Bom Waktu

30 9 4
                                    

****

"HAH? YANG BENER LO??"

"..."

"Hahh.. Yaudah, jaga diri baik-baik ye?"

Sambungan telepon tersebut di biarkan putus secara sepihak setelah helaan napas yang lebih berat keluar begitu saja.

Raga tidak tau pasti apa yang terjadi di sekolah hari ini, kecuali mendengar cerita dari Dito di telepon baru saja. Kendati begitu dirinya tetap tidak bisa tenang karena ada dua kemungkinan yang sangat Raga benci setiap kali Dito meluangkan waktu untuk bercerita dengan nya.

"Raga! Mau zuppa soup nggak? Tadi Ayah baru selesai bikin."

Pertama, laki-laki itu tidak ingin dirinya mendengar cerita dari orang lain, yang mungkin saja dilebih-lebihkan.

"Masih anget nih! Mau nggak, Sayang?!"

Wanita itu masih berjalan dengan langkah nya yang penuh keyakinan, memancarkan aura mahal setiap kali kaki nya menapakkan satu langkah di tanah. Gaun satin berwarna maroon itu berhasil menambah kesan elegan dan semakin membuat orang-orang disana semakin fokus pada langkah wanita tersebut.

Sampai pada akhirnya wangi parfum Lavender memenuhi penciuman Raga. Senyuman yang sejak dulu selalu memenuhi hari-hari nya itu, masih bertengger disana dengan cantik. Membuat Raga seakan lupa kalau—

"Ini masih anget banget. Fresh from the oven!"

"Makasih ya Bunda cantik!"

kedua, laki-laki itu menceritakan nya sendiri namun ada bagian yang sengaja laki-laki itu tutupi dengan rumpang yang tidak akan pernah dirinya sentuh.

Cantika semakin melebarkan senyum tak lupa mengusap pelan surai lembut milik Raga. Sedikit terkesiap karena untuk ukuran anak laki-laki, ternyata Raga begitu menjaga kesehatan rambut nya.

Rambut hitam itu begitu halus, masih sama seperti dulu.

"Kamu selalu jaga kesehatan rambut kamu, ya?"

Pertanyaan tak terduga di tengah-tengah dirinya menikmati zuppa soup itu terpaksa membuat nya berhenti. Tanpa sadar mengangkat kedua alis nya yang sudah melengkung sempurna.

"Halus banget, rambut Bunda kayak nya kalah deh."

Tanpa sadar dengusan yang di sertai tawa meluncur bebas begitu saja darinya, memandang Cantika polos seolah-olah mereka baru bertemu untuk yang pertama kali.

"Bunda nggak sadar ya?"

"Apa?"

Tangan halus yang aneh nya tidak di penuhi keriput itu kini beralih menjadi berada di genggaman Raga. Sesaat ia habis kan beberapa menit ke depan hanya untuk mengamati tangan Cantika yang sangat halus, kulit nya yang putih kemerahan, jemari nya yang begitu lentik, sampai kuku nya yang di biarkan tanpa warna hari ini.

Semua itu tidak luput dari pandangan Raga. Segala sesuatu tentang Bunda selalu menjadi keindahan yang tidak akan pernah Raga lupakan begitu saja.

"Rambut Ayah jauh lebih halus daripada punya Raga."

Pernyataan tersebut membuat Cantika terhenyak, lantas mulai mengingat dan bagai ada bohlam lampu di kepala nya. Ternyata jauh sebelum hari ini ia mengusap rambut anak nya, ada kepala yang lebih dulu dirinya usap.

Tawa indah nya meluncur begitu saja sedikit meringankan beban yang akan menjadi beban pikiran nya malam ini.

"Hahaha bener juga, kok Bunda bisa lupa, ya?"

Hi, Bye Papa! Where stories live. Discover now