19. Insiden

23 4 0
                                    

Alfan menghempaskannya tubuhnya diatas kasur. Matanya memandang kosong langit-langit kamarnya.

Ingatannya kembali saat disekolah tadi. Dimana saat dirinya hendak ingin berbicara berdua dengan Moza, namun cowok bernama Helgaza itu langsung menarik gadis itu dan meninggalkannya seorang diri.

Alfan menggeram. Apalagi saat melihat wajah songong juniornya itu. Rasanya dia ingin memukul wajah Helgaza.

“Sialan!”

Dia mengatur nafasnya yang menggebu-gebu. Alfan bangkit mengambil ponselnya dinakas dan setelahnya kembali berbaring.

“Moza.” kata itu yang pertama kali diucapkan saat melihat layar kunci ponselnya yang bergambar perempuan yang dia sukai.

“Lo itu perempuan tomboy. Bukan tipe gue. Tapi kenapa gue jatuh hati ke lo.”

“Padahal pertemuan awal kita enggak sebagus. Kita juga sering adu mulut.”

Alfan meraba walpeper Moza di ponselnya. “Gue cinta sama lo. Entah sejak kapan itu. Tapi sayangnya takdir tidak memihak.”

“Kita beda. Dan gue gak mungkin ngambil lo dari tuhannya.”

Cowok itu terus bermonolog sendiri. Sampai tidak menyadari jika pintunya sedari tadi diketuk oleh seseorang.

“Alfan! Dengar gak sih?!” ah, ternyata suara Rana. Namun sekali lagi, Alfan sedang dilanda galau. Dia sama sekali tidak mendengar suara dari luar kamarnya.

Drrtt!

Suara deringan telepon seakan membuatnya tersadar. Nama Moza tercantum di layar ponselnya.

Alfan mengernyit? Tumben sekali Moza meneleponnya, pikirnya heran.

Kembali melihat layar teleponnya, Alfan ragu untuk mengangkat. Tapi setelah dipikir kembali cowok itu berusaha tegar untuk mengangkatnya.

Alfan berdeham sebentar lalu memencet tombol ijo. “Halo?”

Suara bising-bisingan terdengar disana kembali membuat Alfan dilanda bingung. Sebenarnya ada apa?”

“Hey, Moza. Lo kenapa?”

“K—kak Alfan?”

Alfan dapat mendengar suara lirihan itu. Perasaannya menjadi cemas saat itu juga. “Kenapa?”

“T—tolong Kak!”

“Tenang. Lo kenapa? Bicara yang benar.”

“Gue—Arrgh!”

“MOZA!!” secara refleks, Alfan berteriak. Menyeru nama Moza yang dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi.

“Kak... Ke jalan cempaka. Tolong.”

Itu adalah kaliamt terakhir sebelum sambungan terputus dengan sepihak. Alfan sendiri mengacak-ngacak rambutnya frustasi.

Cowok itu menyambar jaket di digantung dilemari miliknya juga kunci motor. Dia keluar kamar dengan tergesa-gesa. Tujuannya saat ini cuma satu.

KITA BERBEDAWhere stories live. Discover now