11-Nyata Adanya

189 37 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Aku terlalu memeluk ketidakmungkinan, alhasil kini berujung dengan kekecewaan.

SATU hal yang baru kuketahui, Bang Fariz ternyata sangat royal dan tidak terlalu perhitungan pada setiap pengeluaran, jika bersangkutan dengan Mama

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

SATU hal yang baru kuketahui, Bang Fariz ternyata sangat royal dan tidak terlalu perhitungan pada setiap pengeluaran, jika bersangkutan dengan Mama. Semua kebutuhan beliau dicukupi, apa pun yang Mama inginkan dipenuhi.

Aku cukup sadar diri, dan berusaha untuk tak iri hati. Memang sudah sewajarnya seperti itu, terlebih kalau mengingat masa-masa sulit yang telah mereka lalui. Mama sangat berhak mendapatkan itu semua.

Menyaksikan secara langsung bagaimana Bang Fariz merawat Mama membuat hatiku menghangat, dia benar-benar menyisihkan banyak waktu luang untuk Mama. Terlebih di hari libur seperti sekarang, tadi pagi pun Bang Fariz bergerak cepat mencari sarapan untuk Mama.

"Kita makan siang di luar yah, aku tahu kamu pasti suntuk dan bosan karena merawat dan menjaga Mama selama seminggu ini," cetus Bang Fariz.

Aku menggeleng pelan. "Gak usah," tolakku cepat.

Pengeluaran Bang Fariz pasti sudah membengkak, sebab semenjak Mama tinggal di rumah kami. Bang Fariz selalu membeli makanan di luar, entah itu untuk sarapan ataupun makan malam. Belum lagi hal-hal lain untuk mencukupi kebutuhan Mama.

Jangan lupakan juga upah untuk Bi Sri karena setiap hari harus merapikan dan membersihkan rumah. Bang Fariz memintaku untuk fokus menjaga dan merawat ibunya, maka dari itu aku lepas tangan atas pekerjaan rumah, termasuk libur memasak. Paling kegiatanku diisi dengan menuntaskan orderan para kostumer.

"Kamu butuh penyegaran, Nak. Jangan cuma ajak makan doang, nonton, atau belanja, kan bisa, Riz," timpal Mama.

Mana mungkin seorang Fariz Alfarizi yang terkenal pelit dan perhitungan sudi untuk membuang-buang uangnya hanya untuk hal-hal yang tidak penting. Rasanya tidak mungkin. Permintaan Mama terlalu mustahil untuk Bang Fariz realisasikan.

"Mama sudah sehat, bisa ditinggal. Besok juga Mama mau pulang ke rumah. Gak enak ngerepotin kalian terlalu lama," sambungnya seraya tersenyum lebar.

"Gak usah pulang, ini juga rumah Mama. Tinggal di sini aja yah," bujukku sembari menggenggam tangannya.

Beliau menggeleng, tangannya mengelus pipiku dengan sangat lembut. "Makasih karena kamu sudah mau merawat Mama. In syaa allah Mama akan selalu baik-baik saja. Kamu gak perlu khawatir."

Kupegang tangan beliau dan kugenggam setelahnya. "Itu memang sudah menjadi kewajiban aku sebagai anak, Ma. Gak usah bilang makasih terus."

"Kalau Mama sudah memutuskan, gak ada satu pun yang bisa melarang. Mama itu keras kepala."

Aku menoleh ke samping di mana suara Bang Fariz berasal.

Mama terkekeh pelan lalu berujar, "Sama, kamu juga. Kita satu gen kalau kamu lupa."

No Khalwat Until Akad || ENDOnde as histórias ganham vida. Descobre agora