Bab 20: The Revelation

1.6K 157 9
                                    

Terima kasih untuk 10k nya! Terima kasih karena mau mendukung cerita ini walau aku banyak madolnya.

*****

Aria memijat pelipisnya sendiri. Kepalanya benar-benar pusing. Awalnya, minggu lalu, rasanya, ia hanya lemas biasa. Sedikit lebih cepat lelah, juga pusing dan sakit kepala. Tetapi, semakin hari, segalanya semakin menjadi.

Sepanjang hidupnya, Aria jarang sakit. Ia mencoba sebisa mungkin kuat dengan banyak berlatih fisik dan menjaga pola makannya. Tetapi, kali ini tubuhnya benar-benar tumbang. Ia bahkan tak sanggup mengangkat tubuhnya sendiri dari kasur.

Padahal hari ini, batalionnya akan bertanding dengan batalion Phyrius. Bukan pertandingan yang serius, sebenarnya. Hanya pertandingan persahabatan yang dilakukan setiap tahun antar batalyon dalam rangka ulang tahun kerajaan.

Ada beberapa pertandingan seperti memanah, berpedang dan berkuda juga bertarung tanpa senjata dan seni bela diri. Selama ini, batalyon Aria dan Phyrius memang selalu jadi lawan sengit setiap pertarungan. Tetapi sialnya, Aria tak pernah menang melawan Phyrius.

Aria memejamkan mata. Kepalanya begitu pening seperti berputar. Ia berencana bangun dari tempat tidurnya, menguatkan diri namun, bruk! Tubuhnya jatuh ke tanah.

Tepat di saat itu, seseorang membuka tirai tendanya. Gadis itu tak tahu siapa yang datang tetapi ia dapat mendengar langkah itu samar-samar sebelum teriakan berat menggema, "Aria!"

Aria menarik napas yang semakin berat. "Phyrius..."

Phyrius membelalak kaget melihat adik sepupunya yang terbaring di tanah dalam posisi telungkup. Awalnya, ia datang karena ingin meledek Aria yang belum keluar kamar sejak pagi. Tetapi, sepertinya, ia mengurungkan semua niat itu melihat apa yang ada di depannya.

Phyrius buru-buru berjongkok sambil menggendong Aria ke atas kasur. Tubuh Aria tak demam. Tetapi pucat seperti kapas. 

"Apa yang terjadi?" tanya Phyrius panik.

Aria menggeleng. "Aku tidak tahu," jawabnya lemah.

Phyrius menarik napas panjang. Menidurkan kembali Aria lalu membelai rambutnya lembut. "Sebentar, jangan coba-coba bergerak! Aku akan panggilkan tim medis." Lelaki itu berkata dengan cepat sebelum berjalan keluar.

Aria tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah itu. Yang ia tahu, beberapa menit kemudian, Phyrius datang membawa Jasper yang langsung memeriksanya.

Phyrius menunggu dengan tidak sabat di ujung tenda. Ia benar-benar gelisah setengah mati.

"Kamu tidak demam, tetapi pusing?" tanya Jasper.

Aria mengangguk. "Rasanya seperti terombang-ambing, sakit sekali." Ia berkata lemah. "Aku ingin muntah setiap pagi dan dadaku terasa sesak."

Jasper mengulum bibir. "Apakah perutmu terasa kram?"

"Ya, seperti tengah datang bulan namun..." Kalimat Aria tertahan. Ia tiba-tiba tercekat.

Jasper menangkap gelagat itu. Hening tiba-tiba datang menyambar. Aksi telepati seolah terjadi di antara keduanya. Sementara, Phyrius kini menganga bingung.

"Baik, kalian berdua... jelaskan padaku, apa yang terjadi sebenarnya?" Phyrius tampak tak sabar.

Aria memalingkan wajah. Ia tak bisa berpikir apa-apa. Isi kepalanya sudah berasumsi yang ia tahu akan jadi nyata.

"Aria, apakah kamu terlambat datang bulan?" tanya Jasper pelan.

Phyrius membelalak. Ia kini mengerti arah pembicaraan tersebut.

ECLIPSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang