Mimpi

25 8 0
                                    

****

Dito pulang lebih sore hari ini karena jadwal ekskul nya. Dito tidak banyak mengikuti ekskul sekolah, hanya dua. Satu, ekskul Olimpiade dan kedua, ekskul Badminton. Dan hari ini jadwal ekskul Badminton.

Begitu pulang ternyata gerbang masih terkunci yang artinya Papa belum pulang, seperti nya akan pulang malam. Merogoh kunci yang ada di saku nya, Dito membuka gembok gerbang dengan mudah untuk selanjutnya ia biarkan gembok tersebut tidak terkunci lagi, hanya kunci gerbang saja yang ia gunakan.

Dirinya buru-buru membersihkan tubuh nya yang lengket karena keringat lalu setelah nya ia akan memasak untuk makan malam. Papa selalu mengajarkan padanya untuk tidak boros dengan memesan makanan di luar, oleh karena nya sejak kecil Papa selalu mengajarkan dirinya memasak. Agar nanti setelah dewasa Dito bisa mengurus diri nya sendiri.

Terbukti, masalah kebersihan rumah dan memasak Dito jago nya. Meskipun Papa lebih jago sih, tapi paling tidak dirinya bisa meringankan beban Papa yang sudah pasti jauh lebih berat karena harus bekerja juga.

Ia memilih untuk memasak sop melihat bahan yang tidak begitu banyak di kulkas, karena mereka berdua belum belanja bulanan. Bukan masakan yang repot, tapi, baik dirinya mau pun Papa paling suka sop. Jadi, bukan merupakan masalah besar bagi Dito dan Sekala kalau hanya ada sop di meja makan.

"Apa gue nanti buka restoran aja ya pas udah lulus. Gak buruk-buruk amat masakan gue." Katanya setelah mencicipi masakan sederhana nya.

Setelah di rasa pas, Dito matikan kompor lalu memindahkan sop yang semula di panci ke mangkok besar. Semua nya sudah siap, tinggal menunggu Papa pulang.

"Papa lupa ngabarin apa gimana ya? Dari tadi gak nelpon."

Sedikit demi sedikit rasa khawatir nya muncul ke permukaan begitu sadar sudah lewat jam kerja Papa, namun pria itu tidak kunjung pulang. Membuat nya tanpa sadar menggigit bibir bawah nya, kebiasaan setiap kali ia merasa cemas.

"Duh di telpon juga gak di angkat. Kemana sih?" Racau nya masih dengan menelpon nomor bernamakan, Suami Mama, tersebut.

Ingin menyusul pun tak bisa karena Dito tidak memiliki kendaraan pribadi. Papa yang melarang karena dirinya belum cukup umur, nanti setelah 17 tahun akan di belikan sekalian membuat KTP dan juga SIM.

Masih dengan rasa khawatir yang tinggi sayup-sayup ia dengar suara mobil dan suara kunci gerbang yang di buka. Tanpa menunggu lama ia segera pergi ke depan untuk melihat apa kah benar itu Papa atau bukan.

Nafas nya kembali normal setelah memang benar itu Papa yang baru saja pulang.

"Papa pulang." Begitu katanya dengan suara yang cukup riang tanpa sadar putra nya sudah menatap nya tajam.

"Papa kenapa gak ngabarin?" Itu adalah kata pertama yang Dito ucapkan setelah menyalimi tangan Papa.

Yang di tanya hanya tersenyum tipis lalu mengusap pelan kepala anak kesayangan nya itu.

"Maaf tadi ada kerjaan tambahan, Papa gak sempet buka hp buat ngabarin kamu."

Mendengar itu Dito hanya menghela nafas pelan lantas membiarkan Papa nya untuk pergi ke kamar dan membersihkan badan.

"Maaf. Dito cuma takut kehilangan Papa, kayak Dito kehilangan Mama."

Tidak ada suara bising selain dentingan sendok di atas piring. Ayah dan Anak itu sepakat apabila sedang makan jangan sampai ada pembicaraan di atas nya, Dito bilang itu engga sopan dan Sekala tentu saja menyetujuinya.

Hi, Bye Papa! Where stories live. Discover now