? Terjun ke jurang sana!" tentu Deihan hanya bercanda, Dirinya tidak mau teman satunya ini bunuh diri. Ia ingin melihat senyum Shankara terbit kembali seperti dulu.

"Gue gak kuat Deihan!"

"Lo kuat. Lo tuh batu, kertas, ples kek tembok. Gak usah sok gak kuat!" ucap Deihan keras, ia mengendari mobil dengan kecepatan sedang.

Shankara diam, ia menatap bangunan kota satu persatu. Diantara mereka tidak ada yang mengeluarkan suara. Mereka sama sama mementingkan ego.

"Kalo lo kek gini lagi... Gue bakal ngadu ke bang Raegis!" ancam Deihan dan Shankara masih tetap diam.

"Shankara Pradipta Devara... Setidaknya bertahan untuk mereka" ucapan yang terlontar dari mulut Deihan membuat kedua tangan Shankara mengepal.

SERENDIPITY 🦋
.
.
.

25 Januari 2023.

Serendipity || NCT DREAM (Slow Update)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora