25. Ungakapan Helgaza

10 1 0
                                    

HAPPY READING


"Mamah?"

Tina yang tengah merapihkan meja makan menoleh kala suara anak satu-satunya terdengar di indra pendengarannya.

"Hay sayang. Udah bangun ternyata. Gimana, semalam tidurnya nyenyak gak?" wanita itu berjalan dengan anggun menghampiri Moza yang masih berdiri di ujung anak tangga. Menggiringnya untuk ikut ke meja makan.

"Sayang? Kenapa diam?"

"Ah, enggak." Moza langsung tersadar dan menatap sang ibu. "Mamah sejak kapan pulang?"

"Tadi malam. Pas kamu udah tidur."

"Papah?"

"Papah kamu belum bisa pulang karena pekerjaan nya masih banyak. Tapi kalau urusannya udah beres dia pasti pulang kok."

Moza tersenyum mendengarnya.

"Kamu rotinya mau pakai selai apa sayang?" tanya Tina lagi.

"Aku—coklat aja."

Selama Tina menyiapkan sarapannya, Moza hanya diam melamun. Pikirannya berkelana pada sikap Alfan kemarin.

Dimana cowok itu langsung bersikap cuek setelah Helgaza bergabung.

"Apa Kak Alfan gak suka ya sama Helga? Tapi kenapa?"

"Apa sayang? Kamu ngomong apa?" tanya Tina lembut.

Lamunan Moza buyar. Gadis dengan masih berpakaian baju tidur itu menggeleng seraya tersenyum. "Bukan apa-apa Mah."

"Jangan banyak melamun. Gak baik." nasihat wanita cantik itu. "Nih, sekarang makan. Abis itu kamu mandi, meskipun libur sekolah anak Mamah ini harus cantik dan harum. Gak boleh kucel kayak sekarang."

"Mamah."

Tina terkekeh. Tangannya mengelus lembut rambut anak perempuannya dengan sayang. "Bercanda. Sekarang mending kamu makan rotinya."

Melihat anaknya yang memakan sarapannya dengan tenang, wanita itu tersenyum sendu. Nyatanya banyak momen yang dia lewatkan bersama anaknya selama dirinya sibuk bekerja.

...

"Bang?"

"Hmm..."

"Kenapa setiap minggu kita harus disuruh bersih-bersih rumah? Kan bikin capek."

Alan yang sedang memotong rumput, menoleh dengan wajah datar ketika kecerewetan Alfan terdengar. "Pikir aja sendiri."

"Terus juga ya, gunanya pembantu buat apa? Masa kita yang harus bersih-bersih?"

"Lo diam atau gue bogem nanti?"

Alfan memberengut. "Galak banget lo jadi Abang."

"Gak peduli."

"HEH KOK MALAH NGOBROL SIH KALIAN BERDUA?!" Rana yang sedari tadi memantau kegiatan mereka berseru dengan berkacak pinggang.

Si kembar buru-buru kembali pada kegiatan nya masing-masing. Tidak ingin semakin membuat ibu negara marah.

"Mamih marah-marah mulu perasaan." gerutu Alfan yang sedang menyiram bunga-bunga kesukaan sang Mamih.

"Gue bilangin baru tau rasa."

KITA BERBEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang