CHAPTER 3

6K 212 4
                                    


****

"Gue emang nakal Na, tapi ga gini dong caranya. mereka masih anggep gue anak ngga sih? atau gue ini anak pungut?"

"Masa mereka buang gue gitu aja? ngasih gue ke laki laki, yang sama sekali ga gue kenal. Apa maksudnya coba kalo ngga ngebuang gue?"

"Terbaik terbaik apaan? bullshit! mereka cuma ga mau buang buang uang buat ngebiayain gue. dan jual gue ke gadun kaya itu, harus nya gue kabur dari kemaren atau nggak bundir aja sekalian."

"Nyatanya idup gue emang ga ada artinya  buat siapapun, bahkan diri gue sendiri. Gue kehilangan kebebasan, terus apa gunanya gue idup?"

Gadis itu menutup panggilannya, setelah menumpahkan emosi nya pada Ghina. Sebulan setelah pernikahan, hidup seatap dengan pria yang baru kenal, tidak pernah dia cintai dan tidak pernah dia bayangkan akan hidup bersama, membuat nya tertekan. Tidak. Ata tidak memperlakukan Fio dengan buruk, apalagi menyakiti Fio.

Tapi nyatanya dia tidak bisa, secuek cueknya Fio dia tetap ingat status nya istri orang dan dia seharusnya punya tanggung jawab untuk melayani suaminya. Namun demi tuhan, di usia sekarang dia belum paham bagaimana caranya melakukan semua itu? yang terlintas di kepalanya adalah, Kenapa orang tuanya tega membiarkan nya menanggung beban itu, di usia nya yang terlalu muda seperti ini?

Di tambah perlakuan baik dan lemah lembut komandan Ata membuat nya semakin tidak enak hati, sejauh ini Ata sudah melaksanakan tanggung jawabnya sebagai sosok suami yang baik. Tapi dia sama sekali tidak pernah melakukan apapun untuk pria itu, Bagaimana tidak menjadi beban pikiran?

Tentu saja hal itu terfikir oleh Fio, nyata nya senakal apapun dia, secuek amat apapun diri nya. masih ada sisi polos dan perasa dalam batin gadis muda itu. Faktanya dia hanya gadis kecil yang polos selalu memikirkan orang orang di sekitarnya dan berusaha memberikan feedback kepada mereka.

"Arrrgghh bisa gila gue lama lama!" desah gadis itu frustasi karena meng-overthinking kan semua itu.

"Gila kenapa?" Suara berat itu menginterupsi, membuat Fio menoleh ke arah pintu kamarnya yang di sana seorang pria tengah berdiri dengan balutan kemeja hitam dinas tiap hari Kamis nya.

"Nggak. Ga papa," jawab Fio yang gelagapan seraya mengusap pipinya dengan punggung tangan, menghapus jejak air mata nya.

Iya, dia menangis tadi.

Ata menghela nafas, lalu berjalan ke arah tempat tidur di mana istri nya tengah duduk di sana.

"Kamu ada masalah?" tanya pria itu pelan.

Raut sendu masih terlihat jelas di wajah Fio, membuat Ata khawatir dan turut bersedih menyaksikan tangis Sang istri.

Fio menjawab dengan gelengan, seraya menundukkan kepala nya. Andaikan pria ini tau bahwa masalahnya berasal dari dia sendiri, mungkin Ata akan merutuki dirinya habis-habisan.

"Kok nangis? coba cerita sama saya," katanya lagi dengan lembut, tapi dengan kalimat itu Ata bisa menyentuh perasaan Fio.

Fio malah semakin menangis, dan kini bahu nya bergetar menandakan tangis nya kian kuat. Ata yang tidak kuat melihat tangisan gadis itu, mengambil tangannya dan menggenggam nya. sebenarnya dia ingin memeluknya, tapi dia takut Fio merasa risih.

"Ndan, jangan gini please...." isak Fio membuat Ata semakin bingung.

"Gini gimana?" tanya pria itu, lembut sekali.

Tapi Fio tidak menjawab, dia masih terus menangis.

"Fiorenza," panggil pria itu dengan lembut.

Entah tarikan dari mana, wajah yang tadinya menunduk itu kini terangkat menatap wajah tampan sang komandan. yang sejak tadi menatapnya khawatir.

I HATE YOU KOMANDAN!!! {END} ✓Where stories live. Discover now