Sesi 7

2 1 0
                                    

Praktikum dan kuliah berjalan seperti biasa. Semua mahasiswa tidak berisik ataupun cerewet kecuali beberapa saja. Mereka semua cukup aktif bertanya, kadang pula pertanyaan mereka membuat perkuliahan menjadi semakin menarik karena ada mahasiswa lain yang membantu menjawab, atau ada perbedaan pendapat. Toh, mereka semua tetap berkepala dingin, jadi silang pendapat itu dihormati dan tidak ada yang tersulut emosi cuma karena itu.

Ada sedikit perbedaan yang terjadi pada praktikum yang mereka laksanakan. Meski mahasiswa melakukan praktikum dengan tertib, beberapa mengalami kesulitan karena sebelumnya mereka tidak tahu banyak mengenai sains, terutama kimia. Sebagian dari mereka cukup beruntung karena teman-teman mereka mau membantu mereka agar dapat mempelajari ilmu-ilmu tersebut dengan lebih lancar, sedangkan yang lainnya masih tertinggal entah karena tidak membicarakan masalah ini kepada siapapun, atau karena teman-teman di sekeliling mereka sama sekali tidak mendukung.

Termasuk yang sedang berhadapan dengan Alaude saat ini.

Nanna dan Stefan sudah berada di ruangan dosennya sejak 5 menit yang lalu. Belum begitu lama untuk Alaude, namun cukup lama untuk mereka. Saat keduanya dipersilakan duduk, Stefan menggeser kursinya sedikit menjauhi Nanna. Nanna yang melihatnya tidak mengomentari apapun.

Alaude menatap kedua mahasiswnya. Mulai deh drama perkuliahan ini. Dia menimbang-nimbang kata-katanya sejenak. "Jadi, kalian mengalami kesulitan dalam memahami mata kuliah utama kalian ini?" tanyanya.

"Benar, Pak," Stefan berkata lebih dahulu. "Untuk mata kuliah yang lain seperti sejarah Norwegia ataupun bahasa bisa kami pelajari dengan mudah, karena kami sudah terbiasa dan kami tahu sumber bacaan apa yang sebaiknya kami cari. Namun ketika kembali mempelajari kimia..."

"Ya?"

"Ra-rasanya seperti tidak ada yang bisa masuk ke kepala saya, Pak! Cara apapun yang saya coba, mulai dari membaca, latihan soal, atau bertanya ke teman-teman yang lain, tetap tidak bisa pak. Saya sendiri tidak paham kenapa saya bisa seperti ini." Tubuh tegap Stefan menjadi loyo setelah menjelaskan panjang lebar. "Maaf saya bicara agak keras," tambahnya.

Alaude mengangguk paham. Kini dia menoleh ke arah Nanna, untuk menanyakan hal yang sama. Sebelum dia sempat bertanya, Nanna sudah berbicara, "Kalau masalah saya agak berbeda dengan Stefan, Pak. Di materi sebelumnya, saat kita diajarkan cara konversi jumlah atom-atom dalam sebuah senyawa kimia, saya seringkali lupa dengan rumus penghitungannya. Kalaupun saya mengingatnya, saat saya dihadapkan dengan soal yang berbeda, saya seperti harus mengulang semua yang saya pelajari dari awal. Apa yang sebaiknya saya lakukan dengan hal tersebut?"

"Oh, begitu. Baiklah," tanggap Alaude. Sudut matanya menangkap tatapan sinis dari Stefan yang ditujukan ke perempuan itu. Alaude tidak menggubrisnya. "Menarik. Dua masalah yang sama sekali berbeda."

Stefan kembali menatap dosennya dan kedua alisnya mengernyit. "Uh, jadi menurut bapak, sebaiknya bagaimana ....?"

"Mungkin bapak akan menjawab pertanyaan Nanna lebih dahulu, karena ini pertanyaan teknis yang cukup mudah," ujar Alaude. "Saya memang tidak paham penyebabnya, tapi apakah saat menghitung jumlah atom itu, kamu sering menghitung dengan cepat, atau malah terlalu cepat?"

Nanna terkejut mendengar pertanyaan itu. "Betul sekali, Pak. Kadang saya juga sudah mencoba untuk menghitung pelan, tetapi hasilnya masih salah."

"Apakah mungkin kamu pernah mempertimbangkan kalau kurangnya ketelitian dan kesabaran dalam menghitung itu bisa menjadi penyebabnya?"

Mahasiswi itu kini mencoba mengingat kembali saat-saat dia menghitung sebelumnya. Dia memang tidak yakin, tapi sepertinya hal semacam itu belum pernah dia pikirkan sebelumnya. "Sepertinya belum, Pak. Kalau begitu, apakah akan lebih baik lagi jika saya tidak terburu-buru menghitung semuanya?" tanya Nanna.

Penyatuan - AmalgamationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang