16. Sebuah Surat dan Coklat

24 3 0
                                    

Jangan lupa vote dan komennya yaww~

HAPPY READING

Helgaza sedari tadi tidak henti menatap sekitar melihat kehadiran Moza. Sesekali matanya melirik jam tangan berwarna hitam dipergelangan tangannya. Cowok itu berdecak pelan.

“Dia mana sih?”

“HELGA!!”

Akhirnya. Helgaza bernapas lega mendengar teriakan Moza. Gadis yang sudah siap dengan pakaian sekolahnya itu lari kearahnya.

“Za, kenapa lama banget sih?”

Moza mengatur napasnya sesaat, sebelum mendongak dan berujar. “Sory Ga.”

Lagi, cowok itu berdecak. “Lagian kenapa harus disini sih? Gue bisa loh nunggu didepan rumah lo. Kalau kayak gini mah, kasian lo nya.”

Benar. Helgaza menjemput Moza tidak didepan rumahnya karena suruhan gadis itu. Moza meminta Helgaza untuk menjemputnya di depan perumahan agar sang Papah tidak mengetahuinya.

Moza tahu jika Damar tidak menyukai Helgaza. Tapi tidak dengan alasannya.

“Papah sama Mamah gue pulang, Ga.”

Helgaza tertegun. “Pulang? Mereka ada dirumah”

Moza mengangguk membenarkan. “Lo tau kan kalau Papah gak suka sama lo. Gue takut dia berbuat macam-macam.”

“Tenang aja sih, Za. Gue bisa jaga diri kok.”

Plak!

“Gue serius, Helga! Kok lo malah bercanda!”

Helgaza meringis. Pukulan Moza tidak main-main. “Siapa yag bercanda sih! Udah ayo naik, telat nanti kita.”

Nurut. Gadis itu mulai menaiki motor Helgaza. Melingkarkan kedua tangannya di perut cowok itu.

“Ga.” panggil Moza setelah Motor yang naiki mereka membelah jalanan.

“Hmmm...”

Moza menaruh dagunya di pundak Helgaza. “Menurut lo kenapa ya, Papah sama Mamah gak suka sama lo? Padahal kita kan sepupu. Gak masalah dong gue main sama lo.”

Matanya fokus kedepan, namun pikirannya merenung. “Gue gak tau.”

“Lo sebelumnya punya masalah gak sama orang tua gue?”

“Stres! Ya enggak mungkin lah.” seru Helgaza cepat.

“Ck, kali aja.”

Keduanya kembali diam. Sampai Helgaza kembali bersuara.

“Kalau mereka nyuruh lo buat jauhin gue, jangan mau ya Za. Gue gak bisa kalau gak ada lo disamping gue.”

...

“Alfan.”

Cowok dengan ikat merah dikepalanya yang sedang berjalan di depan koridor perpustakaan memberhentikan langkahnya. Dia menengok sedikit kedalam perpustakaan saat tadi seseorang memanggilnya.

“Bu Titi manggil saya?”

Bu Titi yang merupakan guru penjaga perpustakaan itu mengangguk dan menyuruhnya masuk kedalam.

“Ibu Minta tolong yah sama kamu. Tapi kamu gak lagi keburu-buru kan?”

Alfan menggeleng pelan. “Tolong apa Bu?”

KITA BERBEDAWhere stories live. Discover now