Chapter 4

3 3 0
                                    

Ia malah tertawa. “Tak usah malu seperti itu, aku pintar menjaga rahasia!” Sembari berkata seperti itu, tangannya menggenggam bahuku. Matanya menatapku dalam-dalam. Memaksa agar kuberitahukan segera identitas pangeran pujaanku itu.

“Ngg.. Manato…”
“Manato Matsuzaka?!”
“Aissshhh…?!”

Aku belum menyebutkan namanya secara lengkap tapi gadis ini langsung mengetahui siapa yang kumaksud? Sugoii!

“Ahh..benar lelaki itu kan? Aku juga suka padanya!”
“Aaa..apaaa..?!”

Sakura tertawa terbahak-bahak sambil memukul-mukul bahuku dengan keras. Sakit sekali sih rasanya, tapi aku bingung dengan kata-katanya barusan. Lantas kenapa ia malah tertawa?

“Kau hebat! Seleramu sama denganku!” lanjut Sakura. Kali ini ia kembali menatapku sembari mengatur napas sehabis meledakkan tawa yang tiba-tiba. “Kalau begitu, kita bersaing untuk membuatnya putus dengan Hotaru!”

“Bersaing?!” teriakku sambil melotot kebingungan. Rasanya ekspresiku itu terlalu berlebihan. Makanya aku memilih untuk mengalihkan pandangan dari gadis itu saja kali ini.

“Hmm.. Aku tidak ada apa-apanya dibanding dirimu atau pacarnya itu. Aku mengalah saja!” kataku sambil menunduk perlahan.

“Ahhh…gadis ini! Aku hanya main-main. Aku tidak mau bersaing denganmu, hanya sekedar mengaguminya saja. Tidak ada rasa ingin memilikinya sama sekali!” Kedua tangan Sakura bergerak mendekapku dari samping. Membuatku bisa mencium betapa harum tubuhnya. Jujur saja, aku bingung harus berkata apa lagi.

“Achan, lebih baik kita tidak mengganggu hubungan manis orang lain kan? Yang kudengar, mereka sudah menjalin hubungan itu sejak SMP..” ucap Sakura lembut sambil menidurkan kepalanya di bahuku. Tangannya mengelus punggungku dengan lembut lalu menepuk-nepuknya.

Dia benar. Aku juga tidak mau menjadi perusak hubungan orang lain. Aku juga hanya sekedar mengagumi Manato. Meski rasa ingin memiliki itu ada jauh di lubuk hatiku, tapi aku sadar aku tidak ada apa-apanya. Aku tidak semenawan Hotaru. Bahkan gadis secantik Sakura pun memilih untuk hanya mengagumi pemuda itu saja.

“Hmm.. Sakura, kenapa hanya kami bertiga yang kau undang ke acaramu ini?” decisku pelan.

Tangan Sakura mendaratkan pukulan kecil di pipiku yang tidak terasa sakit sama sekali. “Hei, tidak sopan!” serunya, “Malah mengalihkan pembicaraan?”
Aku hanya menjawab dengan tawa genit.

“Kau mau tahu jawabannya? Karena kalau mau mengundang banyak orang, aku tidak punya uang untuk menyewa ruang karaoke yang lebih besar!” Sakura akhirnya menjawab pertanyaanku sambil tetawa geli.

Gadis itu, setiap perubahan mimik wajahnya tidak pernah membuat kecantikannya berkurang. Aku betul-betul iri. Wajah putih yang sempurna, bibir tipis yang merah merekah, alisnya yang hitam, serta rambut panjangnya yang bergelombang. Siapa saja yang melihatnya pasti jatuh cinta.

“Sakura-chan, arigatou gozaimasu!” desisku pelan.

Sakura berhenti tertawa. Matanya langsung membelalak menatapku. Nampak bingung.

“Eh? Berterima kasih untuk apa?”

“Sakura-chan yang cantik dan pintar ini pun hanya berani sebatas mengaguminya saja. Terima kasih sudah menasehatiku untuk tidak bertindak jauh. Apalagi sampai merusak hubungan orang!”

Mata Sakura masih membelalak sampai aku selesai berbicara. Tapi lama-lama senyumnya pun mengembang. Menghiasi wajahnya yang rupawan.
“Kami-sama  sudah pasti memiliki hadiah terindah untuk kita kan? Ganbatte , Achan!” ucap Sakura dengan tulus. Aku pun menjawab dengan anggukan dan senyuman mantap.

Langsung saja, bayangan Manato Matsuzaka muncul di benakku. Pemuda itu berdiri membelakangiku. Sedang berada di atap, tempat favoritnya. Kali ini ia tidak sedang bersama Hotaru. Ia berbalik perlahan lalu tersenyum. Ya, dalam benakku saja, ia tersenyum padaku. Senyum yang sangat tulus.

“Oi, Achan, tak usah melamun seperti itu! Wajahmu kelihatan jelek sekali!” terdengar Shoji berteriak lewat mic. Huh, pemuda ini seperti tak pernah punya jeda satu hari saja setelah mengusiliku.

***

Jam di tangan sudah menunjukkan bahwa malam akan segera datang. Kami pun mulai beranjak dari ruang karaoke. Setelah tiba di luar, senja sudah semakin menelusup cakrawala. Memerah menunjukkan betapa cantik dirinya.

“Ja, mata ne!”  Nanae berseru sambil melambaikan tangan ke arahku, sembari kakinya mulai menggerakkan pedal sepeda.

“Ja ne,  Achan, Shojiro-kun…!” pekik Sakura yang duduk di boncengan Nanae. Gadis ini memang tidak bisa menjalankan sepeda sendiri. Akhirnya, mereka pun menjauh. Aku dan Shoji terus melambai sampai mereka hilang dari pandangan.

“Ayo, kita juga bergegas pulang!” kata Shoji sambil mulai menggerakkan pedalnya. Aku menggangguk sebentar, lalu mulai mengikutinya dari belakang.

Angin berhembus pelan, melayangkan ujung rambut panjangku yang kukuncir kuda jadi satu. Ngomong-ngomong, inilah gaya rambutku setiap hari, hihi. Karena kurasa rambut yang sepinggang ini sudah terlalu panjang.

Kulihat ke depan. Dari jarak kira-kira satu meter, jaket yang dikenakan Shoji bergerak naik-turun dibelai angin. Tiba-tiba saja, kugerakkan pedal dengan cepat hingga sekarang berada tepat di sampingnya.

“Shojiro, kenapa kau diam sekali? Tidak cerewet seperti biasanya?” sapaku. Kemudian memeletkan lidah ke arahnya begitu ia menoleh.

“Baru juga kudiamkan lima belas menit?” cetusnya sambil menaikkan sebelah alis. Lalu tangan kanannya mengelus rambut cepak yang bergerak disentuh angin.

Aku tersenyum. “Baguslah. Selamanya saja kau tidak menggangguku lagi..” tukasku sambil bergerak melewatinya. Lalu menutupi jalannya. Sedetik kemudian, jaketku ditarik dari belakang agak kuat. Aku yang kaget hampir saja terbalik jatuh bersama sepedaku. Langsung saja berteriak.

“Apa-apaan kau ini? Berbahaya sekali!!!”

***

Bersambung ke Chapter 5

Sayonara, SkyWhere stories live. Discover now