Sesi 4

7 1 0
                                    

"Ratu dari Istana Es"

Pernah di dalam benaknya, Sang Ratu berpikir bahwa jika seseorang diberikan kesempatan untuk berubah, maka mereka bisa berubah. Namun makin lama dia hidup di dunia, makin dia paham bahwa tidak semua orang menginginkan kesempatan. Mereka hanya menginginkan kestabilan status mereka dan bertahan hidup. Terkadang sampai ke tahap di mana mereka tanpa rasa bersalah menjatuhkan sesamanya untuk mencapai hal tersebut.

Sulit bagi Sang Ratu untuk menelan pil pahit itu. Ketika dia ingin membantu kehidupan orang lain menjadi lebih baik, orang-orang itu terkadang meminta lebih atau bahkan menolak sama sekali. Tetapi saat penasihat spiritualnya mengatakan bahwa itu semua bukan salahnya, hal itu justru membuatnya makin bertanya-tanya.

"Kalau begitu apa yang harus aku lakukan untuk menghadapi situasi itu? Kalau memang itu bukan salahku dan merekalah yang bertanggung jawab atas diri mereka sendiri, apakah itu artinya aku sebaiknya tidak usah peduli dengan mereka sama sekali? Namun jika kulakukan itu, apakah Odin tidak akan kecewa denganku?"

Mereka menggeleng. "Bukan begitu, Nona Ratu. Tetaplah berbuat baik kepada mereka, berikan mereka bantuan saat kesusahan. Namun jangan menawari mereka perubahan jika mereka sendiri tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya."

Sang Ratu yang saat itu masih belum mampu memahaminya, mengiyakan saja perkataan dua burung pemberi pesan yang menjaganya.

_____

Skadi menutup novel yang dia baca dan menghela napas. "Entah mengapa isi buku ini susah untuk kupahami," gumamnya pada diri sendiri. Dan dengan itu, diletakkannya kembali novel tipis itu ke meja samping kasurnya.

Mengesampingkan rasa pusingnya, kini pandangan Skadi kembali ke rumah tempat tinggalnya. Dengan ukuran dan desain yang mewah, menyebutkan sebagai rumah biasa agaknya tidak cocok. Mansion itu berdiri kokoh dengan dinding serba putih dan beberapa lukisan menghiasi ruangan-ruangan tempat mereka menjamu tamu. Jendela-jendela besar terpasang di tiap sudut mansion itu, membuat siapa pun bisa melihat pemandangan indah di luar bangunan itu. Untuk menjaga setiap ruangan tetap rapi sebagaimana mestinya, pintu-pintu kayu yang tebal dan besar memberikan batasan pada ruang-ruang yang ada.

Di mansion itu bahkan ada sebuah fitur khusus yang tidak ada di tempat-tempat lainnya, yaitu adanya ruang doa dengan altar yang sekelilingnya dihiasi simbol-simbol kepercayaan Viking, dengan dewa-dewa utama seperti Odin, Thor, and Freya di samping salib Katolik. Lukisan yang diwarnai dengan teliti membuat kombinasi arsitektur dan seni rupa tampak selaras. Tidak ada yang terlalu mencolok ataupun terlalu samar. Bagi sebagian orang, adanya salib dan lukisan dewa-dewa itu tampaknya akan membuat mereka bertanya-tanya atau bahkan menganggap itu penghinaan. Namun bagi ayah Skadi (dan Skadi sendiri juga sependapat dengannya), keberadaan kedua dewa agama langit dan bumi itu sudah tepat di situ. Hal itu cukup mengejutkan, mengingat Skadi dan ayahnya tidak banyak berbicara satu sama lain.

Dari segi pemenuhan kebutuhan primer, Skadi senang berada di sini. Makanan selalu tersedia dua kali sehari, dengan snack yang bisa dia minta kapan pun dia mau. Pakaiannya juga sudah tersedia dan bahannya bervariasi, dari yang lembut hingga yang hangat. Dan dengan adanya mansion ini, dia tentunya tak perlu takut jika sewaktu-waktu badai salju turun atau sinar matahari terlalu menyengat. Bangunan ini bisa membuatnya hangat saat udara di luar dingin, dan dia bisa merasa sejuk kala panas menyerang.

Namun di saat yang sama, Skadi merasa asing dengan tempat itu. Kalau boleh jujur, sebetulnya sejak kecil wanita itu tidak tinggal di mansion. Dia hudup bersama dengan orang tua angkatnya di rumah yang sederhana. Meski dia sendiri tahu bahwa dia harus mensyukuri apa yang dia miliki saat ini, Skadi merasa rumah besar ini terlalu sepi untuknya yang senang bersenda gurau dengan orang lain. Terutama orang tua angkatnya dan tetangga-tetangganya yang baik hati. Ayah kandungnya orang yang baik, namun dia jarang mengajak Skadi berbicara dan lebih sering berada di luar rumah. Hal itu bisa dipahami mengingat pekerjaan beliau yang selalu membuatnya sibuk. Sementara orang-orang lain di rumahnya kebanyakan adalah para pelayan maupun penjaga yang bekerja di sana. Bagi mereka, tak sopan untuk berbicara dengan Skadi karena status mereka yang berbeda. Jadilah kini Skadi sendirian, memandangi awan di langit yang kelabu.

Penyatuan - AmalgamationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang