Dito dan Gara

25 7 1
                                    

****

"Sialan!"

Emosi itu berdebum-debum selaras dengan tinju nya yang sukses membuat cermin di ruangan gelap tersebut retak, tidak peduli dengan buku-buku jari nya yang memerah bahkan sampai mengeluarkan darah.

Gara hanya ingin menuntaskan amarah nya, amarah yang tidak tau mengapa ia tahan hari ini hanya karena seorang gadis rendahan dan juga laki-laki yang melintas keluar dari kantin dengan tenang tanpa memandang nya sedikitpun.

Nafas nya kembali memburu tatkala mengingat bagaimana wajah datar tanpa emosi itu melewati nya begitu saja, tidak melirik bahkan tidak tertarik sedikitpun padanya. Laki-laki itu berhasil menyulut kemarahan nya hanya dengan mengabaikan atensi nya.

"Urus yang cewek, terserah lo mau ngapain dia, asal jangan sampe gue liat dia barang seujung kuku." Jelas nya kepada salah satu kacung nya yang tergopoh-gopoh keluar dari ruangan yang mereka anggap sebagai markas.

Masih dengan jemari yang mengepal kuat seakan-akan di dalam kepalan nya ada seseorang yang bisa dia hancurkan dengan tangan kosong.

"Yang tadi keluar duluan siapa?" Tanya nya dengan nada yang siapapun juga tau kalau Gara kesal bukan main.

"Namanya Dito, kelas 11 IPA 1."

Netra nya tak lagi menggelap seiringan dengan sudut bibir nya yang terangkat kecil, menciptakan ekspresi menakutkan bagi sebagian orang. Bukan opini semata tapi sebuah fakta bahwa Gara dan dunia nya adalah neraka, semua orang setuju tanpa mau membantah.

"Besok atur pertemuan gue sama dia." Dengusan kasar keluar begitu saja seraya menatap lalu lalang murid dari balik jendela. "Gue perlu kasih dia sebuah pelajaran."

••••


Hari ini Raga tidak masuk karena ada acara keluarga besar nya di Bandung, yang mengharuskan laki-laki bermata rubah tersebut izin selama dua hari. Hal tersebut jelas mengundang banyak helaan nafas dari Dito. Ya meskipun dirinya bukan tipe ansos atau yang sulit di ajak bicara, tetap saja di antara teman nya yang lain cuma Raga yang paling dekat dengan nya.

Cuma dengan Raga dirinya bisa menunjukkan kelemahan yang sengaja ia sembunyikan saat di sekolah. Dito selalu malas berteman dengan orang baru karena dirinya malas menceritakan ulang layar belakang hidup nya, jadi teman-teman sekelas dan ekskul nya hanya tau tentang Dito si anak tunggal dan Dito yang udah gak punya Mama.

Cuma sebatas itu. Perihal apa yang menyebabkan dirinya tidak lagi punya Mama, cuma Raga yang tau. Dan tentu saja, Dito tidak mau membagi nya kepada orang banyak.

Karena, selama ini dirinya pun masih terus bersalah mengingat perkara Mama yang tidak ada lagi di dunia.

"Kamu jangan nyalahin diri sendiri ya tapi?"

"Mama meninggal selepas ngelahirin kamu."

Semua itu selalu tertanam dengan kuat di hati nya, menciptakan rasa sakit yang sekali lagi menghantam, tidak peduli dengan lebam nya yang sudah menghitam. Tidak peduli dengan darah nya yang mengering, kenyataan tentang dirinya lah yang menjadi penyebab Mama tiada selalu memenuhi rungu dan pikiran nya setiap saat.

"Bukan salah kamu. Ini udah jadi takdir Mama."

Gue bukan pembunuh.

Menggelengkan kepala berulang kali ia mencoba untuk mengusir pikiran buruk nya tentang ini. Tidak bagus kalau hari-hari nya harus kacau karena pemikiran buruk nya.

Hi, Bye Papa! Where stories live. Discover now