26. Dibawah Langit Senja

11 1 0
                                    

HAPPY READING


“Serius mereka sepupuan?”

“Iya anjir. Gue juga baru tau.”

Alfan berdecak kagum. Laki-laki dengan pakaian seragam rapih mengelus dagunya memikirkan sesuatu. “Berarti Rendra tau?”

“Tau lah. Tapi dianya aja yang gak ngasih tau kita.” balas Farrel di bangku kelasnya.

Kelas yang sepi karena semua murid sedang melaksanakan jam olahraga. Namun kedua cowok itu masih asik bersantai didalam kelas tanpa takut dimarahin.

“Aneh. Kenapa bisa dia nyembunyiin ini ke kita.”

Farrel mendelik. “Maksudnya lo aja kali. Gue ataupun Alan mah gak terlalu mikirin.”

“Dih kenapa gue?”

“Karena lo cinta sama Moza. Dan lo takut sama Helgaza kalau dia jadi saingan lo.”

“Betul sih. Tapi—”

“Apa?” serobot Farrel membuat Alfan berdecak.

“Gue belum selesai ngomong loh. Lo asal motong aja.”

“Yaudah, apa jadi?”

“Dari tatapan dia, gue ngerasa dia ada kayak suka gitu ke Moza. Lo ngerasa gak Rel?”

Dahi Farrel mengkerut sebelum akhirnya mengangguk membenarkan. “Gue juga liat sekilas sih. Tapi masa suka sama sepupu sendiri?”

“Ya gak ada salahnya. Cinta kan tumbuh tampa kita tau.”

“Kayak lo sama Moza maksudnya? Yang tadinya cekcok kalau ketemu terus berubah status jadi majikan dan babu. Dan sekarang lo suka sama dia.” Farrel tersenyum jahil.

Alfan menoyor temannya sedikit kesal. “Diam lo.”

“Tapi Fan. Lo serius mau terus mendam perasaan lo? Ini satu bulan lagi loh kita mau ujian sekolah.” ujar Farrel merasa heran. Mendam perasaan dengan waktu lama nmun kita terus bertemu memang tidak sakit?

“Ya terus kenapa? Gue sanggup kok.”

“Serius?”

“Iya.”

“Teman gue keren banget. Kabarin gue kalau mau ungakapin ke dia ya.” tangannya menepuk-nepuk bahu Alfan menguatkan. Bagi Farrel, Alfan sangat hebat bisa terus bertekad agar tidak berpacaran. Apalagi dengan pasangan yang berbeda agama.

“Pasti.” Alfan tersenyum tipis. Tapi Farrel melihatnya adalah senyum palsu yang berusaha membohonginya.

Nyatanya Alfan tidak ingin terlihat lemah dihadapan teman-temannya.

...

“Kok kamu diam aja sih?”

Tidak ada balasan, itu membuat Kayla memberengut seketika.

“Moza. Kamu kenapa sih?”

“Kamu sakit ya?”

Moza yang sedari tadi menelungkupkan wajahnya diatas meja menoleh menatap teman sebangkunya. “Enggak.”

“Terus kenapa?”

“Gue gak papa Kay. Jangan khawatirin gue okey?”

“Tapi—”

“Kay, lo bisa diam. Gue lagi gak mau di ganggu.” setelah mengatakan itu Moza bangkit dan berjalan keluar kelas dengan wajah lesunya.

KITA BERBEDAWhere stories live. Discover now