A Little Talk

33 0 0
                                    

Rintik hujan perlahan-lahan mulai deras ketika aku sedang membeli sebuah ramen cup di pending machine dekat sebuah halte dengan atap transparan.

Suara air hujan yang bersentuhan dengan tanah dan atap-atap bangunan mulai terdengar keras dan butiran airnya turun semakin banyak membasahi baju dan tasku.

Aku segera berlari ke halte itu setelah membeli ramen cup nya. Duduk di sebuah bangku panjang yang tersedia di sana. Bersama seorang gadis berambut putih yang juga sedang duduk menunggu hujan reda.

Aku melirik gadis berpakaian Kimonoー ah bukan, itu lebih ke Yukata hijau muda dengan jenis lengan Furisode dengan membawa payung Wagasa bercorak Taikyokuzu.

Aku memilih diam tidak mengajaknya berbicara, lagipula sedang apa gadis itu di sini? Bukankah dia membawa payung uniknya itu untuk lanjut berjalan di bawah hujan? Apakah dia sedang menunggu bis?

Sialnya, aku tidak membawa payung saat ini karena aku tidak menyangka bahwa cuaca berubah begitu cepat.

Ponselku bergetar tanda ada pesan dari Melissa menanyakan lokasiku saat ini, belum sempat aku membalas kilat dan suara guntur yang keras mengejutkanku sampai reflek melepas ponselku dari genggaman.

"Berbahaya jika kau bermain ponsel dalam keadaan hujan petir seperti ini." Gadis itu angkat bicara sambil membantu menangkap ponselku yang hampir menyentuh tanah dan tersenyum manis.

"Oh, terima kasih." Aku menerima ponsel itu darinya dan memilih memasukkan ponseku ke saku jaketku.

"Kau tidak membawa payung ya?"

"Ya. Aku lupa."

Gadis itu menyodorkan payung uniknya kepadaku. "Aku tidak yakin hujannya akan cepat berhenti, tapi pakailah untukmu pulang."

"Ah, terima kasih." Aku menerima payung itu darinya. "Tapi bagaimana denganmu nanti jika tidak ada payung untukmu pulang?"

"Tidak perlu khawatir, aku punya banyak payung seperti ini di rumah, lagipula aku suka dengan suara dan aroma petrikor saat hujan." Gadis itu tersenyum lalu berdiri, membuka telapak tangannya menadah air hujan yang mengalir dari atap transparan halte ini. Tampak menikmati tetesan dari air hujan yang dingin yang mendarat di kulitnya.

Cantik.

"Suara hujan selalu membuatku tenang." Dia tersenyum lagi sambil menutup iris coklatnya. Dia nyaris melangkah ke depan untuk membuat dirinya kehujanan pada cuaca dingin ini.

Aku langsung menahan lengannya, lalu beberapa detik kemudian bus (dengan jurusan yang berbeda dengan yang aku tuju) datang tepat saat punggung gadis ini bersentuhan dengan dadaku. "Hampir saja, kau bisa tertabrak bus tadi."

"Ah maaf." Gadis ini malah tersenyum canggung sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.

"Lagipula kau bisa sakit jika kau hujan-hujanan, cuacanya sangat dingin sekarang, kau tidak kedinginan?"

"Um, aku sudah terbiasa."

Terlihat sekali wajahnya yang berbohong dengan memalingkan pandangannya dariku.

Aku langsung menarik tangannya untuk kembali duduk di bangku panjang. Mengeluarkan ramen cup yang aku beli lalu membukanya. "Tolong pegang ini dulu."

Gadis itu memiringkan kepalanya bingung. Namun aku langsung mengalihkan pandangan dengan membuka tasku, mengeluarkan termos kecil (berisi air hangat) dalam tasku dan menuangkan air pada ramen cup itu dengan hati-hati.

"Ramen itu untukmu."

"Eh? Tapi bagaimana denganmu?"

"Aku masih punya satu lagi." Aku mengambil satu cup ramen lagi dari tasku dan menyeduhnya sekaligus menghabiskan sisa air hangat di dalam termos kecil ini.

"Ah, terima kasih." Aku melirik gadis itu tersenyum sambil menghirup aroma enak dari uap ramen cup itu.

Aku hanya tersenyum tipis melihat wajahnya yang senang.

"Kau ... sangat menyukai hujan ya?"

Entah topik ini berhasil atau tidak untuk membuka percakapan, sambil menunggu ramennya mengembang.

"Ah, menurutku hujan adalah hal bagus karena bisa 'menyuci' udara bumi dari polusi. Belakangan ini Tokyo sangat padat dan banyak udara kotor."

Aku mengangguk, namun masih ada sedikit pendapat yang mengganjal. "Tapi bukankah banyak juga aktivitas yang terganggu jika hujan terus turun?"

"Tapi bisnis payung dan jas hujan lebih laris. Lagipula bendungan penampungan air bersih juga tidak jadi kering. Ini adalah siklus yang menyenangkan," jawabnya. "Ngomong-ngomong siapa namamu?"

Aku tertegun sejenak, mendengar gadis itu menanyakan namaku. Bukankah harusnya aku yang menanyakan itu terlebih dahulu?

"Julian Smith, panggil saja Julian, dan ... kau?"

"Kagura."

"Senang ... berkenalan denganmu, Kagura." Aku menghabiskan ramen cup itu, merasakan pipiku yang menghangat mendengar namanya dari suaranya yang lembut itu.

Belum ada pembicaraan lagi, Kagura masih anggun memakan ramen cup itu sambil mendengarkan air hujan, rintik-rintiknya yang menyentuh aspal tanah.

Ponselku bergetar lama, tanda ada satu panggilan masuk. Aku menolak panggilan itu dan lebih memilih mengirimkan pesan ke Melissa yang meneleponku.

"Sepertinya temanmu mencarimu, kau bisa membawa payungku dan tidak perlu mengembalikannya," ujar Kagura.

"Tapi payung ini milikmu, payungnya terlalu cantik dan pasti berharga untukmu."

"Tidak apa-apa bawa saja. Aku memaksa. Anggap saja hadiah dariku karena kau 'menyelamatkan' ku dari bis tadi." Kagura tersenyum lagi.

"Baiklah." Aku hanya bisa tersenyum tipis. Membuka payung cantik itu, sambil melambai kepadanya dan menyebrang jalan. "Jika kita bertemu lagi aku pasti akan mengembalikannya."

"Hati-hati di jalan, Julian. Semoga kau selalu diberkati." Kagura melambai dari halte.

Hujan masih deras dan payung ini cukup nyaman dipakai. Strukturnya sangat rapat, terasa sangat hangat meski angin hujan yang dingin terus berhembus. Aku melihat Yin, Melissa dan Xavier sedang menunggu di depan convenience store.

Namun yang kulihat sekarang, Yin justru melihatku dengan iris cokelatnya yang terbelalak lebar.

"Kenapa kau memandangku begitu?"

"Dari mana kau mendapatkan payung itu?" Yin malah bertanya balik.

"Tadi aku sedang menunggu di halte sana, ada seorang gadis yang memberikan payung ini untukku." Jawabku dengan santai.

"Hey, bukankah halte bus tujuan rumah kita itu sebelah sana ya?" Melissa justru menunjuk arah yang berlawanan.

Aku menelengkan kepala bingung.

"Halte tempat yang kau tunjuk tadi sudah tidak lagi digunakan sejak lama karena dulu ada seorang gadis muda yang tertabrak bus." Ucap Xavier.

Kini aku yang tertegun tidak percaya dengan ucapan Xavier.

"Aku mendengar mitos itu jika 'dia' memberikan payungnya padamu, dia akan terus mengikutimu kemanapun." Ucapan Yin justru membuatku semakin merinding.

"Ah sudahlah... semua akan baik-baik saja jika kita berpikir positif."

Meskipun Melissa sudah memberikan kata-kata yang melegakan. Aku sulit menangkap hal ini secara logis karena jelas-jelas aku bisa menyentuh Kagura di sana.

Sebenarnya ... apa arti obrolanku di halte itu?

ONESHOTS OF MLBBWhere stories live. Discover now