Through The Lenses

30 0 0
                                    

Bukankah seorang kameraman harusnya tetap bekerja dari balik layar? Menangkap gambar-gambar dan adegan indah dari setiap aktor dan aktrisnya dari berbagai sudut?

Hari ini baru saja diberitahukan bahwa seluruh kru serial "The Exorcists" diminta untuk 'berakting' secara natural di hadapan kamera tersembunyi yang bahkan tidak diketahui oleh para pemainnya, terutama Kagura.

Ini adalah permintaan sutradara sendiri, karena dia ingin menyiapkan kejutan sebelum perilisan film yang berada tepat dua hari sebelum ulang tahun Kagura.

Sialnya, sulit untuk mengabaikan keberadaan kamera tersembunyi yang membuatku semakin gugup karena wajahku terekam dalam lensanya. Kakiku tak sengaja terbelit kabel yang terhubung langsung dengan lampu sorot untuk mengatur kecerahan latar.

Gravitasi langsung menarik lampu itu jatuh hampir mengenai bagian kanan kepalaku, tanganku yang reflek melindungi kepalaku langsung terluka.

Syuting langsung dihentikan karena kesalahanku. Ah, dasar bodoh, bisa-bisanya aku melakukan kesalahan ketika para pemain sedang serius-seriusnya berdialog saat adegan menangani korban arwah jahat.

Benar, kebodohanku menghancurkan keseriusan mereka, kini pandangan mereka terfokus ke arah tangan kananku yang terluka karena lampu itu.

"Kau baik-baik saja?"

Terlihat Kagura yang paling sigap dan khawatir menangani lukaku, kebetulan dialah yang sedang memegang peralatan medis pada adegan itu.

"Ah, iya. Tidak apa-apa, aku baik-baik saja."

Dibandingkan rasa sakit, kecerobohanku ini lebih membuatku merasa sedikit bersalah karena syuting kali ini jadi sedikit kacau.

Terlebih lagi, terekam oleh kamera tersembunyi di belakang sana yang tidak diketahui siapapun selain aku dan sutradara.

"Julian?" Kagura melambaikan tangannya di depan wajahku.

"Ah." Pikiranku yang sedikit runyam membuatku melamun, disadarkan olehnya yang sedang merawat lukaku sebagai pertolongan pertama, sambil menunggu tim medis datang untuk memeriksa lebih lanjut. "Maaf. Aku ceroboh."

Justru dia tersenyum dengan tatapan lembutnya yang membuatku tertegun sesaat.

"Fokus dan jaga dirimu, bawa santai pekerjaan ini, tidak perlu gugup sampai terbawa perasaan pada adegan yang kau rekam dengan kamera ini. Aku percaya pada kemampuanmu dalam mengambil sudut pandang yang bagus."

Dua iris indah itu bertemu dengan mataku hingga seketika jantung ini berdebar lebih kencang lagi. Membuatku sekejap tidak sadar jika kamera tersembunyi itu masih merekam ini. Adegan ini.

"Terima kasih. Lain kali aku akan lebih berhati-hati." Hanya senyuman tipis sebagai balasanku. Menghilangkan rasa gugup sekaligus menghargai pertolongan pertamanya pada tanganku yang terluka.

Semuanya terekam dalam lensa kamera. Rasa khawatirnya yang tulus terhadap para kru di belakang layar. Mataku bagai lensa kamera yang merekam segala hal manis pada dirinya, tersimpan rapi pada ingatan yang akan terus terulang.

Dapatkah rasa kagum ini menjadi selalu skenario manis dari ingatan tentang dirinya?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 21 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ONESHOTS OF MLBBWhere stories live. Discover now