16-Fakta Baru

180 39 6
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Menunggu itu melelahkan, apalagi jika yang ditunggu tidak kunjung memberi kepastian.

Menunggu itu melelahkan, apalagi jika yang ditunggu tidak kunjung memberi kepastian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

TAK habis pikir aku dengan tindakan yang baru saja Bang Fariz lakukan. Sepanjang jalan, wajahnya ditekuk seperti orang yang tengah menahan kekesalan. Bahkan, setibanya di rumah pun dia tetap diam membisu. Aku jadi sebal sendiri bawaannya.

"Abang kenapa sih? Ngomong. Jangan ajak aku silent treatment. Aku gak suka!"

"Jangan pancing emosi Abang, bisa? Abang perlu waktu untuk menenangkan diri. Abang gak mau melukai kamu dengan kata-kata tidak pantas," jawabnya lantas berlalu untuk memasuki kamar.

Aku terduduk lesu seraya meraup wajah kasar. Benar-benar tak mengerti dengan situasi sekarang. Bingung harus bertindak apa.

Bang Fariz memang begitu, jika emosinya di atas rata-rata dia lebih memilih untuk mengurung diri, lalu datang menghampiriku saat dirinya merasa lebih baik. Setidaknya mampu mengontrol kata-kata, agar tidak melukai hati.

Suara ketukan pintu dengan dibarengi salam membuatku mau tak mau berjalan untuk menghampirinya. Meskipun malas, tapi aku tak ingin membuat seseorang menunggu. Sebab menunggu itu melelahkan, apalagi jika yang ditunggu tidak kunjung memberi kepastian.

"Mama, ke sini kok gak bilang-bilang?" sambutku setelah menjawab salam beliau.

Mama menunjukkan rantang plastik yang dibawanya tepat di hadapanku. "Mama bawa soto kesukaan kalian," serunya begitu riang.

"Emang paling pengertian Mama ini. Mertua terbaik sedunia kayaknya," pujiku lalu mengambil alih rantang makanan tersebut.

"Kalau muji gini, Mama jadi curiga ada apa-apanya," cetus beliau sembari berjalan beriringan menuju ruang keluarga.

Aku terkekeh pelan menanggapi guyonan tersebut.

"Fariz mana? Mobilnya sudah nangkring di depan, tapi orangnya gak kelihatan," seloroh Mama.

"Di kamar, Ma."

"Masih sore udah di kamar aja, capek banget kali yah. Tapi, emang lagi banyak kerjaan juga, lagi dikejar-kejar target produksi," terang Mama.

Aku hanya manggut-manggut saja. "Aku buatin dulu Mama minum yah, sebentar."

Beliau menahan tanganku agar kembali duduk. "Gak usah, Mama cuma sebentar, nganterin soto doang."

Aku pun mengangguk dan menurut.

"Muka kamu kusut banget, lagi banyak orderan juga yah?" tanya beliau.

Aku menggeleng pelan. "Orderan lagi gak begitu banyak, tapi alhamdulilah masih ada. Aku gak papa, kok, Ma."

"Biasanya kalau perempuan bilang 'gak papa' pasti ada apa-apa. Kenapa? Coba cerita sama Mama, siapa tahu Mama bisa bantu."

No Khalwat Until Akad || ENDWhere stories live. Discover now