25-Ikhtiar

218 37 12
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Sebaiknya pernikahan dibina atas dasar agama, bukan hanya bermodalkan cinta semata.

AKU terbangun saat azan subuh berkumandang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

AKU terbangun saat azan subuh berkumandang. Mengikat rambut asal lantas bergegas untuk membersihkan diri, sebelum menunaikan kewajiban. Aku mendapati secarik kertas di atas nakas, tepat setelah aku selesai melaksanakan salat.

Abang ke masjid sebentar.

Hanya ada empat kata itu yang tertulis. Aku pun kembali menyimpannya ke tempat semula. Seingatku semalaman aku tidur ditemani Mama, tapi kenapa pula ada secarik kertas mampir di sana?

Apa mungkin Bang Fariz dan Mama bertukar posisi, di saat aku sudah dalam keadaan terlelap di alam mimpi.

Tak ingin bergelut dengan segala asumsi, aku pun bergegas ke dapur. Pasti saat ini Mama sedang repot mempersiapkan sarapan, karena Bi Sri masih izin tidak masuk.

Di dapur sudah ada Mama dan juga Tante Nadia yang begitu kompak memasak. Mereka bisa seakur itu. Seolah tidak pernah terjadi sesuatu yang buruk sebelumnya.

Aku benar-benar tidak habis pikir.

"Ada yang bisa aku bantu?" tawarku berhasil memecah fokus mereka.

"Lebih baik kamu duduk manis aja, tunggu masakannya matang," sahut Mama.

"Aku maksa lho ini, gak bisa ditolak," ucapku yang disambut kekehan oleh keduanya.

"Ya udah sini, bantu kupas udang." Tante Nadia menyambut hangat kehadiranku.

Aku pun segera mengikuti instruksi Tante Nadia. Urusan mengupas udang merupakan hal yang mudah, aku sudah terbiasa.

Kegiatan kami benar-benar terasa menyenangkan, karena diisi dengan canda dan juga tawa. Mungkin ini yang dinamakan ikhlas dalam menyikapi takdir. Ketenangan dan kerukunan akhirnya menghampiri.

"Oh, ya Mbak Rumi ke mana? Kok aku belum lihat," kataku setelah meletakkan nasi serta beragam lauk pauknya di atas meja.

"Ke masjid sama Fariz. Memangnya kamu gak tahu?" ungkap Tante Nadia sedikit heran.

Aku cukup terkejut, tapi sebisa mungkin aku menetralkan mimik wajah agar terlihat biasa saja. "Astagfirullahaladzim, lupa, Tan, padahal tadi Bang Fariz izin dulu sama aku."

Mama menggeleng kecil saat aku memilih untuk berbohong.

"Arum memang terbiasa salat jamaah subuh di masjid. Karena itu juga dia ketemu Rezza, satu-satunya pemuda yang ada di antara bapak-bapak," terang Tante Nadia.

Mas Rezza memang pejuang subuh, sebisa mungkin dia menunaikan kewajibannya di masjid. Sisi baik yang tidak semua laki-laki miliki. Namun, sayang imannya tidak cukup kuat untuk menghindari 17:32. Sangat disayangkan.

No Khalwat Until Akad || ENDWhere stories live. Discover now