"Dia memang hidup, namun jiwanya telah tiada bagaikan abu"-
Shankara. Laki - laki itu menjalani hidup dengan datar seperti tembok dan kertas kosong. Tatapannya tajam, suara langkahnya membuat orang - orang terdiam.
Namun satu hal yang tidak mereka...
AUTHOR LUPA UPDATE, SAMPEK 3 BULAN. Ya gak sih??😇🙏🏻
BTW, ADA YANG KANGEN GAK?
HAPPY READING 🤍
SERENDIPITY 🦋 . . .
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
["Memaksakan diri untuk melakukan hal yang tidak kita sanggupi, sama saja seperti menyiksa diri sendiri. Lalu, kenapa kamu tetap melakukan hal itu?"] -Serendipity🦋-
_______________________
15.Titik Rendah
Shankara membenarkan apron coklat yang ia kenakan. Tubuh nya yang kian mengurus terbalut kaos hitam dan celana jeans biru. Beberapa kali cowok itu mengusap keringatnya yang menetes, hidungnya tersumpal tisu dengan bercak darah disana.
"Lemah ya lemah aja"
Shankara menghelah nafas, ia melempar Kain lap yang ia gunakan untuk membersihkan meja - meja cafe ke orang itu.
"Anjing"
Shankara terkekeh, ia duduk di pinggir orang itu. Deihan.
"Pinter sih pinter, tapi otak lo buntu kalau masalah beginian" maki Deihan kepada Shankara. "Gak usah ceramahin gue" jawab Shankara.
"Malem ini dingin banget" lanjut nya.
Deihan berdecak dan berdiri dari duduk nya. Raut wajahnya campur aduk, kesal, khawatir, marah, semua nya tercampur menjadi satu. Deihan menarik kerah kaos yang dipakai Shankara.
"Dingin? Gue gerah! Gue gerah lihat lo kayak gini Kara!"
Shankara terkekeh sekali lagi, kondisi nya sudah seperti mayat hidup. Wajah pucat, tubuh nya yang kian mengurus membuat nya terlihat miris. "Sadar Kara lo sakit!"
"Gue masih kuat"
"Kuat untuk apa Kara?!" nada bicara Deihan naik satu oktaf.
"Gue minta tolong untuk kali ini"
Raut wajahnya menjadi sendu dan menunduk. "Jangan paksain diri lo Kara"
"Lo udah sampai tahap hampir sekarat tau gak?!" Shankara terdiam menatap mata Deihan yang menatapnya juga.