Broken

2.7K 286 22
                                    

"Itu cuma temenku, Ghea! Nggak usah berlebihan kamu! Chat kayak gitu aja jadi permasalahan gini, sih?!"

Napas Ghea masih tersengal hebat karena emosi yang menggelegak di dalam dadanya.

"Kamu tuh kenapa akhir-akhir ini jadi nyebelin, sih?! Apa-apa curiga sampai main tuduh nggak jelas. Semua chat dan telepon kamu tuh sangat mengganggu, Ghe! Kamu bikin aku kayak lagi jadi tawanan. Toxic tahu nggak?!"

Kali ini, kedua mata Ghea mulai berair. Tatapan penuh emosi itu perlahan berganti redup setelah mendengar kalimat demi kalimat dari laki-laki yang menjadi suaminya sejak delapan tahun yang lalu. "Kamu keganggu sama aku?" tanyanya lirih. "Aku toxic?"

"Iya!" sahut Rafis keras. Rafis juga sedang menahan emosi pada sang istri yang dianggapnya sudah semakin bersikap menyebalkan dengan semua tuduhan-tuduhan tak beralasannya. "Baru chat kayak gini aja kamu udah ngamuk nggak jelas! Lagian harusnya aku yang marah, Ghe. Kamu nggak sopan buka-buka hapeku sembarangan. Kita emang suami-istri, tapi harus tetap ada privasi buat kita. Harusnya kamu udah ngerti soal itu."

Dengan kepingan hati yang hancur, Ghea mengangguk-anggukkan kepala lalu menghapus cepat setitik air matanya yang hampir menetes di pipi. Sejak kapan mereka memiliki privasi? Bahkan sejak masih pacaran dulu, mereka sudah terbiasa saling membuka isi ponsel masing-masing. Hanya dalam tiga bulan terakhir ini sikap Rafis berubah. Rafis lebih sering sibuk dengan ponsel dibanding menghabiskan waktu bersamanya. Bahkan Rafis semakin jarang menemani kedua anak mereka bermain padahal dulu laki-laki itu sangat senang bermain dengan putri mereka yang berusia lima tahun.

"Oke," sahut Ghea berusaha menguatkan suaranya. "Tunggu sampai aku panggil 'Beb' ke laki-laki lain dan selalu sibuk bales chat dia sampai nggak ada waktu sama kamu. Kita lihat, masih bisa kamu bilang kayak gini atau enggak." Ghea sengaja menyentak kalimatnya sebelum berlalu meninggalkan Rafis yang berdecak jengkel.

"Dasar kekanakan!"

Sejak pertengkaran malam itu, Ghea benar-benar menepati janjinya. Ghea sama sekali tidak pernah menghubungi Rafis saat laki-laki itu sedang berada di luar rumah. Ghea rasanya sudah lelah dengan perubahan sikap Rafis yang terlalu jauh selama beberapa bulan terakhir. Padahal Ghea sudah berusaha sabar dengan kesibukan Rafis di kantor satu tahun terakhir sejak laki-laki itu terpilih menjadi salah satu kandidat terbaik untuk menggantikan direktur keuangan sebelumnya—sampai lima bulan lalu akhirnya berhasil menduduki posisi itu.

Ghea mencoba memahami kalau waktu dan pikiran Rafis seringnya habis untuk pekerjaan. Tapi tiga bulan terakhir ini adalah batas kesabarannya. Bukan Ghea tidak tahu kalau Rafis kembali berkumpul dengan teman sepermainan laki-laki itu saat keluarga Rafis masih berjaya. Teman-teman kalangan atas yang dulu meninggalkan Rafis saat keluarga laki-laki itu sedang terpuruk. Pernah sekali Ghea bertanya tentang teman-teman Rafis beberapa hari setelah pertemuan tanpa pemberitahuan padanya, tapi laki-laki itu justru hanya mengatakan kalimat bernada cuek, "nggak usah tanya-tanyalah, kamu juga nggak bakal kenal sama mereka, Ghe."

Waktu itu Ghea jelas sakit hati, tapi masih mencoba sabar karena merasa mungkin Rafis tidak sadar saat mengatakannya. Sayang, perubahan demi perubahan dari sikap Rafis membuat Ghea mulai menyangsikan suaminya sendiri. Tidak sekali dua kali Rafis pulang malam bahkan tengah malam. Berkali-kali juga Ghea menegur, tapi lagi-lagi hanya dibalas Rafis dengan jawaban yang sama; berkumpul dengan teman.

Dan malam ini, Rafis kembali melakukannya. Laki-laki itu bahkan belum pulang saat jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Sungguh, Ghea sangat ingin mengamuk. Tetapi pertengkaran terakhir mereka membuat Ghea mengurungkan niatnya. Ghea masih sakit hati dengan kalimat Rafis saat itu. Padahal tentu hal yang wajar bagi seorang istri untuk marah saat membaca pesan demi pesan dari perempuan lain pada suaminya. Apalagi Rafis membalasnya dengan kalimat yang membuat darahnya mendidih marah.

Our StoriesWhere stories live. Discover now