Bab 11: Painful Reason

1.5K 147 3
                                    

Aria menatap ke arah cermin. Ke arah bayangannya yang terbalut gaun warna kuning muda yang sangat cantik. Sera membuatnya khusus untuk gadis ini dan ia bangga dengan hasil karyanya.

Hari ini, Aria berada di rumah Lucius dan Sera yang berada di Methia. Rumah itu sudah tua, tetapi selalu menyimpan sesuatu yang terasa hangat. Aria pernah diajak berkeliling oleh Xavier dan Phyrius. Setiap sudut punya cerita-cerita unik di dalamnya. Kisah-kisah dua pangeran itu di masa kecil hingga dewasa terasa begitu seru dan menyenangkan.

"Aku suka sekali, Yang Mulia. Ini sangat... cantik." Aria bahkan tak berkedip melihat gaun itu. Gadis itu memang keras, tetapi, ia tetap anak perempuan. Dan, ia sangat menyukai sesuatu yang indah seperti ini.

Sera tertawa. Wanita itu menyilangkan tangannya sambil berjalan mendekat. "Kamu akan jadi pasangan Phyrius, dan aku jadi semakin bersemangat untuk itu." Ia tersenyum lembut.

Aria menahan napas. Teringat bahwa pasangannya adalah Phyrius, bukan Xavier, rasanya masih menyesakan dada.

"Aku sebenarnya lebih senang kamu dengan Phyrius daripada Xavier."  Kalimat itu tiba-tiba terucap dari bibir Sera.

Aria menengok. Matanya membelalak. Ia kaget bukan kepalang. Apakah karena dirinya tak layak? Ia mendecih pelan. Ibu mana pun pasti menginginkan anaknya bersama tuan putri, bukan anak yatim piatu seperti dirinya, bukan?

"Ya, Tuan Putri Sesilia sangat cocok untuk Xavier, bukan?" Akhirnya, balasan itu yang keluar dari mulut Aria.

Sera memiringkan kepala. Ia bingung sejenak sebelum kemudian menyungging senyum lembut keibuan. Tangannya memegang pundak Aria dari belakang, menatap gadis itu dari pantulan kaca.  "Aku tidak membicarakan Sesilia di sini, Aria." Ia berkata lembut tetapi tegas.

Aria tercekat. Sedikit tak mengerti.

"Aku berbicara tentangmu." Sera berkata lagi.

Aria mengulum bibir tidak mengerti. Berbicara tentangku?

"Aku senang dengan kehadiranmu." Sera berkata sambil melepaskan tangannya.

"Aku?"

Sera mengangguk pelan. "Kamu pasti sadar akan perbedaan Xavier dan Phyrius, bukan?" Ia tersenyum seraya menghela napas. "Xavier adalah anak baik, sopan, selalu menurut. Aku beruntung memilikinya saat Lucius bahkan tak ada. Ia jarang menangis atau melawan seperti anak-anak lain."

Dagu Aria terangguk. Ia sudah tahu betul soal itu.

"Tetapi, Phyrius... ia selalu keras. Selalu melawan, tak bisa diatur hingga, ia bertemu denganmu." Sera merapikan rambut Aria. 

Aria mengerutkan dahi. "Kenapa... aku?"

"Ia bilang, karena punya adik perempuan, ia harus bertanggung jawab. Harus jadi kakak yang baik. Hal-hal semacam itu terasa aneh dan jadi sesuatu yang kami tertawakan, tetapi, ia benar- benar serius menyatakannya."

Aria melihat Sera yang berjalan ke arah kotak berisikan aksesoris rambut. Ia tak bisa menjawab apa-apa.

"Ia benar-benar senang punya adik perempuan, dan aku jadi senang punya anak perempuan seperti kamu," ucap Sera tersenyum sambil mengambil sesuatu dari kotak itu.

Sera kini meletakan sebuah aksesoris rambut di kepala Sera. Jepit berbahan perak dengan kristal-kristal yang berpendar. Warna kontras pada rambut hitam legam Aria benar-benar membuat jepit itu berkilau.

"Ia benar-benar melindungimu seperti itu." Sera berkata dengan raut puas karena berhasil mendandani Aria. "Bahkan dari kakak kandungnya sendiri."

Deg! Aria menengok kaget. Memandang Sera yang tersenyum miring.

ECLIPSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang