Sagita

28 8 2
                                    

****

"Papa, dulu waktu Papa naksir Mama gimana cara nya Papa tau kalau ternyata Papa itu naksir sama Mama?"

Sekala segera mengangkat pandangan nya setelah mendengar pertanyaan yang cukup krusial dari belah bibir putra semata wayang nya.

"What's that? Dito lagi naksir cewek?"

Yang ditanya segera menggelengkan kepala cukup kuat. "Engga. Dito cuma nanya."

"Pasti ada alasan nya kalau kamu sampe nanya-nanya gini."

"Papa kalau nggak mau jawab, nggak usah jawab deh."

Sekala terkekeh kecil lantas mengusak rambut halus Dito, yang membuat Sekala sedikit tertegun karena ternyata halus nya rambut Dito tetap sama tidak berubah.

"Loh kok ngambek? Yaudah iya ini mau Papa jawab."

Dito kembali memusatkan pandangan nya kepada pria paruh baya tersebut, yang ternyata sudah hampir memasuki angka 4 tetapi Ayah nya itu masih saja terlihat sangat menarik.

"Hmm dulu waktu Papa sadar kalau ternyata Papa naksir Mama balik itu kerjaan Papa tiap hari mikirin Mama. Kayak kenapa ya kok cewek se-populer Mama bisa suka sama Papa yang biasa aja gini."

"Terus, lama kelamaan Papa mulai merhatiin tingkah laku Mama. Mulai dari mata kuliah, sarapan di kantin, sampai jam makan siang. Agak serem sih, tapi, emang kebetulan nya Papa selalu ketemu Mama ditiap tempat. Dari situ Papa sadar kalau ternyata, Papa suka sama Mama kamu."

Dito masih diam sampai Sekala melambaikan tangan nya persis berjarak satu jengkal. "Heh malah ngelamun."

"Pa, nggak mau nikah lagi?"

"Dito!"

"Hahaha ampun-ampun!"

•••

Dirinya hanya geleng-geleng kepala mengingat percakapan nya dengan Papa semalam, yang berakhir dengan usakan kuat yang Papa berikan pada rambut nya. Sebenarnya ia hanya bercanda perihal pertanyaan tentang Papa yang mau menikah lagi atau tidak, tapi kalau memang ada yang mau dan Papa juga mau, jelas Dito tidak akan melarang nya.

Mungkin sesuatu di dalam hatinya akan terasa retak atau patah kalau memang Papa berniat akan mencari tambatan hati lagi. Tetapi, prinsip Dito cuma satu sekarang, asal Papa bahagia itu artinya Dito bahagia juga. Hidup Dito itu Papa, dan begitu pun sebaliknya.

"Anak-anak maaf saya mendadak ada urusan, jadi pembelajaran kita terpaksa harus berhenti disini. Tetapi, karena waktu nya masih ada sisa beberapa menit lagi, silahkan kerjakan tugas pada halaman 35 di perpustakaan. Begitu saja. Jangan ada yang mampir kemana-mana."

Wanita paruh baya yang masih menggunakan kacamata nya itu memutar pandang kepada nya. "Dito, saya titip kelas sama kamu."

Dan mau tidak mau, ia harus merespon dengan anggukan. "Iya, Bu."

"Baik. Selamat siang."

"Siang, Bu!"

Begitu lah kelas 11 IPA 1, segera keluar bersamaan untuk menuju ke perpustakaan. Tak terkecuali Brenda si preman kelas yang nyaris saja menabrak bahu Raga saat akan keluar kelas, membuat laki-laki itu hanya bisa bersungut-sungut dalam diam.

Hi, Bye Papa! Where stories live. Discover now