30-Penghujung Kisah

429 48 5
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Pilihlah lelaki yang mampu mewujudkan pernikahan, bukan hanya sekadar menjanjikan pernikahan.

BERPRINSIP untuk tidak menjalin hubungan sebelum halal adalah sebuah keharusan, bukan pilihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BERPRINSIP untuk tidak menjalin hubungan sebelum halal adalah sebuah keharusan, bukan pilihan. Menikah bukan untuk uji nyali, maka dari itu harus selektif dalam memilih. Jangan sampai menyesal di kemudian hari.

Banyaknya kerikil tajam, ataupun adanya batu sandungan tidak membuat kita berputus asa untuk tetap teguh mempertahankan. Sebab, kita percaya pernikahan tidak selamanya indah dan mudah, adakalanya kita berada di titik terendah.

"Hati-hati kalau jalan, gak usah grasak-grusuk gitu."

Teguran itu aku dapatkan dari Bang Fariz yang kini sudah berpakaian rapi. Sebuah kemeja dengan dilengkapi jas, serta celana bahan membuat penampilannya semakin menawan.

"Iya, bawel banget sih. Pecinya jangan lupa dipakai," kataku seraya berusaha untuk memakaikannya langsung pada Bang Fariz.

Bang Fariz menggandeng tanganku untuk berjalan ke luar rumah. "Abang kok deg-degan yah."

Aku melirik ke arahnya sekejap. "Alhamdulillah dong, itu tandanya Abang masih hidup."

Bang Fariz menjitak pelan keningku. "Bukan itu maksud Abang. Nggak usah pura-pura polos gitu deh."

"Tarik napas, buang, in syaa allah semuanya akan berjalan lancar," kataku menyemangati.

Bang Fariz mengangguk singkat lalu membukakan pintu mobil. "Gamisnya kepanjangan, awas nanti kalau turun hati-hati. Jangan sampai keserimpet," katanya seraya merapikan gamisku lantas kembali menutup pintu mobil.

Aku hanya geleng-geleng melihat Bang Fariz yang berlari kecil untuk bisa duduk di kursi kemudi. Semakin hari dan seiring bertambahnya usia pernikahan kami, Bang Fariz semakin manis dan perhatian sekali.

Kuputar murottal sebagai teman perjalanan. Mobil yang kami tumpangi berjalan nyaman menyusuri jalan, sesekali berhenti jika ada lampu merah ataupun kemacetan.

"Abang takut telat, masih ada waktu, kan?" tanya Bang Fariz sedikit cemas.

Aku mengangguk pelan. "In syaa allah, nggak akan telat. Abang gak usah tegang gitu ah. Kalau panik fokus Abang suka berkurang."

Bang Fariz melirik sekilas ke arahku. "Iya, ini juga lagi berusaha untuk tenang. Tapi, Abang takut telat, Sayang."

Kuelus tangannya seraya memberikan senyum lebar. "Nggak akan, percaya sama aku. Sekarang Abang fokus nyetir aja, gak usah mikir yang macem-macem."

Sebuah anggukan kecil Bang Fariz berikan.

Mobil yang kami tumpangi pun akhirnya sampai di tempat tujuan. Di sana sudah terlihat sangat ramai, membuat Bang Fariz semakin panas dingin.

No Khalwat Until Akad || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang