Bab 13: Hai, Salam Kenal?

1.2K 123 5
                                    

Aria mendengkus melihat Phyrius yang kali ini berhasil mengalahkannya dalam bertarung pedang hari ini. Sementara, Phyrius cuma terkekeh sambil menyarungkan pedang kebanggaannya ketika berhasil membuat Aria tersungkur.

Lelaki itu mendecih kecil. Ia berbalik sambil berjalan menjauh. "Sepertinya, kamu jadi lemah," ejeknya.

"Menyebalkan!" rutuk Aria sambil berdiri. Ia merapikan pakaiannya. "Aku tidak bisa bertarung dengan gaun seperti ini, bukan karena kemampuanku menurun!" pekiknya tidak terima.

Phyrius tertawa kecil. Ia menatap Aria yang memang mengenakan gaun kasual yang sebenarnya ringan namun tetap sulit digunakan untuk bergerak. Dan itu, mungkin, memang membuat lelaki itu menang dari Aria.

Aria menepuk-nepuk gaunnya yang terkena tanah dan rumput sambil memajukan bibir. Ia masih tidak terima kalah dari kakaknya yang satu itu.

Bruk! Bruk! Bruk! Suara derapan kaki kuda tiba-tiba menggema.

Phyrius dan Aria saling bertukar pandang. Alis mereka sama-sama bertaut sebelum kaki mereka berlarian ke arah tembok setinggi pinggang di dekat mereka yang sekarang berada di sotoh istana.

Dari atas, keduanya melihat iring-iringan kereta kuda yang banyak jumlahnya. Paling depan merupakan kereta kuda Xavier. Tetapi, ada beberapa pengawal dari kerajaan lain.

"Tunggu, itu..." Aria menelan ludah.

"Pengawal Verona?" Phyrius mengerutkan dahi sambil memandang Aria bingung. Ia sedikit banyak ingin meminta jawaban dari Aria.

Aria menggeleng pelan. "Aku tidak tahu," jawabnya. "Aku dan kamu bersama-sama ke Methia, lalu kita sama-sama baru kembali dari sana kemarin. Apakah menurutmu, aku tahu apa yang terjadi?"

Phyrius memutar bola mata. Ia tak punya pilihan lain. Lelaki itu menarik tangan Aria begitu saja.

"Hei! Kita mau ke mana?" Aria protes.

Phyrius tak peduli. Ia berjalan cepat. Mereka menuruni anak tangga hingga sampai pada balai istana. Tepat saat iring-iringan itu berhenti.

Dengan mata kepala mereka sendiri, mereka menemukan Phyrius turun dengan seorang gadis yang tampak lembut dan anggun. Dan semua orang sudah tahu, siapa gadis itu.

"Bajingan!" desis Phyrius mengepalkan tangannya.

Aria buru-buru menahan Phyrius. Ia tak ingin lelaki itu membuat keributan. Alhasil, Phyrius hanya bisa menahan marah sambil berdiri mematung dengan rahang mengeras.

Aria terus memerhatikan Xavier yang tengah membantu Sesilia turun. Sesaat, Mata Aria dan Xavier tiba-tiba bertemu begitu saja. Ada rasa sesak yang datang menyergap.

Sesaat, Sesilia tiba-tiba menyadari Aria dan Phyrius yang mematung tak jauh dari mereka. Gadis itu tersenyum lebar. Amat lebar. Ia tiba-tiba mengggenggam tangan Xavier dan sedikit menyeret lelaki itu untuk mendekat.

Kini, empat orang itu saling berhadap-hadapan. Dua-dua. Masing-masing dengan kemelut di pikirannya.

"Ah, halo," sapa Sesilia dengan riang dan manis. Ia benar-benar seperti kue cokelat yang hangat.

"Ha-halo," balas Aria sedikit terbata. Ia melirik tangan Xavier yang masih bertaut dengan Sesilia. Rasanya, Aria benar-benar merasa hipokrit. Bukankah ia yang berencana melepas Xavier?

"Anda pasti Yang Mulia Tuan Putri Aria, bukan? Aku Sesilia." Ia mengulurkan tangannya.

Aria melirik ke arah Phyrius sesaat. "Ah, Aria saja. Senang berkenalan denganmu." Gadis itu membalas uluran tangan Sesilia.

Sesilia sumringah sebelum menengok ke arah Phyrius. "Ah, maaf, Anda adalah Yang Mulia Phyrius, bukan?"

Phyrius mengangkat alis. Ia bewajah ketus dengan mata memandang tajam Sesilia. "Hm." Ia menggumam cepat. Matanya langsung kembali menatap Xavier seperti akan membunuh kakaknya saat itu juga. 

ECLIPSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang