20. Rumah Sakit

25 3 0
                                    

Assalamualaikum semuanya!! Yeay akhirnya balik lagi setelah berapa minggu ngilang😀

Karena ujian ku sudah kelar, marii kitaa menyelam lagi di kapal ALFAN-MOZA

Btw, selamat puasa buat kalian yang menjalankan yaww... Maaf telat ucapannya hehe

HAPPY READING

Dikoridor rumah sakit yang masih banyak orang yang berlalu lalang, Alan berjalan dengan menenteng sebuah kantong kresek ditangannya. Laki-laki itu baru saja mengantarkan sang Ibu kembali kerumah untuk beristirahat. Biarlah malam ini dia yang menjaga Alfan disini.

Cklek!

Pemandangan pertama yang dilihat Alan adalah adik kelasnya, Moza yang menelungkup kepalanya ditangan Alfan. Sedari awal memang gadis itu lah yang menemani Alfan didalam ruangan.

Merasa kasihan, cowok itu pun mendekat lalu mengguncang tubuh Moza pelan.

"Za."

"Eughh"

Perlahan, mata gadis itu kembali terbuka. Objek pertama yang dilihatnya adalah wajah datar Alan.

"Kak Alan? Kenapa?"

Sebelum berucap, dia menggigit bibir bawahnya pelan. "Udah malam. Mending Lo pulang. Bukan bermaksud ngusir, tapi gak baik buat Lo yang cewek."

"Gue disini aja Kak. Jagain Kak Alfan. Dia kayak gini juga kan karena-"

"Gak usah merasa bersalah. Dia biar gue yang jagain." selanya cepat.

Moza mengatupkan bibirnya melihat wajah Alan semakin datar juga matanya yang menatapnya tajam.

"Nurut. Besok abis sekolah boleh kesini lagi."

Menghela nafas kasar, akhirnya Moza mengangguk terpaksa. "Yaudah kalau gitu gue pulang dulu ya Kak."

"Hmmm... Lo pulang sama Rendra. Dia udah gue suruh kesini dan lagi OTW."

"Kak Rendra?"

"Ya."

Gadis itu mendengus. "Singkat banget jawabnya Kak. Awas jangan kayak gitu kak, kalau gak mau Kayla sama yang lain."

"Maksud Lo?"

"Hah enggak? Yaudah kalau gitu gue pulang dulu. Kak Rendra udah chat gue soalnya. Duluan ya Kak." melihat wajah Alan yang sudah tidak bersahabat, Moza memilih untuk berpamit keluar. Sungguh rasanya menyeramkan sekali berdekatan dengan Alan.

Setelah pintu ruangan tertutup, Alan menghembuskan nafas kasar. Cowok itu memilih untuk melangkah mendekat kearah brankar.

Wajah pucat dengan lilitan perban dikepala adik kembarnya itu membuat Alan sebagai Abang merasa bersalah dibuatnya.

“Sorry Fan. Gue belum bisa jadi Abang yang baik buat jagain lo.”

...

“Gue enggak mau!”

“Makan.”

“Enggak! Gue enggak mau Bang! Makanan rumah sakit itu eneg!”

Sekian kalinya Alfan menolak membuat Alan yang yang sedari tadi memegang mangkok bubur berdecak. Sudah hampir setengah jam dia menawari adiknya itu makan, bahkan Alan rela untuk tidak masuk karenanya.

“Makan atau gue aduin Mamih?”

“Dih ngadu aja—”

KITA BERBEDAWhere stories live. Discover now