Si Cantik Purnama

17 5 1
                                    

****

"Halo, kita ketemu lagi."

Suara itu, suara yang sering kali hadir di mimpi nya setiap kali ia merasa dunia nya sedang tidak baik-baik saja. Suara itu akan ada di sepanjang pendengaran nya, tetapi dirinya tetap tidak bisa menemukan atau minimal melihat siapa orang di balik suara lembut dan menenangkan tersebut.

Kalau di ibaratkan, suara nya itu benar-benar selembut permen kapas yang apabila kita masukkan ke dalam mulut melebur bersamaan dengan rasa manis yang menguar memenuhi seluruh rongga mulut sampai kerongkongan.

Suara yang entah mengapa diam-diam mengisi kekosongan pada rumpang paling dasar di hati Dito. Suara yang entah mengapa mampu menghapus kepingan-kepingan rindu di sudut lemari masa kecil nya.

"Kamu pasti kecapekan lagi, ya?"

Bahkan saat tangan lembut itu mulai menyentuh dan membelai surai nya, Dito tetap tidak memberikan perlawanan. Normal nya, manusia akan menepis atau paling tidak menjauh jika di dekati dengan orang asing yang tidak mereka kenali sama sekali, tapi tidak tau bagaimana Dito merasa sangat dekat dengan wanita ini. Dekat namun tetap tidak tergapai.

"Jangan kecapekan lagi, ya? Kamu perlu istirahat yang cukup. Belum waktu nya kamu secapek ini, Dito. Masih banyak hal bahagia yang harus kamu cecapi."

Dito lelah itu sebuah kebenaran. Tapi apa yang wanita ini ucapkan adalah sebenar-benarnya kebenaran yang selalu Dito harapkan di dalam hati. Bagaimana ia mencoba untuk melupakan penat nya agar mampu menikmati bahagia, selalu menjadi amin paling serius di penghujung doa nya setiap malam.

Yang membuat nya menangis lagi, hari ini. Menangisi kenapa dunia kadang bisa setidak adil ini pada makhluk nya. Menangisi kenapa semesta bahkan enggan memberi empati secara sukarela untuk anak laki-laki yang terlalu lelah menghadapi diri sendiri.

"Gapapa kok kalau kamu butuh waktu istirahat yang lama. Itu jauh lebih baik daripada kamu memaksa dan bersikap seolah-olah semua nya baik-baik saja."

"Don't do that, you must to stay alive, Dito."

Bahkan untuk beberapa detik setelah nya Dito mematung, karena kata-kata itu selalu menjadi alarm bagi nya setiap kali dirinya mencoba untuk menyerah. Alarm yang selalu mengingatkan dirinya pada bagaimana langkah-langkah Papa yang begitu tertatih agar dirinya berhasil hidup tanpa cacat sedikitpun.

Don't do that, you must to stay alive, Dito.

Setidaknya sampai beberapa detik kemudian, wanita yang wangi nya tidak pernah berubah itu perlahan-lahan mengambil langkah mundur setelah mengusap pelan pipi nya. Gaun nya masih sama, putih berenda. Sepatu nya masih sama, senada dengan gaun.

Tapi dirinya tetap sama, tidak bisa melihat siapa wanita yang selalu hadir di titik terendah hidup nya. Untuk beberapa waktu selanjutnya, ketika dirinya sadar kalau lagi dan lagi, ia hanya bermimpi untuk yang kesekian kali.

•••

Sagita tidak pernah memprediksi hal-hal apa yang akan terjadi pada dirinya. Sagita bahkan tidak pernah repot-repot memikirkan teka-teki apa yang akan dirinya lalui.

Tetapi untuk yang satu ini, Sagita nyaris termenung setengah mati. Lagi dan lagi dirinya berjumpa dengan laki-laki yang mempunyai warna kulit putih kemerahan semulus bayi, yang kalau dirinya tidak salah ingat namanya adalah Dito.

Hi, Bye Papa! Where stories live. Discover now