To See You

127 10 19
                                    

Goresan tinta pena dan pensil mulai menodai polosnya kertas tipis berwarna hijau muda membentuk sebuah lukisan indah yang menggambarkan seorang pria-- yang bahkan ia tak tahu namanya-- disertai beberapa paragraf kata-kata di bawahnya.

Ini adalah lembar terakhir dari buku harapanku yang ke-5, jika aku membelinya lagi besok mungkin Xavier akan menceramahiku karena aku masih percaya jika segala harapan dan dongeng-dongeng yang kutulis dalam buku-buku penuh corak yang seharusnya milik anak-anak ini agar semuanya jadi kenyataan.

Tapi ... Peri mimpi, aku percaya dengan keberadaanmu. Aku tak peduli jika tulisanku akan kaubaca atau tidak, tapi aku akan terus menulisnya walau harus memenuhi rak bukuku dengan tulisan-tulisan dalam buku harapan ini.
Aku tak menulis cerita yang harus muncul dalam mimpi nanti namun aku selalu meminta satu hal ....
Tolong pertemukan aku dengan pria tampan yang sebenarnya hanyalah seorang karakter dalam imajinasiku, aku ... sangat ingin bertemu dengannya dalam mimpiku.

Aku akan terus berusaha untuk mengendalikan mimpiku demi bertemu dengannya.
Tunggu aku di alam mimpi ya.

♔Floryn

Buku berwarna hijau itu pun ditutupnya, lalu ia melakukan peregangan akan otot-ototnya yang kaku sebab ia terdiam di kursi begitu lama. Sedetik kemudian ia merenung saat netranya memandang buku yang katanya bisa membuat mimpi jadi indah jika kita menulis sesuatu, sejauh ini ia sudah memenuhi buku-buku itu namun sama sekali belum terlihat apapun, jadi apa ia harus menyerah?

"Floryn, kau sudah tidur?" tanya Belerick.

"Belum, Ayah. Masuk saja," ujar Floryn.

Pintu pun terbuka menampilkan sosok sang Ayah yang sudah berpakaian rapi. "Maaf ya Ayah harus meninggalkanmu sendirian di sini, Ayah harus berangkat ke Kota Barren malam ini karena pekerjaan," ucapnya.

Floryn tersenyum, "Aku akan baik-baik saja, Ayah, aku bukan anak kecil lagi. Ayah hati-hati, ya."

Belerick pun membelai surai peach anaknya. "Baiklah, Ayah akan lama di Kota Barren, jika kau butuh liburan langsung hubungi saja, oke?"

"Oke," jawab Floryn.

"Selamat malam, Floryn." Belerick mulai meninggalkan ruangan.

"Selamat malam."

Saat pintu tertutup Floryn memilih berbaring karena kantuk mulai menyerangnya. Dalam mata yang terpejam ia mengatur napasnya dengan baik secara perlahan, berusaha untuk rileks lalu mencoba melakukan Lucid Dream seperti biasanya ketika malam. Ditemani hening selama beberapa menit ia mulai merasa tubuhnya kaku, namun gadis ini tetap tak bergeming seakan ia benar-benar tak ingin melewatkannya.

Suara-suara aneh seperti jeritan-jeritan mulai terngiang di telinganya, biasanya ia selalu panik saat mencapai tahapan ini namun kali ini sepertinya suara-suara itu tak terlalu terdengar menyeramkan jadi ia tetap mempertahankan posisinya.

Seiringan dengan jeritan-jeritan yang mulai menghilang dan hening. Sejauh ini ia terus berusaha untuk tidak gagal pada percobaan Lucid Dream-nya kali ini, padahal biasanya ia selalu gagal dalam tahap blackout.

Namun suara-suara itu sudah hilang, seharusnya ia sudah masuk ke alam mimpi, bukan? Apa ia gagal lagi?

Di tengah gelapnya keadaan tiba-tiba Floryn merasakan ada tangan yang menahan bahunya, dan dagu seseorang yang juga mendarat di bahunya.

"Aku sangat terkesan dengan tulisan-tulisan dalam buku-buku harapanmu."

Floryn jelas mendengar suara wanita dengan intonasi agak riang namun tenang-- yang sangat dekat dengan telinganya. Tunggu, ia menyebut buku harapan, apa ia adalah Peri Mimpi?

ONESHOTS OF MLBBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang